Visi
Menjadi pilihan utama bagi masyarakat Indonesia untuk mendapatkan berita dan informasi seni, sastra, dan budaya Indonesia secara digital.

Misi
MENYATUKAN informasi karya dan kegiatan dari para pelaku seni, sastra, dan budaya untuk dapat diakses secara digital dengan mudah, Baca Selengkapnya...

Penangkapan Diponegoro, Raden Saleh dan Mooi Indie yang Problematik

Penangkapan Diponegoro, Raden Saleh dan Mooi Indie yang Problematik

Sebuah lukisan minyak karya Raden Saleh yang paling terkenal

Raden Saleh, seorang pelukis terkenal dari Indonesia, mengagungkan Pangeran Diponegoro sang pemimpin Perang Jawa (1825-1830) dengan menciptakan karyanya yang paling terkenal, lukisan minyak berjudul Penangkapan Diponegoro pada tahun 1857. Lukisan ini penuh dengan simbol anti-kolonial yang kuat. Dalam lukisan ini, Saleh menggambarkan adegan heroik saat Pangeran Diponegoro ditangkap pada tanggal 28 Maret 1830 di Keresidenan Magelang.

Lukisan ini berbeda dengan lukisan penangkapan Pangeran Diponegoro karya Nicolaas Pieneman, Penyerahan Pangeran Dipo Negoro kepada Jenderal De Kock (1835). Lukisan Pieneman ini jelas pro-kolonial dan memang dipesan oleh Letnan Jenderal Hendrik Merkus De Kock atau keluarganya, seorang jenderal yang menangkap Pangeran Diponegoro di Magelang dan mengakhiri Perang Jawa. Lukisan Pieneman ini tampak diciptakan untuk mempromosikan gagasan superioritas Eropa atas penduduk pribumi di Jawa.

Sekilas, Raden Saleh melalui lukisannya mencoba menyampaikan pesan tentang perlawanan terhadap penjajahan, sementara lukisan Nicolaas Pieneman cenderung mendukung penjajahan Eropa di Jawa.

Penangkapan Pangeran Diponegoro dan Pengunduran Diri Charles V

Dalam artikel yang ditulis oleh Werner Kraus pada 2005, dijelaskan bahwa lukisan Penangkapan Diponegoro oleh Raden Saleh memiliki keterkaitan dengan lukisan sejarah terkenal pada abad ke-19. Lukisan ini juga berhubungan dengan lukisan Pengunduran Diri Charles V oleh Louis Gallait, seorang seniman Belgia yang hidup pada masa yang sama dengan Raden Saleh.

Pengunduran Diri Charles V pada 1556 merupakan momen penting dalam sejarah Belanda/Belgia. Ketika Raja Philippe II naik tahta, Belanda mulai memberontak melawan pemerintahan Spanyol, yang kemudian mengakhiri kekuasaan asing di Belanda. Tokoh utama dalam perjuangan ini adalah Willem de Zwijger (Willem si Pendiam). Raden Saleh mengambil inspirasi dari hal ini dan mengubahnya menjadi pernyataan proto-nasionalistik: Pangeran Diponegoro adalah Willem si Pendiam dari Jawa. Perjuangan Diponegoro melawan pendudukan asing dianggap sebagai awal dari berakhirnya kekuasaan Belanda atas Jawa.

Kesamaan antara lukisan Pengunduran Diri Charles V oleh Gallait dan Penangkapan Diponegoro oleh Raden Saleh bisa dilihat dari semangat dan komposisi lukisannya. Menurut Kraus, kemungkinan besar Raden Saleh melihat lukisan Gallait ini di Dresden, Jerman, sebab lukisan tersebut dipamerkan di berbagai pusat seni Jerman antara Juli 1842 hingga April 1844.

Namun, ada aspek yang menarik dalam inspirasi Raden Saleh dari lukisan Gallait. Lukisan Pengunduran Diri Charles V karya Gallait ini adalah pernyataan nasionalistik Belanda yang dilukis oleh seorang seniman Belgia. Pada saat itu, Belgia baru saja merdeka dari kekuasaan Belanda. Lukisan ini seharusnya dipahami sebagai pernyataan patriotik yang mendukung pemerintahan Belanda: “perjuangan kemerdekaan kami mirip dengan perjuangan Anda di masa lalu.” Sama seperti Gallait, seorang seniman Belgia yang melukis kemenangan bangsa yang pernah menjajahnya dan mengagungkan sang pemberontak, Raden Saleh melukis kemenangan Belanda dan memperlakukan Diponegoro sebagai pahlawan bagi bangsanya.

Sejarah juga mencatat bahwa keluarga Saleh mendukung Diponegoro dalam Perang Jawa. Banyak anggota keluarganya ikut serta dalam pemberontakan dan bersimpati terhadapnya. Bahkan pamannya, Adipati Suradimenggala V, dan sepupunya, Raden Mas Sukur, diasingkan dari Jawa sebagai akibat dari keterlibatan mereka dalam perjuangan tersebut.

Orientalisme Prancis dan Mooi Indie: Romantisasi Penangkapan Diponegoro

Ketertarikan orang Eropa pada dunia Timur dan kurangnya pengetahuan mereka tentang daerah tersebut membuat Raden Saleh dan karyanya yang terinspirasi oleh budaya Timur menjadi terkenal. Ia mengasah bakatnya, dengan bangga mengenakan pakaian ala Arab-Jawa, dan menjadi seniman ‘oriental’ yang dihormati di kalangan intelektual Eropa. Pameran besar seperti Exposition Universelle Coloniale et d’Exportation Generale di Amsterdam pada tahun 1883 memamerkan produk-produk dari Hindia dan potret mooi indie karya Raden Saleh. Pengagungan terhadap eksotisme, seperti yang terlihat dalam karya Saleh, membuatnya diakui dan dihargai oleh masyarakat Eropa pada masa itu.

Pandangan para kritikus seni dan jurnalis terhadap pameran-pameran ini tidak hanya membantu mempopulerkan praktik memamerkan budaya pribumi sesuai dengan orientalisme, tetapi juga menciptakan citra imajiner tentang Hindia. Citra ini terbentuk karena pengaruh kuat kolonialisme Belanda selama era Napoleon. Dalam konteks ini, gaya mooi indie yang mencolok dalam karya Raden Saleh tidak hanya sekadar tentang keindahan visual, tetapi juga menjadi bagian dari representasi romantisme sosial yang digambarkan oleh sarjana Barat. Mereka berusaha menciptakan citra Timur yang eksotis dan menguntungkan. Dengan kata lain, peran Saleh dalam mengembangkan gaya mooi indie oriental tampaknya mendukung proyek kolonialisme secara keseluruhan. Melalui lukisannya, ia menggambarkan visi dan impian pemimpin Eropa: Hindia Timur yang tetap tidak berubah seiring berjalannya waktu.

Proyek transformasi sosial kolonial ini bermula dari gagasan bahwa mazhab seni Saleh bukan sekadar warisan artistik, tetapi juga ide tentang keindahan, kehangatan, dan daya tarik yang harus dijaga sebagai warisan kekuasaan dan impian kolonial. Akibatnya, kontribusi seni oriental Saleh terhadap seni rupa Indonesia dan romantisme Eropa justru membuat kabur semangat nasionalisnya yang tampak dalam sosok pahlawan Perang Jawa, Diponegoro. Dengan sengaja atau tanpa sengaja, Penangkapan Diponegoro menggambarkan dua standar berbeda: yang memuja kemenangan Belanda dan kolonialisme, serta yang menghargai keberanian para pribumi yang bercita-cita untuk merdeka dari penjajah.

Daftar Pustaka:

1.Raden Saleh’s Interpretation of the Arrest of Diponegoro: an Example of Indonesian “proto-nationalist”. Krauss, Werner 2005.

2.Kraus, Werner. I, Paris: Archipel, 2005.

3.Rizal, J.J. Keajaiban Sebuah Warisan. [book auth.] Onghokham, Harsja W. Bachtiar Peter B. Carey, Raden Saleh, Anak Belanda, Mooi Indies & Nasionalisme

Sumber Foto: Sarita Rahel Diang Kameluh

Sarita Rahel Diang Kameluh adalah alumnus dan lulusan Mathematics & Physics tetapi menyukai dunia tulis menulis. Beberapa karyanya telah dipublikasikan di media daring maupun cetak. Antara lain, Cerpen di rubrik sastra Jawa Pos, Prometheus Ubud (2021), Kompas, Bahtera Arwah Farokh Semyonovich (2021) dan presentasi makalah sejarah terpilih, Pengaruh Perang Napoleonik dan Orientalisme Prancis Terhadap Gagasan Raden Saleh dalam karya Penangkapan Diponegoro, FIB UGM (2023).

Related Posts

Tinggalkan Balasan

Your email address will not be published.