CIPTA! KAPITA SELEKTA CIKINI RAYA 73
Dewan kesenian Jakarta pamerkan koleksi arsip dan karya seni rupa sejak tahun 1968 lewat pameran Cipta! Kapita Selekta Cini Raya 73 di TIM.
Dewan kesenian Jakarta melalui Komite Seni Rupa DKJ menggelar Pameran Arsip & Koleksi Seni DKJ bertajuk CIPTA! Kapita Selekta Cikini Raya 73 yang berlangsung dari 18 Juni – 16 Juli 2022 di Galeri Seni Lantai Satu, Gedung Panjang, Taman Ismail Marzuki.
Aidil Usman, Ketua Komite Seni Rupa DKJ, dalam sambutannya saat membuka pameran CIPTA! Kapita Selekta Cikini Raya 73, Sabtu 18 Juni 2022 lalu menyatakan bahwa pameran ini merupakan persembahan Komite Seni Rupa DKJ untuk publik memperlihatkan jejak kesenian dari tahun 1960 hingga 1980-an. Melalui pameran ini masyarakat dapat melihat masa lalu untuk menatap masa depan.
Malam itu, Farah Wardhani, ketua komisi arsip dan koleksi DKJ, juga menyampaikan bahwa pameran ini adalah sebuah upaya pelestarian dan penyelamatan sejarah yang dimiliki oleh DKJ. Menurutnya selain arsip dan koleksi dokumentasi dalam berbagai medium, juga dengan bantuan teknologi saat ini, masih banyak hal yang belum selesai, ada banyak koleksi dan arsip yang harus diselamatkan.
Pameran ini dikurasi oleh dua orang kurator yaitu Esha Tegar Putra dan Ady Nugeraha. Esha Tegar Putra berharap melalui arsip – arsip yang dimulai dari tahun 1968 ini, masyarakat dapat melihat bagaimana mula gagasan berkesenian serta juga bisa mempelajari tata kelola dan pelembagaan kesenian. Berbagai bundelan buku program usang, kaset tape lapuk, kaset video Betamax, foto-foto, surat korespondensi, klipingan, hingga makalah dengan warna kertas yang sudah berbuah kecoklatan tampak menjadi bagian dari pameran.
Di lain pihak, Kurator Ady Nugeraha menjelaskan bahwa Pameran Cipta! Kapita Selekta Cikini raya 73 adalah sebuah pengingat dan penghormatan terhadap kiprah DKJ dalam dunia seni rupa selama ini sekaligus penanda era baru DKJ dan TIM agar dapat meneruskan semangat dan kontribusi para perintisnya pada perkembangan wacana, ekosistem dan diseminasi seni rupa. Namun pameran ini tidak bertendensi menjadi pameran historis maupun bertujuan membaca perkembangan diskursus seni rupa Indonesia secara komperehensif. “Benda-benda koleksi dalam pameran ini ditampilkan dalam sebuah cuplikan yang memperlihatkan bagaimana kebijakan dan cara pandang institusi publik milik warga jakarta ini terhadap senirupa direfleksikan dalam spektrum karya dan arsipnya sekaligus mengilustrasikan dinamika yang terjadi di medan seni rupa Indonesia selama periode transisi dan seni rupa moderen menuju kontemporer”, ujarnya.

Sumber foto : Ferry Irawan
Pameran Cipta! Kapita Selekta Cikini Raya 73 menampilan pameran lukisan dan grafis DKJ serta arsip poster bahkan audio berbagai kegiatan yang diselenggarakan di TIM dari tahun 1960-an hingga akhir 1980-an dan dipresentasikan dalam beberapa ruangan yang dikelompokkan dalam beberapa koleksi seni rupa dan arsip DKJ berdasarkan gaya, subyek, medium serta konteksnya dalam seni rupa Indonesia.
Seni yang Baru
Peristiwa Desember hitam 1974 yang merupakan bentuk protes perupa muda terhadap hasil pemenang Pameran Seni Lukis Indonesia di TIM , kemudian diakomodir oleh DKJ saat itu dengan mengadakan Pameran Seni Rupa baru Indonesia tahun 1975 yang memamerkan karya 11 perupa muda dari Jakarta, Bandung, dan Yogyakarta. Kelompok ini kemudian akrab disebut sebagai Gerakan Seni Rupa Baru Indonesia ( GSRBI), gerakan ini menjadi tonggak penting perkembangan seni rupa kontemporer Indonesia.
Seni Grafis
Seni grafis berkembang cepat sejak decade 1970-an. Pertumbuhan media massa dan periklanan di Indonesia juga turut andil dalam masuknya budaya populer seperti musik, majalah, komik dan film internasional yang memperkaya khazanah visual para perupa.
Seni Rupa Abstrak
Seni rupa abstrak Indonesia indentik dengan mazhab Bandung, sekelompok perupa yang mengenyam pendidikan Seni Rupa di ITB, tetapi pada perkembangannya muncul juga perupa abstrak asal jakarta dan Yogyakarta. Kritikus Sanento Yuliman menyebutnya dengan istilah Lirisisme, yaitu karya seni rupa abstrak yang dibuat sebagai ungkapan emosi dan perasaan perupa dalam mengalami dunia.
Nashar
Perupa asal Pariaman, Sumatera Barat, yang menjadi tokoh dalam perkembangan DKJ dan Seni Rupa di Jakarta. Tahun 1940-an ia merantau ke Jakarta kemudian pindah ke Yogyakarta dan belajar kepada perupa S. Sudjojono. Selama masa revolusi ia bergabung dalam kelompok seniman Indonesia muda.
Tahun 1949 ia kembali ke Jakarta dan bergabung dalam kelompok Gabungan Pelukis Indonesia. Ia mengajar di Lembaga pendidikan kesenian Jakarta ( kini IKJ) dan menjadi anggota DKJ tahun 1973- 1976 serta menjabat sebagai Ketua Komite Seni Rupa DKJ tahun 1982-1984. Ia dikenal sebagai pelukis dengan prinsip 3 non, non estetik, non konsep dan non teknik. Ia mendeskripsikan ‘Non’ sebagai bentuk ketiadaan bentuk prakonsepsi dalam karya-karyanya yang menekankan kebebasan artistik dalam proses berkarya.
Nashar adalah seorang pelukis yang lebih tertarik mengekspresikan emosi dan hatinya melalui sapuan dan coretan kuas. Baginya yang terpenting adalah ada atau tidaknya dirinya dalam lukisan-lukisan yang ia ciptakan.

Pameran CIPTA! Kapita Selekta Cikini Raya 73 ini juga disandingkan dengan Pameran Mural berjudul Transendence oleh Mahavisual yang menyajikan tulisan kutipan-kutipan tokoh mengenai kesenian dan budaya dalam ukuran besar di sisi-sisi tembok Galeri Annex dengan latar belakang tembok berwarna-warni mencolok, tepat di sebelah Galeri Seni Lantai Satu, Taman Ismail Marzuki.