PDS HB Jassin Gelar Pekan Sastra Jakarta, Rayakan HUT Jakarta ke- 497 Tahun
Dalam rangka Merayakan HUT Jakarta ke-497 tahun, Pusat Dokumentasi Sastra HB Jassin menggelar Pekan Sastra Jakarta 2024. Pekan Sastra Jakarta merupakan sebuah festival sastra yang karya-karyanya mengambil tema seputar Kota Jakarta. Festival ini mempertemukan sejumlah sastrawan, akademisi, penerbit, dan pembaca, yang akan menghadirkan diskursus menarik seputar sastra dan kebudayaan Kota Jakarta dari jaman ke jaman.
Diselenggarakan pada 3-16 Juni 2024, sejumlah rangkaian kegiatan telah disiapkan seperti diskusi sastra, workshop, pameran, dan pertunjukan sastra yang bisa dihadiri masyarakat umum secara gratis.
Pekan Sastra Jakarta 2024 dibuka secara resmi pada Senin 3 Juni 2024 di PDS HB Jassin lt. 4 Gedung Panjang, Taman Ismail Marzuki. Pembukaan digelar sekaligus membuka pameran sastra Jakarta berjudul Yang berkeliaran di Jakarta dan Tertangkap oleh Kata. Dikurasi oleh Martha Deborah, Pameran ini menyajikan berbagai arsip dan buku-buku yang mengangkat dan bertemakan Jakarta dan kehidupan masyarakat di dalamnya terutama budaya Betawi. Tokoh-tokoh yang termasuk dalam sastra Jakara tantara lain : Jan Boon, Aman Datuk Majoindo, Mochtar Lubis, Chairil Anwar, Firman Muntaco dan masih banyak lagi.
Kepala Unit Pengelola Perpustakaan Jakarta dan Pusat Dokumen Sastra HB Jassin, Diki Lukman Hakim menjelaskan bahwa kegiatan ini tidak hanya untuk merayakan HUT Jakarta tetapi juga mengenalkan dan melestarikan kebudayaan lokal yaitu kesusastraan Jakarta kepada khalayak masyarakat. ”
Kepala Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi DKI Jakarta, Firmansyah menyatakan bahwa pekan sastra kali ini membuktikan Jakarta mempunyai kekayaan sastra yang bernilai tinggi, “Sastra Jakarta bukan hanya sekedar kata-kata yang indah, tetapi juga menggambarkan semangat warganya yang majemuk ”.
Dalam pameran sastra Jakarta, ruang pameran dibagi oleh kurator lulusan sejarah seni Saint Petersburg Academy of Arts 2023 ini menjadi 4 bagian atau fase. Fase pertama karya budaya asli Betawi. Dimana ditampilkan arsip-arsip karya sastra Betawi berupa puisi, pantun, sastra lisan lewat gambang kromong yang ditampilkan di buku dan potongan koran-koran pada era sebelum kemerdekaan.
Fase 2 adalah fase transisi dimana sastra Betawi mulai beralih menuju karya sastra Jakarta yang telurkan oleh seniman yang berkegiatan di Pasar Senen. Namun sastrawan pada jaman itu lebih berfokus pada ide-ide jaman perjuangan kemerdekaan dibandingkan tentang Jakarta itu sendiri.
Sastrawan yang berkegiatan sehari-hari di sekitar Pasar dan Stasiun Senen, dikenal dengan karya-karyanya yang dekat dengan rakyat kecil yang hidup di sekitar Kawasan Senen dan menyuarakan aspirasi mereka.
Fase ke-3 adalah fase sastra Jakarta yang dibuat oleh sastrawan yang berkegiatan di Taman Ismail Marzuki yang kala itu , Kawasan TIM digagas oleh Gubernur Ali Sadikin, sebagai tempat seniman untuk berkumpul dan berkarya
Fase atau area ke- 4 adalah gambaran lini masa perjalanan sastra Jakarta mulai dari awal Abad ke-19 hingga saat ini.
Selain memamerkan karya-karya sastra yang berupa arsip-arsip kliping dari HB Jassin dan koleksi buku-bukunya, juga disediakan sebuah Karya interaktif , Oase potongan plastik yang digantung dan pengunjung menuliskan curahan hati atau kata-kata apapun tentang Jakarta. Diharapkan tempat karya interaktif ini bisa menjadi karya bersama dari masyarakat baik dari sastrawan yang hadir atau Masyarakat umum yang berkunjung.
Martha Debora menjelaskan bahwa kerja kurasinya hanya terpaut satu minggu dari pembukaan pameran. Dari arsip-arsip yang terkumpul, dapat disimpulkan sastra Jakarta diawali dengan sastra Betawi yang tinggal di pusat kota, namun kemudian tergusur hingga ke pinggiran Jakarta. Dari situasi itulah sastra Betawi lahir yang bertujuan untuk melestarikan kebudayaannya melalui bahasa dan kata-kata serta dialek atau logatnya, baik itu berupa pantun, puisi maupun sasta lisan lewat pertunjukkan tradisionl seperti Gambang Kromong.
Ditambah lagi dengan seniman-seniman sastra yang berasal dari luar kota namun singgah atau tinggal di Jakarta, lalu munculah karya-karya sastra Jakarta, yang berisikan pandangan orang-orang pendatang tentang Kota Jakarta.
Kota metropolitan ini tidak hanya menjadi tempat tinggal dan mengadu nasib tetapi juga menjadi tempat sastrawan mendapatkan inspirasi dan berkarya.
Foto: Ferry Irawan | Kultural Indonesia