Biarkan Kematian Merayakan Kehidupan
Biarkan Kematian Merayakan Kehidupan berisi 21 cerita yang mengisahkan tentang berbagai cara kematian datang dalam kehidupan manusia dan bagaimana para manusia menghadapi, menerima, dan memahami apa makna kematian dalam kehidupan mereka masing-masing. Kematian adalah hal yang tak bisa dihindari oleh setiap manusia. Namun, penerimaan manusia akan kematian itu berbeda-beda. Kematian bisa dianggap sebagai takdir, sesuatu yang seharusnya bisa diterima dengan lapang dada, atau, seringkali sesuatu yang menakutkan. Kisah-kisah dalam buku kumpulan cerita ini juga ingin menunjukkan bahwa kematian dalam hidup manusia tak melulu soal nyawa. Kematian juga bisa ditunjukkan melalui ketidakmampuan manusia mengolah nuraninya. Salah satu dampak dari tumpulnya hari nurani manusia adalah beberapa manusia melakukan hal yang begitu keji dan membuat hidup manusia dan mahkluk lainnya yang menjadi korban kekejian itu seolah tak ada artinya.
Yang juga menarik dari buku ini, kematian tidak hanya dilihat dari sudut pandang manusia saja, tapi juga hewan. Misalnya dalam kisah berjudul Si Cantik Pony dan Pohon Gantung Diri. Sudut pandang orang pertama atau aku dalam setiap kisah dalam buku ini membuat cerita-ceritanya semakin hidup. Pembaca seolah diajak untuk masuk menyelami apa yang dirasakan oleh setiap tokoh utama dalam melihat kematian. Persoalan kematian dalam buku ini dikaitkan dengan berbagai isu sosial yang ada dalam kehidupan manusia. Ada persoalan tentang cinta, masalah lingkungan hidup, keluarga, maupun hal yang berhubungan dengan adat-istiadat. Hal itu membuat kisah-kisah dalam buku ini tidak monoton meskipun memiliki satu tema utama. Melalui keterkaitan itu pula gagasan mengenai kematian dalam buku ini bisa berkembang lebih dari sekedar hilangnya nyawa. Isu sosial yang diangkat dalam buku ini pun cukup dinamis. Misalnya dalam sebuah kisah tentang seorang laki-laki homoseksual yang memutuskan berpindah keyakinan sehingga hubungannya dengan sang ayah dan beberapa anggota keluarga menjadi renggang. Adapun kisah berjudul Debu ke Debu yang berkisah tentang peliknya kehidupan sebuah keluarga di sebuah wilayah di Kalimantan yang terbentur dengan persoalan lingkungan tempat mereka hidup. Mereka hendak dipaksa merelakan hutan adat termasuk di dalamnya kuburan ayah mereka digusur demi berjalannya sebuah proyek. Kisah Debu ke Debu ini nyata dalam kehidupan kita. Segelintir orang memenuhi diri mereka dengan egoisme sehingga mengorbankan kepentingan kelompok yang lain demi kepentingan tertentu. Kekayaan budaya masyarakat menjadi taruhannya.
Selain kisah Debu ke Debu, beberapa kisah lain dalam buku ini berlatar di Kalimantan. Kita bisa sejenak masuk dalam dialog-dialog antartokoh yang dituliskan dengan dialek Kalimantan begitu juga penyebutan kosakata-kosakata yang diambil dari bahasa daerah. Penulis menyematkan arti dari tiap-tiap kosakata bahasa daerah Kalimantan sehingga pembaca yang belum tahu dapat dengan mudah menemukan artinya. Dari latar tempat itu pula penulis menyematkan persoalan tentang isu minoritas di mana masalah diskriminasi dan keterpojokan golongan masyarakat minoritas kerap menjadi salah satu bencana bagi kemanusiaan.
Buku kumpulan cerita ini mengangkat satu tema besar yang secara konsisten tersampaikan dari cerita pertama hingga cerita terakhir. Membaca kisah-kisah yang berkaitan dengan kematian dalam buku ini merupakan pengalaman membaca yang reflektif. Kisah-kisah dalam buku ini hampir seluruhnya memiliki sisi kelam. Namun, sisi-sisi kelam itu sekaligus dapat menjadi sebuah sumber dari pertanyaan apakah hidup yang saat ini kita jalani benar-benar kita ‘hidupi’ atau tidak. Apakah selama ini kita hanya hidup secara badaniah, tapi nurani dan akal kita seringkali hilang arah bahkan ‘mati’.
Penulis: Awi Chin
Penerbit: Buku Mojok
Tahun terbit: 2022
Jumlah halaman: 231 halaman