Pertunjukan Teater Keliling Musikal, Aku Chairil
Interpretasi Baru Nan Harmonis si Binatang Jalang
Chairil Anwar adalah anomali dalam dunia kesusastraan Indonesia modern. Karyanya banyak dipuja hingga generasi kekinian. Kisah hidupnya yang tidak kalah puitis banyak menjadi inspirasi seniman tanah air dari masa ke masa. Film yang terinspirasi dari karyanya pun laris manis dipuja generasi milenial. Demikian pun dengan pementasan teater yang membawakan puisinya sebagai interpretasi, ada ratusan dari masa ke masa.
Meskipun ia sangat ingin hidup hingga seribu tahun seperti salah satu karya puisinya yang legendaris, nyatanya dia hanya mampu bertahan hingga usia 27 tahun. Ia mati muda di kawasan Karet – Jakarta pada tahun 1949 karena penyakit paru-paru yang kian menggerogoti tubuhnya. Empat tahun setelah Republik Indonesia berdiri.
Teater Keliling yang sudah pentas berkeliling sejak 50 tahun lalu, pada 25 Mei 2024 lalu bertempat di Galeri Indonesia Kaya, Jakarta Pusat, kembali mengangkat sosok Chairil Anwar dalam sebuah musikal yang diberi judul, Aku Chairil. Pentas ini berlangsung dua sesi hari itu.
“Kami memulai proses pementasan ini sejak 3 bulan lalu, dari mulai persiapan produksi kemudian ke proses latihan dan produksi hingga pementasan hari ini”, kata Haikal Ilmi Akbar yang juga Pimpinan Produksi di Teater Keliling pada Kultural Indonesia seusai pentas sesi pertama hari itu.
Pentas yang berlangsung kurang lebih satu setengah jam itu berlangsung dengan 15 pemain utama, sebagian merupakan kaum muda yang benar-benar mendedikasikan dirinya untuk dunia teater.
Dalam kehidupan yang dipenuhi tantangan sejak masa revolusi bergolak, Chairil Anwar yang berdarah Minang dan lahir di Medan pada 1922 memang termasuk salah satu seniman Indonesia yang menorehkan jejak menginspirasi.
Teater Keliling menggambarkan kehidupan seorang Chairil Anwar lewat perjalanan hidupnya yang memang tidak selalu mulus. Ada Konflik keluarga, percintaan, dan pergolakan batin menjadi bagian dari kisah pertunjukkan ini.
Dikemas dengan gaya musikal yang unik, Kultural mencatat setidaknya ada delapan puisi karya Chairil yang dipakai sebagai referensi dalam pementasan ini. Di antaranya ada Ajakan, Ibu, Sajak Putih, Siap Sedia, Kabar dari Laut, Karawang Bekasi, Aku, hingga Derai-derai Cemara. Di luar itu, sebagai pelengkap, ada juga puisi karya D. Andrianto berjudul Sang Sumur Abadi sebagai pendukung pementasan.
Di jajaran pemain, penonton bertemu dengan Fajar Pratama sebagai sosok Chairil Anwar. Lalu ada Helmi Taher sebagai Toeloes yang juga ayah kandungnya. Barisan pemain bertambah dengan Adityadjaja Djojonegoro sebagai ayah Sumirat, kemudian Ayasha Davierra sebagai Sumirat, Galuh Agata sebagai Ajudan Toeloes. Ditambah Alia Silooy sebagai Hapsah, yang kelak memberinya seorang puteri. Selain itu ada juga Hady Septiady sebagai Rivai Apin dan Maria Nini Septi yang berperan sebagai bu Chairil Anwar.
Pemain pendukung lain yang turut serta dalam produksi pentas ini antara lain ada Deddy Andrianto sebagai HB Jassin juga Bryan El Pasaribu sebagai Asrul Sani.Teman-teman Chairil yang kelak mendukung perjuangannya di saat-saat terakhir dimainkan antara lain oleh Herlia Syafitri, Muhammad Fian, dan Mercurius Nusantoro.
Di jejeran musikalitas, Teater Keliling dengan sejumlah talentanya seperti komposer/ aransemen terdiri dari D.A.R.A, Farhan Hidayat, Mozza Anandira, Jonathan Wira, Sifra Satria. Tata Koreografi digarap antara lain oleh Helmi Taher. Galuh Agata. Last but not at least, jajaran penyanyi sekaligus pemain ada Alia Silooy, Herlia Syafitri, Helmi Taher, Bryan El, Ayasha Davierra, Maria Nini Septi, hingga Muhammad Fian.
Dalam bab pertama pentas ini, penonton dibuai dengan konflik-konflik pergulatan batin serta ketegangan antara Chairil Anwar dan ayahnya Toeloes yang merupakan sosok yang disiplin dan tegar. Ini pada akhirnya menciptakan lanskap pergulatan batin, di mana Chairil, pemberontak dan bebas, menemukan identitasnya. Di sisi lain, kehangatan sang Ibu, Saleha, seperti oase penyembuhan serta sokongan artistik untuk dirinya.
Perjalanan hidup Chairil Anwar pada akhirnya membawa dirinya berkenalan dengan Hapsah. Sosok yang memperlihatkan bahwa di balik setiap penyair hebat, ada seorang wanita yang menjadi tiang penopangnya. Lebih dari sekadar istri Hapsah merupakan belahan jiwa Chairil, yang selalu ada di sisinya dalam suka dan duka.
Terbilang keberadaannya memancarkan cahaya kedamaian dan kehangatan tersendiri, menjadikan rumah mereka bukan sekadar tempat berteduh, tetapi juga tempat di mana cinta dan karya-karya indah bermekaran.
Menariknya, pentas ini juga menampilkan H.B. Jassin, yang sering disebut sebagai sosok ‘Paus Sastra’ karena memainkan peran yang sangat penting dalam perkembangan sastra Indonesia di masa itu.
Jassin, seorang kritikus sastra ternama pada masanya, bukan hanya sekadar sahabat bagi Chairil Anwar, tetapi juga menjadi salah satu sosok yang sangat berpengaruh dalam mengangkat karya-karya sastranya. Kedua pria ini memiliki ikatan yang kuat melalui cinta mereka pada sastra.
Dalam kehidupan dan karya-karya mereka, terjalinlah sebuah hubungan yang memperkuat dan menginspirasi satu sama lain, menciptakan semangat dan inovasi dalam dunia sastra Indonesia.
Jassin bukan saja menjadi seorang mentor yang terampil bagi Chairil, memberikan dukungan, tapi juga kritik yang konstruktif, dan dorongan untuk terus berkarya. Bersama, mereka membentuk sebuah aliansi intelektual yang berpengaruh, menandai sejarah keemasan sastra Indonesia modern.
Selain Jassin, ada juga sosok seniman Asrul Sani yang ditampilkan dalam pentas ini. Asrul Sani sendiri memainkan peran penting dalam mengembangkan estetika modern Indonesia, mengadvokasi kebebasan berekspresi, pemikiran kritis melalui karyanya, dan memberikan kontribusi besar dalam dunia perfilman Indonesia. Hubungan Asrul dan Chairil hadir dalam beberapa plot dalam pentas musikal yang dibawakan oleh Teater Keliling.
Setiap melodi yang ditampilkan dalam pementasan ini adalah sebuah kisah yang menghanyutkan, mengajak penonton merasakan emosi yang mendalam. Dibuktikan dengan tepuk tangan membahana dari ratusan penonton yang memadati Galeri Indonesia Kaya pada pekan itu.
Applause khusus juga perlu diberikan kepada sosok Indrie Saragih sebagai dalang dalam pementasan musikal ini. “Selain dalang, saya berperan juga sebagai putri Chairil Anwar dalam pentas ini”, katanya.
Secara keseluruhan, Chairil Anwar bukan saja sosok penyair yang penuh semangat dengan karyanya yang tajam dan penuh gairah. Ia telah membawa semangat baru dalam sastra Indonesia dengan karya-karyanya yang berani dan inovatif demikian para seniman mencatatnya.
Seperti puisinya yang bagaikan pedang, Chairil menaklukkan sunyi serta penolakan, untuk bertarung mengukir api dalam setiap bait yang ditulis, menjadikan setiap suara dan hening sebagai medan perangnya.
Begitulah seorang Chairil Anwar akan dikenang oleh generasi mendatang.
Foto: Freddy Wally | Kultural Indonesia