Melihat Kembali Karya Hendra Gunawan, Pengantin Revolusi
Hendra Gunawan adalah salah satu pelukis legendaris Indonesia. Ia lahir di Bandung pada 11 Juni 1918 dari seorang ibu bernama Raden Odah Telaningsih yang berasal dari desa Jelekong, Malajaya, Jawa Barat. Ayahnya, Raden Prawiradilaga, bekerja di perusahaan kereta Api. Ibunya merupakan sumber inspirasi yang besar bagi Hendra. Ia seorang perempuan yang kuat dan berani. Kedua orang tuanya kemudian bercerai. Ayahnya menikah lagi dengan seorang perempuan Indo-Belanda, Anna. Hendra menyebut rumah ayahnya dan Anna sebagai ‘rumah petualangannya’. Setelah SMP pada 1935, Hendra memutuskan untuk menjadi seniman dan masuk sekolah seni dan belajar pada Abdullah Soerio Soebroto, seorang seniman patung yang belajar di Belanda.
Hendra Gunawan adalah salah satu pelukis legendaris Indonesia. Ia lahir di Bandung pada 11 Juni 1918 dari seorang ibu bernama Raden Odah Telaningsih yang berasal dari desa Jelekong, Malajaya, Jawa Barat. Ayahnya, Raden Prawiradilaga, bekerja di perusahaan kereta Api. Ibunya merupakan sumber inspirasi yang besar bagi Hendra. Ia seorang perempuan yang kuat dan berani. Kedua orang tuanya kemudian bercerai. Ayahnya menikah lagi dengan seorang perempuan Indo-Belanda, Anna. Hendra menyebut rumah ayahnya dan Anna sebagai ‘rumah petualangannya’. Setelah SMP pada 1935, Hendra memutuskan untuk menjadi seniman dan masuk sekolah seni dan belajar pada Abdullah Soerio Soebroto, seorang seniman patung yang belajar di Belanda.
Saat Hindia Belanda menyerah pada Jepang, Hendra bergabung dengan Tentara Pelajar Poetra (Poesat Tenaga Rakjat) yang dipimpin oleh Ir. Soekarno, Muhammad Hatta dan Ki Hajar Dewantara. Meskipun aktif berjuang, ia tidak pernah melupakan kegiatan melukisnya. Setelah Jepang kalah, Belanda kembali ingin menjajah Indonesia. Hendra kembali bergerilya. Pengalamannya di medan perang telah memberinya banyak inspirasi. Maka lahirlah karya-karya masterpiece. Salah satunya yang paling terkenal adalah Pengantin Revolusi dengan ukuran yang besar, tema yang menarik dan warna yang menggugah semangat juang. Ia banyak menghasilkan lukisan yang menceritakan perjuangan rakyat Indonesia saat revolusi fisik melawan Belanda.
Lukisan Pengantin Revolusi karya Hendra Gunawan ini dilukis pada 1955 dan merupakan salah satu karya terbaiknya yang mengangkat tema revolusi. Sketsa lukisan dibuat dari 1945 dan terinspirasi dari peristiwa nyata yang dilihat langsung oleh Hendra di suatu tempat di Karawang, Jawa Barat. Lukisan itu menggambarkan pengantin perempuan dan laki-laki yang berasal kalangan orang biasa, tapi dengan kostum pernikahan mereka yang tidak biasa. Jaket pengantin laki-laki adalah jaket tantara, sedangkan pengantin perempuan tampak dalam balutan kostum penari topeng Betawi yang konon ia pinjam. Pengantin laki-laki mendorong sepeda dan pengantin perempuan duduk di atas rangka besinya. Pasangan pengantin ini diikuti oleh arak-arakan sekelompok orang dan pemain tanjidor. Kejadian ini menjadi pusat perhatian di antara para pejuang, termasuk Hendra Gunawan sendiri.
Pengantin Revolusi menjadi karya master piece Hendra Guawan yang merepresentasikan spirit nasionalisme perjuangan rakyat dalam merebut kemerdekaan Republik Indonesia. Karya ini pernah dibuang dan dipotong saat penggerebekan masa di rumah Hendra Gunawan pada 1965 karena sang pelukis ditengarai sebagai tokoh Lembaga Kebudayaan Rakyat (Lekra) yang berafiliasi dengan PKI. Lukisan yang tadinya akan dibawa lari untuk diselamatkan, direbut oleh masa lalu dipotong dan dibuang ke jalan. Untunglah lukisan tersebut diselamatkan oleh seorang temannya dan kemudian direstorasi oleh putra tertua Hendra, Tresna Suryawan, dan disimpan oleh Yayasan Mitra Budaya untuk dipelihara dan dihibahkan ke Museum Keramik dan Seni Rupa Fatahillah di Kota Tua, Jakarta. Lukisan Pengantin Revolusi hadir pertama kali di hadapan publik di Hotel Des Indes, Jakarta pada 1957. Dan setelah melalui perjalanan panjang yang pahit, lukisan karya maestro Hendra Gunawan ini akhirnya ditetapkan oleh Medikbudristek sebagai benda Cagar Budaya Nasional pada Oktober 2022.
Hendra Gunawan memiliki ciri khas yang unik. Obyek yang ditampilkan dalam karya-karyanya sangat tidak umum dan penggunaan warna-warnanya selalu menarik. Ketika menampilkan obyek figur manusia, terutama perempuan, ia cenderung melakukan deformasi bentuk, dan ini memperkuat pengungkapan ekspresinya. Penampilan perempuan yang tidak biasa ada di beberapa bagian, seperti leher, pinggang, dan kaki. Ini menjadi ciri khasnya. Misalnya, ekspresi melalui bibir yang dower dan maju ke depan, bagian jari kaki dan jari tangan yang menyebar merdeka.
Setelah keluar dari Lembaga Pemasyarakatan Kebun Waru, Bandung, pada 1978, Hendra tinggal di Ubud, Bali. Ia kembali berpameran dan menulis puisi. Sahabat penyair Chairil Anwar ini meninggal dunia di RSU Sanglah, Denpasar, pada 1983 dan dimakamkan di Purwakarta, Jawa Barat.
Sumber Foto: PPID DKI Jakarta