Visi
Menjadi pilihan utama bagi masyarakat Indonesia untuk mendapatkan berita dan informasi seni, sastra, dan budaya Indonesia secara digital.

Misi
MENYATUKAN informasi karya dan kegiatan dari para pelaku seni, sastra, dan budaya untuk dapat diakses secara digital dengan mudah, Baca Selengkapnya...

Bulan Bahasa dan Sastra Indonesia

Bulan Bahasa dan Sastra Indonesia

Oktober adalah Bulan Bahasa dan Sastra Indonesia. Momen ini sebenarnya berkaitan dengan Hari Sumpah Pemuda yang diperingati pada tanggal 28 Oktober. Pada saat itu juga ditetapkan bahwa bahasa resmi yang digunakan masyarakat yakni bahasa Indonesia.

“Kami Poetra dan Poetri Indonesia Mendjoendjoeng Bahasa Persatoean, Bahasa Indonesia”

Sementara itu, sastrawan Indonesia tidak hanya memiliki pengaruh di bidang bahasa dan sastra saja. Banyak yang juga ikut membantu mengubah keadaan bangsa.

Tidak banyak orang menyadari kehebatan dan kecemerlangan kancah sastra Indonesia yang semarak dengan keragaman budaya, sejarah, dan dinamika bangsa.

Di Bulan Bahasa dan Sastra kali ini mari kita kenali kembali berbagai angkatan sastra Indonesia yang memperkaya dunia sastra kita.

Angkatan Pujangga Lama
Angkatan Pujangga Lama adalah angkatan sastra sebelum 1920. Karya dari angkatan ini ditulis dalam bahasa Melayu atau bahasa lain seperti Arab, Tamil atau Sansekerta. Karya angkatan ini banyak dalam bentuk nasihat, syair, pantun dan hikayat. Tokoh pertama yag menulis di angkatan ini adalah Hamzah Fansuri. Karya Raja Ali Haji yang berjudul Dua Belas merupakan salah satu yang populer.

Angkatan Balai Pustaka
Angkatan Balai Pustaka adalah angkatan yang berkembang pada 1920-an. Balai Pustaka awalnya merupakan sebuah ruang baca yang kemudian menjadi badan penerbit yang didirikan oleh pemerintah Hindia Belanda pada 1908. Pada era ini kedudukan syair dan pantun mulai digantikan dengan munculnya prosa (roman, novel dan cerpen) dan puisi. Dua sastrawan angkatan Balai Pustaka yang popular adalah Abdul Muis dengan karyanya Salah Asuhan dan Marah Rusli dengan karyanya Siti Nurbaya.

Angkatan Pujangga Baru
Angkatan Pujangga Baru lahir dengan mulai terbitnya majalah Poedjangga Baroe pada tahun 1933 yang dipelopori oleh Sutan Takdir Alisjahbana. Angkatan ini muncul sebagai reaksi atas banyaknya sensor yang dilakukan Balai Pustaka terutama pada karya-karya yang mengangkat isu nasionalisme. Di masa ini terdapat dua kelompok sastrawan yaitu:
Kelompok seni untuk seni, dimotori oleh Sanusi Pane dan Tengku Amir Hamzah dan kelompok seni untuk pembangunan masyarakat yang dipelopori Sutan Takdir Alisjahbana, Armijn Pane dan Rustam Efendi.

Angkatan ‘45
Angkatan 45 merupakan angkatan yang paling dikenal dari perjalanan sastra Indonesia. Konsep yang diangkat dalam era angkatan ’45 sendiri adalah Surat Kepercayaan Gelanggang. Maksud dari konsep ini adalah bahwa para sastrawan Angkatan ’45 ingin bebas berkarya sesuai dengan alam kemerdekaan dan hati Nurani. Karya para sastrawan dari angkatan ini menyuarakan suara perjuangan, menyampaikan kritik akan ketidakadilan yang dialami rakyat dalam hal sosial dan politik. Menurut catatan, Angkatan ‘45 merupakan angkatan yang berjuang melalui karya-karya mereka. Tokoh terkenal dari angkatan ini antara lain, Chairil Anwar, Asrul Sani, Rivai Apin, Usmar Ismail dan Pramoediya Ananta Toer.

Angkatan ‘66
Angkatan 66 muncul saat situasi politik Indonesia sedang bergejolak, 1960-1970. Pada saat ini terbit majalah Horison yang dipimpin oleh Mochtar Lubis. Karya-karya pada era ini banyak diterbitkan oleh penerbit Pustaka Jaya. Para sastrawan dari angkatan ini banyak menulis kritik dari situasi politik dan kehidupan sosial masyarakat. Tokoh terkenal dari angkatan ‘66 di antaranya W.S. Rendra, Goenawan Mohamad, Putu Wijaya dan Taufik Ismail.

Angkatan 80
Angkatan ini berkembang pada masa pemerintahan Orde Baru pada 1980. Dunia sastra Indonesia saat itu mendapat pengawasan ketat dari pemerintah. Angkatan 80 banyak membahas romansa dan kisah kehidupan sehari-hari. Dan pada saat itu banyak tokoh sastra perempuan muncul. Di antaranya, Mira Widjaja, Nh. Dini, Marga T. La Rose. Salah satu novel yang sangat popular di era ini adalah Lupus karya Hilman Hariwijaya.

Angkatan Reformasi
Angkatan sastra reformasi merupakan angkatan paling muda dan berkembang setelah era reformasi di tahun 1998 yang merefleksikan keadaan sosial dan politik yang terjadi di 1990-an seiring dengan jatuhnya Orde Baru. Karya sastra di era ini menggunakan bahasa sehari-hari dan berlatar belakang kehidupan modern. Pada era ini juga jumlah sastrawan perempuan yang hadir mengimbangi sastrawan laki-laki. Tokoh terkenal dari angkatan sastra reformasi di antaranya, Ayu Utami, Dewi Lestari, Oka rusmini dan Andrea Hirata.

Tinggalkan Balasan

Your email address will not be published.