Dramaturgi Anonim-anonim
Novel ini berkisah tentang banyak tokoh dan rupa-rupa kejadian dalam kehidupan yang mungkin kita kira hanya bisa ditemukan dalam dongeng. Di antaranya, kaum penyihir bernama Brajo Batubintang dan penerusnya Brajo Batuhitam yang suka memotong kaki-kaki hewan berkaki empat. Lalu ada Kaum Haret yang sibuk mencari siapa tuhan mereka sesungguhnya. Ada pula seorang pendekar laki-laki bernama Tagak Sikandung Batin yang begitu bangganya memiliki tongkat sakti. Ia dapat dengan mudah mengungkapkan kemarahan dan kesenangannya melalui tongkat yang bisa berubah wujud menjadi ular itu. Ia juga sempat menikahi ikan paus. Di tempat yang lain, ada seorang perempuan bernama Suzan Meralyevna, perempuan yang disukai oleh Sultan Hayinam karena bertubuh besar. Sayangnya Sultan Hayinam membunuhnya dan suaminya, si Budak Tunjuk. Ada pula Yavuz seorang laki-laki yang gemar mengintip perempuan-perempuan lain yang di satu sisi diam-diam menyukai Suzan Meralyevna. Yavuz sempat memiliki harapan pada Tuan Tinggi, anak Suzan dan Budak Tunjuk, supaya ia bisa menghabisi Sultan Hayinam. Kisah-kisah mereka itu dituliskan dengan mengalir dan seru.
Saat pertama membaca beberapa halaman awal novel ini, muncul kesan bahwa ini adalah novel yang unik. Kisah-kisah dalam novel ini seperti kisah-kisah tentang cerita rakyat. Pembaca diajak memasuki ruang imaji tentang tiga tempat utama, seperti Turki, Jambi, dan Selat Malaka. Nama-nama tokoh yang jarang terdengar di masa kini serta alur cerita yang dibangun oleh penulis juga membuka ruang imajinasi tentang suasana dan kapan kisah ini terjadi sekaligus bagaimana sebenarnya hubungan antar satu tokoh dengan tokoh lainnya dalam novel ini. Lantak La berisi potongan-potongan kisah masing-masing tokoh. Alurnya tidak runut sehingga membutuhkan perhatian lebih saat membaca tiap halamannya. Halaman demi halaman diisi dengan sudut pandang yang berbeda. Ia dibuka dengan pengenalan kaum penyihir lalu melompat ke kisah-kisah Tagak Sikandung Batin yang melampiaskan kemarahan pada istrinya lalu mengutuknya sampai pada akhirnya dia bertarung dengan penyihir dan berhadapan dengan Tuan Tinggi. Di sela-sela itu ada kisah tentang orang-orang Nambuk Kubo yang merugi karena lingkungan mereka lama-lama tercemar tumpukan bangkai hewan-hewan berkaki empat yang sudah dihabisi oleh penyihir. Mendekati akhir cerita, perjalanan Tuan Tinggi mendapat porsi yang cukup intens. Ia pun berubah nama menjadi Tuan Padam. Akhir kisah novel ini dapat dikatakan tak terduga. Tokoh yang di awal tak pernah disinggung justru muncul menjelang akhir cerita dan menentukan bagaimana kisah ini berakhir.
Meskipun alurnya melompat-lompat seperti demikian, kisah-kisah tiap tokoh dituliskan dengan menarik. Penggambaran tokoh dituliskan dengan cukup deskriptif. Di samping itu karakter tiap-tiap tokoh dibangun dengan baik melalui cara mereka mengambil tindakan dan berinteraksi dengan tokoh lainnya. Dalam novel ini, cara penulis membangun karakter tokoh-tokoh yang ada semakin menghidupkan ceritanya. Membaca Lantak La juga seolah-olah sedang menonton kisah laga yang penuh dengan petualangan, hal-hal mistis di luar nalar, dan juga pertarungan antartokohnya. Penulis meramu adegan-adegan yang diperankan tiap tokoh dengan rinci. Hal itu membuat novel terasa dinamis dan tak membosankan untuk dibaca dari awal hingga akhir. Selain itu membuat pembaca merasa tak perlu terburu-buru menamatkannya.
Lantak La akan mengingatkan pengalaman kita saat membaca kisah-kisah rakyat yang penuh makna dan pesan bagi kehidupan. Lantak La adalah peraih Juara III Sayembara Novel Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) tahun 2021. Novel setebal 127 halaman ini sangat layak dibaca. Tidak hanya kisahnya yang dituliskan dengan cakap dan membuka banyak ruang imajinasi, tapi juga karena keunikannya.
Penulis: Beri Hanna
Penerbit: baNANA Publishing
Tahun terbit: 2023
Jumlah halaman: 127