Museum Gastronomi Indonesia, Membangun Kekuatan Gastrodiplomasi
Nusantara yang terbentang dari di sepanjang garis khatulistiwa, dari Sabang hingga Merauke, dari Miangas hingga Pulau Rote, menjadi rumah bagi kekayaan budaya yang luar biasa dengan potensi yang masih sangat bisa dikembangkan.
Salah satu potensi budaya tersebut adalah khasanah gastronomi Indonesia. Dengan varian dan keragaman yang amat luas, keseluruhan bahan, proses, hingga penyajiannya, kuliner Indonesia merupakan salah satu yang paling variatif di dunia.
Tidak heran, karena sejak dahulu, nusantara telah mengembangkan beribu-ribu jenis makanan yang seiring waktu turut membentuk kearifan lokal di masing-masing daerah tempat makanan itu berkembang.
Menurut Ketua Umum Indonesian Gastronomy Community (IGC) Ria Musiawan, riset dan usaha-usaha pengembangan serta mempromosikan kekayaan gastronomi Indonesia, baik secara domestik maupun internasional perlu didorong untuk memperkuat diplomasi kebudayaan Indonesia melalui gastrodiplomasi.
Selain sebagai salah satu elemen kekayaan budaya, kekuatan gastronomi Indonesia mesti terus menjadi bagian dari strategi diplomasi untuk mempererat hubungan antara bangsa kita dengan bangsa-bangsa lain di dunia.
“Gastrodiplomasi mengombinasikan diplomasi kuliner dan diplomasi budaya yang pada gilirannya mengedepankan kekayaan alam dan budaya yang melatarinya. Melalui gastro-diplomasi, diharapkan terjadi peningkatan public awareness mengenai kekayaan kuliner dan budaya tidak hanya kepada publik internasional tetapi juga kepada publik domestik untuk menciptakan nation brand yang positif serta dapat meningkatkan citra negara di kancah internasional,” demikian disampaikan Ria Musiawan kepada Kultural.id
Saat ini, menurut Ria Musiawan, pemerintah Indonesia sedang gencar mengembangkan penguatan soft power melalui ragam dan kekayaan pangan dalam rangkaian gastrodiplomasi melalui tema Indonesia Spice Up The World.
Langkah yang dilakukan dalam menjalankan misi memperkenalkan makanan Indonesia ke mancanegara ini adalah dengan mempromosikan rempah-rempah Indonesia yang sudah jadi ke beberapa negara terutama di Afrika, Australia, dan negara potensial lainnya.
“Tujuannya untuk mempermudah mengenalkan masakan Indonesia dengan bumbu yang sudah jadi, sehingga rasanya akan tetap seperti aslinya tanpa harus kesulitan mendapatkan jenis rempah yang mungkin tidak ada di negara-negara tersebut,” ujarnya.
Menurut Ria Musiawan, pemerintah juga telah menentukan 5 ikon makanan untuk mewakili kuliner Indonesia dalam program ini yaitu Rendang, Soto, Nasi Goreng, Sate, dan Gado-gado.
IGC yang diketuai Ria Musiawan merupakan sebuah komunitas nirlaba yang diisi oleh para pecinta makanan Indonesia dengan beragam latar belakang. Program-program dan kegiatan yang diusung oleh IGC berkonsentrasi pada informasi tentang cerita, sejarah, asal-usul, proses akulturasi budaya, dan segala hal yang terkait dengan berbagai masakan yang dihidangkan dan dikonsumsi sehari-hari, dari masa ke masa, di berbagai tempat di nusantara.
IGC diinisiasi untuk mendorong kepedulian dan preservasi serta mempromosikan makanan-makanan khas nusantara, yang merupakan bentuk dukungan terhadap gastrodiplomasi dan gastrowisata yang sedang dikembangkan oleh pemerintah.
Belum lama ini, IGC baru saja menggelar sebuah program yang bernama Gastronosia, yang melakukan upaya merekonstruksi kejayaan gastronomi nusantara di masa lampau.
Gastronosia diawali dengan melakukan interpretasi ragam kuliner yang terdapat dalam relief candi dan prasasti di Borobudur, Prambanan, dan candi sekitarnya yang telah ada pada abad VIII-X.
“Kegiatan pertama kami dilakukan di Prambanan pada bulan April 2021 dengan merekonstruksi makanan a la para raja di masa yang lalu. Kemudian, di bulan Oktober 2021, kami menyempurnakan sajian makanan yang disertai dengan menyusun storytelling yang menunjukkan asal-usul makanan tersebut dan pemanfaatannya,” demikian dijelaskan oleh Ria Musiawan.
Borobudur, lanjutnya, sebagai salah satu destinasi dunia telah dikenal dengan keindahan dan kemegahannya tetapi belum dikenal dari sudut makanannya. Hal ini akan mendukung upaya meningkatkan potensi wisata, di mana orang tidak hanya memandang Borobudur tetapi juga menghargai makna yang muncul pada relief-reliefnya, termasuk jenis-jenis makanan yang tercatat di sana.
“Kami berharap, program ini akan berlanjut dengan penggalian lebih dalam terhadap sejarah gastronomi dalam kebudayaan nusantara lainnya, yang akan memberikan edukasi serta informasi positif bagi para penikmat gastronomi serta pemerhati budaya dan sejarah nusantara,” paparnya.
Tidak hanya itu, sebagai sebuah persembahan IGC untuk merayakan keberagaman dan kekayaan khasanah gastronomi Indonesia, telah diluncurkan Museum Gastronomi Indonesia (MGI) pada 17 Juni 2021 yang lalu.
Menurut Ria Musiawan, inisiasi pendirian MGI telah dilakukan setidaknya selama satu tahun dengan melibatkan sejumlah pakar, akademisi serta profesional dari berbagai multidisiplin ilmu; tata boga, pengolahan pangan, gizi, hingga teknologi kreatif.
MGI merupakan sebuah wahana virtual yang menyajikan infografis, video, serta artefak tiga dimensi (3D) dengan konsep intuitif dan sarat informasi.
Secara bertahap dan organik, MGI akan terus dibangun dan dikembangkan. Wahana virtual ini juga akan dimanfaatkan sebagai marketplace bagi industri Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) penghasil bumbu dan makanan khas nusantara, juga kerajinan dari berbagai daerah dengan orientasi yang ditujukan untuk pasar dunia.
Misi penting yang diemban oleh Museum Gastronomi Indonesia, seperti yang dipaparkan oleh Ria Musiawan, adalah mempublikasikan sejarah dan perkembangan gastronomi Indonesia secara menyeluruh.
“MGI kita sediakan sebagai bagian dari upaya edukasi kepada masyarakat dengan cara yang menyenangkan. Dan, menjadikannya sebagai bagian dari kekuatan budaya, mendorong persatuan bangsa, serta mendukung pilar perekonomian Indonesia,” ujarnya.
Selain itu, menurut Ria Musiawan, dengan banyaknya komunitas maupun organisasi gastronomi saat ini di Indonesia, MGI dapat dimanfaatkan untuk menciptakan kolaborasi dan inisiatif-inisiatif bersama untuk memajukan dan membawa tradisi gastronomi nusantara ke kancah dunia seperti halnya makanan-makanan dari negara-negara lain yang telah lebih dahulu dikenal luas di pasar dunia.
“Karena gastronomi tidak hanya tentang kuliner, lebih dari itu, gastronomi mempelajari hubungan makanan dalam kaitannya dengan pengetahuan sejarah dan budaya suatu daerah, sebagai kearifan lokal masyarakat setempat. Ini bias dimanfaatkan untuk mempromosikan kekayaan budaya tak benda Indonesia. Ini berarti peluang pemberdayaan ekonomi berbasis budaya dan kearifan lokal dengan potensinya yang tidak terbatas.”
Hal yang tidak kalah pentingnya, sambung Ria Musiawan, Museum Gastronomi Indonesia hadir untuk membangun memori kolektif tentang tradisi dan budaya Indonesia yang kaya dan membanggakan.
Ke depan, Ria Musiawan berharap MGI sebagai pusat informasi gastronomi Indonesia terpadu dapat dirasakan manfaatnya dan dapat mendorong pertumbuhan gastronomi Indonesia menjadi gastronomi berperingkat dunia yang memiliki nilai ekonomi bagi masyarakat dan negara.