Dimensi Spiritualitas dan Religiusitas Nusantara Dalam Ragam Karya Seni
Pameran Kedua Artina Sarinah: Matrajiva
Pameran seni kontemporer artina (art: seni; ina: Indonesia) edisi kedua telah dibuka beberapa waktu yang lalu di Lantai 6 Gedung Sarinah, Jakarta Pusat. Kali ini artina mengusung tema matrajiva (matra: dimensi; jiva: spirit/ruh). Pameran kali ini fokus pada beragam ekspresi artistik yang merepresentasikan berbagai dimensi spiritualitas maupun religiusitas dalam kehidupan masyarakat Nusantara.
Sebanyak 22 seniman individual dan kolektif lintas disiplin turut berpartisipasi pada pameran artina•Sarinah #2, menampilkan puluhan karya dalam wujud dan dimensi yang beragam. Mereka adalah: A. D. Pirous, Monica Hapsari, Agnes Christina, Nadiah Bamadhaj, Agung Kurniawan, Natasha Tontey, Agus Suwage, Ni Nyoman Sani, Ahmad Sadali, Nyoman Nuarta, Arahmaiani dan Riar Rizald. Lalu ada Asmara Wreksono, Riri Reza & Mira Lesmana, Edward Hutabarat, Rubi Roesli, Gregorius Sidharta Soegijo, Samuel Indratma, I Made Somadita, Widayat, Lintang Raditya dan Yori Antar & Rumah Asuh.
Dalam acara seremoni pembukaan artina•Sarinah #2: matrajiva, 3 Maret 2023, hadir Hilmar Farid, Direktur Jenderal Kebudayaan, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbud Ristek).
Fetty Kwartati, Direktur Utama Sarinah, dalam sambutannya mengatkan bahwa sejak diluncurkan, hingga saat ini, kehadiran artina di Sarinah mendapat respon yang sangat positif dari para seniman, pelaku industri kreatif, terlebih lagi masyarakat. Transformasi Sarinah sebagai panggung karya Indonesia, tidak hanya menjadikan tempat ini sebagai destinasi belanja, tetapi juga menjadi destinasi wisata.
Menurut Heri Pemad, Inisiator dan Direktur Artistik artina, tema kali ini, matrajiva, terinspirasi dari keragaman budaya Nusantara yang sarat akan nilai-nilai spiritual. Pameran ini diarahkan oleh dua Kurator, yaitu Agung Hujatnika dan Bob Edrian. Dalam proses kurasi keduanya mempertimbangkan berbagai aspek dengan cermat untuk menampilkan bagaimana spiritualitas dan religiusitas menyatu dengan nilai-nilai moral, dalam kebudayaan dan kesenian di Indonesia.
Gelaran dengan beragam bentuk seni rupa ini dibagi dalam ruang yang menjadi alur bagi pengunjung. Diawali oleh karya Edward Hutabarat yang menampilkan beragam karya interior dan kerajinan menarik dari Sumbawa dan Bima, Nusa Tenggara Barat. Mulai dari pakaian, meja kursi, foto-foto, hingga tas dari cangkang mutiara dan kandang burung. Seakan ruang ini merupakan gerbang untuk pengunjung mengeksplorasi karya seni rupa lainnya.
Kemudian pameran masuk lebih ke dalam dengan pencahayaan yang lebih gelap dan remang-remang bernuansa spiritual. Diawali oleh Karya Yori Antar dan Rumah Asuh yang menghadirkan karya arsitektur dan kriya dari suku Baduy Banten yang mewakili nuansa alam. Dilanjutkan dengan suasana magis dari Gunung Merapi (Lintang Radittya : Theorama Pedophony Meru Suara), Batu Ajaib dari Minahasa (Natasha Tontey : Wa Anak Witu Watu) hingga tokoh Calon Arang ( Nadia Bamadhaj : The Reckoning) yang dilengkapi dengan video art dengan adegan para abdi dalem yang menggambarkan pria Jawa yang mundur teratur sambil berjongkok menambah suasana menjadi mencekam. Ditambah lagi dengan instalasi karya Monica Hapsari : Pitarah ( leluhur) yang menghadirkan batu dan pasir dan pernik lainnya yang menghadirkan batuan yang ditata kemudian dapat dipukul-pukul dengan batu yang pipih untuk menghasilkan bunyi-bunyian dengan nada-nada tertentu sehingga menghasilkan dialog antara manusia dan alam dalam suasana religi spiritual.
Berikut alur pameran masuk ke ruangan Ir. Soekarno. Di sini terdapat berbagai karya perupa senior dari Agus Suwage, AD Pirous, Gregorius Sidharta Soegijo dan lainnya. Karya-karya ini menampilkan perenungan spiritual dari kehidupan pribadi hingga bagaimana para seniman memandang masyarakat, bangsa hingga ke-Tuhanan. Keheningan semakin terasa dengan kehadiran lukisan karya Widayat : Primitive Symbol dari Tahun 1969 dan video art karya Samuel Indratma : Lostang Extended yang menampilkan animasi wayang bernuansa gelap menceritakan perjalanan sorang laki-laki melewati berbagai rintangan di hutan hingga mencapai puncak gunung.
Alur pameran kemudian masuk kembali ke nuansa gelap. Ada karya bersama Mira Lesmana dan Riri Riza yang mengajak 7 orang aktris dan aktor (Nicholas Saputra, Ine Febriyanti, Lukman Sardi, Happy Salma, Reza Rahardian, Jerome Kurnia, dan Christine Hakim) berkolaborasi dengan 7 seniman tanah air ( Iwan Effendi, Angki Puwandono, Ria Papermoon, Tromarama, Rachmat Hidayat Mustamin, Nani Puspasari, dan Ruth Marbun) untuk menginterpretasikan 7 puisi Chairil Anwar dalam berbagai bentuk seni rupa berupa 4 video art yang di mana di dalamnya mengandung unsur drama, lukisan, animasi, seni patung hingga musik. Namun sayangnya, tulisan keterangan karya seperti tidak terperhatikan akibat pencahayaan yang minim, sehingga kurang terbaca dan menghambat pemahaman pengunjung atas karya yang ditampilkan.
Suasana kembali terang diantar oleh karya Arahmaiani : Memory of Nature, sebuah instalasi yang menghadirkan unsur tanah dan biji -bijian. Di koridor tengah ada karya lukisan I Made Somadita dan Agnes Christina yang menampikan karya lukisan unik menggunakan pita putih di atas kanvas dan benang katun di atas kain transparan. Di sisi dalam, ada karya Roebi Rusli : Asal yang menyajikan bentuk-bentuk rumah adat di atas peta pulau-pulau besar Indonesia dan karya Ni Nyoman Sani : Space yang menampilkan lukisan melalui titik-titik cat acrylic putih di atas kanvas yang menghadirkan nuansa keheningan dalam suasana perayaan Nyepi di Bali.
Pameran diakhiri oleh karya interaktif karya Asmara Wreksono : Nona-nona yang menyajikan karya lukisan karakter beragam manusia dalam bentuk kartun yang gambar pakaiannya dapat diganti-ganti oleh pengunjung.
Sebagai sebuah festival seni kontemporer, artina memberikan ruang bagi berbagai bentuk praktik dan pemaknaan seni kontemporer lintas disiplin, termasuk seni pertunjukan. Tak hanya itu, dalam penyelenggaraannya, artina juga menghadirkan sejumlah program seperti edutainment tour untuk pelajar, mahasiswa, korporasi, dan wisatawan domestik serta mancanegara, gelar wicara bersama seniman, serta loka karya seni yang terbuka untuk umum.
Artina•Sarinah #2: Matrajiva berlangsung mulai 4 Maret – 31 Mei 2023, dari jam 10.00 – 22.00. Selama periode pameran, publik juga dapat mengikuti sejumlah program seperti kuratorial tur, gelar wicara seniman, dan lokakarya. Tiket dapat dibeli melalui loket.com atau secara langsung di lokasi pameran.
Sumber foto: Ferry Irawan