Indonesian Dance Festival 2022
Merajut Pertukaran Rasa Dalam Berkesenian Lewat
Festival Tari Bertaraf Internasional
Indonesian Dance Festival (IDF) sebagai kegiatan tari dua tahunan, kembali digelar pada tanggal 22-28 Oktober 2022 di Taman Ismail Marzuki dan Komunitas Salihara Arts Center. Rangkaian program IDF 2022 mengambil tema RASA: Beyond Bodies, yang dimaksudkan sebagai sebuah usaha untuk merayakan keberagaman ‘rasa’ dalam berbagai karya seni tari dan menjadi rasa baru dalam konteks sosial-budaya.
Tahun 2022 ini IDF genap berusia 30 tahun sebagai institusi dan menandai perhelatannya yang ke-16. IDF pertama kali diadakan pada 1992 oleh Maria Darmaningsih, Melina Surya Dewi, Nungki Kusumastuti, Sal Murgiyanto, serta beberapa tokoh tari lainnya yang memiliki visi untuk menjadikannya sebuah platform tumbuh kembang bagi koreografer muda Indonesia.
Konsistensi IDF menjadikannya bukan hanya sebagai festival tari terlanggeng di Asia Tenggara, namun juga sebuah ajang festival yang ditunggu oleh komunitas tari internasional sebagai tolak ukur perkembangan seni tari kontemporer di Indonesia dan Asia.
Malam pembukaan diadakan di Teater Besar Jakarta, pada Sabtu malam 22 Oktober 2022 lalu, diresmikan oleh Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Uno, didampingi Hilmar Farid, Dirjen Kebudayaan Kemendikbud Ristek, dan Kepala Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Andika Permata.
Kepanitiaan
Dalam usia 30 tahun, IDF telah menjalani proses regenerasi dalam tim kerja IDF. Tiga dari pendiri IDF – Maria Darmaningsih, Melina Surya Dewi, dan Nungki Kusumastuti – kini berperan dalam komite pengarah. Tim kerja festival dipimpin oleh Ratri Anindyajati, yang pada edisi 2020 menjabat sebagai manajer program, dan kini memegang posisi direktur. Sebagian besar anggota tim kerja festival direkrut melalui panggilan terbuka, dan diisi oleh para pekerja kreatif dari berbagai latar belakang yang disatukan dalam aspirasi untuk berkecimpung dalam manajemen seni.
Ratri Anindyajati, Direktur IDF, menyampaikan bahwa edisi festival tahun 2022 ini merupakan sebuah apresiasi untuk para pendiri festival yang sudah 30 tahun menjalankan misi IDF sebagai platform berkarya, bertumbuh, dan tampil untuk koreografer Indonesia, terutama mereka yang sedang mengembangkan karier dalam seni pertunjukan.
“IDF 2022 juga ikut merayakan kembalinya seni pertunjukkan ke panggung fisik dan menyambut wajah baru Taman Ismail Marzuki sebagai rumah IDF sejak awal berdiri”, ujar Ratri.
Proses Kurasi
Seluruh program festival dirancang oleh tim kurator yang dipimpin oleh Linda Mayasari (Yogyakarta) sebagai house curator, serta empat kurator independen yaitu Arco Renz (Belgia/Jerman), Hartati (Jakarta), Nia Agustina (Yogyakarta), River Lin (Taiwan/Prancis), dan didampingi oleh Sal Murgiyanto (Yogyakarta) sebagai penasihat kuratorial.
Linda Mayasari, House Curator, menjelaskan bagaimana tim kurator bersama direktur dan komite pengarah menghasilkan tema Rasa : Beyond Bodies.
Rasa pada dasarnya tidak hanya soal pengalaman ragawi seperti manis dan pahit, dan juga tidak hanya soal rasa yang berbasis psikologis seperti rasa bahagia dan sedih. Tetapi juga merupakan gambaran pengalaman spiritual dan batiniah.
Di jaman sekarang, rasa sering disalahpahami, dinomorduakan bahkan disingkirkan dalam cara kita menatap dunia, padahal rasa bisa menjadi oase dari upaya resistensi atau perlawan terhadap sistem yang sudah mapan.
Rasa tidak hanya dipakai dalam praktik memaknai pengalaman artisitik dan estetik, tetapi juga dipakai dalam memaknai pengalaman sosial.
Rasa bisa menjadi kacamata, melihat pengalaman praktik seni kita, pengalaman estetik, dimana seni beresonansi dengan praktik dinamika sosial dan berpartisipasi dalam kehidupan demokrasi kita.
Di masa pandemi kemarin kita mengalami bagaimana hubungan antar tubuh dan manusia, bagaimana tubuh diperlakukan, tubuh diatur dan dicurigai, kemudian tubuh didayakan kembali.
“Festival kali ini mengajak kita untuk menilik ulang bagaimana menghadapi hal baru setelah new normal, bagaimana kita menghadapi situasi kedepan yang akan kita jalani bersama, “ kata Linda.
“Kami telah melewati proses panjang dan melibatkan beberapa ahli dalam menggodok tema festival. Kami berharap program-program yang dihadirkan IDF dapat melahirkan ‘rasa-rasa baru’ dari pertemuan, dialog, dan pertukaran yang terjadi selama festival”, tambah Linda lagi.
Kegiatan
IDF edisi 2022, yang merupakan perayaan 30 tahun perjalanan festival ini, akan menampilkan 7 pertunjukan Malam, 6 pertunjukan Kampana, 8 Workshop, 4 Bincang Tari, juga pameran arsip Vasana Tari IDF bertajuk Hantu Koreografi: Membaca Tubuh Tari, Identitas, Ruang di Sepanjang Perjalanan 30 Tahun IDF.
Beberapa seniman yang akan menampilkan karya mereka dalam program Pertunjukan Malam adalah Hari Ghulur (Surabaya/Madura), Angela Goh (Australia), Pichet Klunchun Dance Company (Thailand), dan Mella Jaarsma (Yogyakarta/Belanda). Dalam pertunjukan Kampana, 6 seniman yang telah berproses kreatif bersama tim kurator IDF sejak Mei lalu akan menampilkan karya mereka, termasuk M. Safrizal (DekJall, Aceh Besar), Eka Wahyuni (Berau/Yogyakarta), dan Jared Luna (Filipina).
Program Kampana adalah program laboratorium karya untuk para seniman muda untuk melakukan penelitian artistik karya mereka yang kemudian dipresentasikan dalam gelaran IDF. Kali ini seniman mudah yang terpilh adalah Eka Wahyuni ( Berau/ Yogyakarta), M.Safrizal / Dekjall (Aceh), Maharani Pane (Jakarta), Leu Wijee (Palu) Mio Ishida (Jepang), Jared Luna (Filipina), Kornkarn Rungsawang (Thailand).
Untuk memperlengkapi praktisi dan pencinta tari dengan kemampuan yang relevan, 8 kelas Workshop dihadirkan. Beberapa di antaranya adalah pelatihan teknik bernapas untuk penari bersama Arco Renz (koreografer dan dramaturg dari Belgia/Jerman), sistem kontrol otot melalui Pilates bersama Ajeng Soelaeman (penari dan pengajar Stott Pilates asal Jakarta), juga olah tubuh bersama Siko Setyanto (penari dan koreografer yang tinggal di Jakarta).
Seri Bincang Tari (talkshow) terbuka untuk publik, dan dirancang untuk memberikan wawasan seputar praktik dan industri tari kontemporer. Dalam kolaborasi dengan Goethe-Institut Indonesian, curator IDF Nia Agustina akan bergabung dengan Mandeep Raikhy (India) dari proyek Invisible Dance, Arsita Iswardhani (Teater Garasi), dan Katarina Kucher (Jerman, ko-direktur Internationale Tanzmesse NRW 2021) untuk membahas platform laboratorium seni. Sedangkan dalam kerja sama dengan ROH, akan diadakan diskusi dengan seniman Mella Jaarsma seputar riset artistik dalam praktik seniman.
Pameran
Untuk mengajak audiens mengenal sejarah tiga dekade IDF, House Curator Linda Mayasari berkolaborasi dengan Ikesh Olopolo dan Dhita Saptodewo sebagai ko-kurator dan koordinator pameran arsip dalam pameran arsip Vasana Tari bertajuk Hantu Koreografi: Membaca Tubuh Tari, Identitas, Ruang di Sepanjang Perjalanan 30 Tahun IDF yang dapat dikunjungi setiap hari sepanjang periode festival. Pameran ini menawarkan sudut pandang untuk membaca peran IDF bukan hanya sebagai pendukung produksi karya tari, tetapi situs wacana untuk membaca sebagian sejarah tari Indonesia.
Lifetime Achievement Award
Dua tokoh tari Indonesia – Marzuki Hasan dan alm. Nurdin Daud – dianugerahi Lifetime Achievement Award atas kontribusi mereka merevolusi tari tradisional Aceh dan menampilkannya di berbagai belahan dunia selama lebih dari 50 tahun, termasuk American Dance Festival 1984.
Seremoni penyerahan Lifetime Achievement Award diadakan pada Malam Pembukaan IDF 2022, penghargaan disimbolkan dengan piala yang dibuat khusus oleh seniman patung Dolorosa Sinaga.
Untuk dapat menonton dan mengikuti program-program festival, masyarakat dapat memesan tempat melalui Loket.com dan Gotix. Selain itu demi mendekatkan festival pada publik, IDF menyediakan akses khusus pelajar usia 14-23 tahun. Beberapa program festival dapat diakses secara gratis, termasuk yaitu Bincang Tari dan pameran arsip Vasana Tari.
Sumber Foto: Kitapoleng/IDF
Ferry Irawan