Pramoedya Ananta Toer
Lahir pada tanggal 6 Februari 1925 di Kota Blora, Pram merupakan pahlawan gerakan anti kolonial Indonesia, seorang pejuang hak asasi manusia dan kebebasan berbicara. Pada usia mudanya, dia bergabung dengan pejuang anti kolonial melawan Jepang selama perang dunia II dan kemudian terdaftar sebagai pasukan melawan penjajah Belanda.
Tahun 1947, Pram ditangkap dan dipenjarakan oleh Belanda dan terjun dalam dunia tulis menulis pada usianya yang ke 24 tahun. Novel pertamanya, dihasilkan Pram saat dua tahun penahanannya. Meskipun hanya menempuh pendidikan sampai Sekolah Dasar, Pram membuktikan kemampuan intelektualnya melalui tulisan yang dia hasilkan. Dia sudah menulis lebih dari 50 buku fiksi maupun non-fiksi, tidak heran bahwa dirinya memang pantas disebut sebagai sastrawan terbaik Indonesia.
Setelah dibebaskan, Pram mulai lebih aktif dan produktif lagi menulis buku. Dia bergabung dengan Lekra, sebuah badan seniman dan penulis yang secara longgar berafiliasi dengan partai komunis Indonesia, PKI. Pram kemudian dipenjarakan lagi tahun 1960 karena menyoroti diskriminasi dan penindasan terhadap minoritas di Indonesia.
Ketika Jenderal Soeharto berkuasa atas kudeta tahun 1967, ia memerintahkan penangkapan resmi atas ratusan ribu lawan. Pram ditangkap lagi tahun 1965 selama kudeta militer. Pram dikirim ke pulau terpencil Buru pada tahun 1969 karena dicurigai terkait dengan komunis.
Awalnya, dia tidak diberikan pena dan kertas yang bisa digunakannya untuk menulis, jadi dia menceritakan kisahnya pada sesama tahanan. Buku-buku Pram diterbitkan atau rilis pertama tahun 1978. Esai dan surat-suratnya yang ditulis selama periode itu diterbitkan dalam sebuah memoar, The Mute’s Soliloquy namanya.
Dari secuplik kisah hidupnya tersebut, bisa dibilang Pram kebanyakan menghabiskan masa dewasanya di penjara.
Tulisannya didominasi oleh interaksi antarbudaya; antara Belanda, kerajaan Jawa, orang Jawa secara umum, dan Tionghoa.Pram telah menulis banyak kolom dan artikel pendek yang mengkritik pemerintahan Indonesia terkini. Banyak tulisannya yang menyentuh tema interaksi antarbudaya; antara Belanda, kerajaan Jawa, orang Jawa secara umum, dan Tionghoa. Banyak juga dari tulisannya yang menggambarkan tentang kehidupannya sendiri. Ia terus aktif sebagai penulis dan kolumnis selama hidupnya. Pram punya kegemaran merokok, makanya di usianya yang sudah lanjut, kesehatannya semakin menurun. Namun, dia tidak pernah absen mengeluarkan karya.
Bukan hanya itu, Pram juga memiliki ketertarikan sastra dengan wanita. Karyanya mengandung banyak potret kompleks dan berbagai jenis wanita dengan cara yang tak tertandingi orang-orang se-zamannya. Antara lain menjadikan wanita sebagai tokoh utama karyanya, wanita terpinggirkan, stereotip wanita, kekasih, pelacur dan lain sebagainya.
Daftar karya Pram, hingga yang mendapat penolakan dan dicekal:
Sepoeloeh Kepala Nica (1946), Kranji-Bekasi Jatuh (1947), Perburuan (1950): dicekal oleh pemerintah karena muatan komunisme, Keluarga Geriliya (1950), Subuh (1951), Percikan Revolusi (1951), Mereka yang Dilumpuhkan (1951), Bukan Pasar Malam (1951), Di Tepi Kali Bekasi (1951), Dia yang Menyerah (1951).
Cerita dari Blora (1952), Gulat di Jakarta (1953), Midah Si Manis Bergigi Emas (1954), Korupsi (1954), Mari Mengarang (1954), Cerita dari Jakarta (1957), Cerita Calon Arang (1957), Panggil Aku Kartini Saja (1965), Gadis Pantai (1962), Sejarah Bahasa Indonesia (1964), Realisme Sosialis dan Sastra Indonesia (1963), Lentera (1965).
Bumi Manusia (1980): dilarang Jaksa Agung, Anak Semua Bangsa (1981): dilarang Jaksa Agung, Sikap dan Peran Intelektual di Dunia Ketiga (1981), Tempo Doloe (1982), Jejak Langkah (1985): dilarang Jaksa Agung, Sang Pemula (1985): dilarang Jaksa Agung, Hikayat Siti Mariah (1987): dilarang Jaksa Agung, Rumah Kaca (1988): dilarang Jaksa Agung, Memoar Oei Tjoe Tat (1995): dilarang Jaksa Agung, Nyanyi Sunyi Seorang Bisu (1995): dilarang Jaksa Agung, Arus Balik (1995), Arok Dedes (1999), Mangir (2000), Larasati (2000), Jalan Raya Pos, Jalan Deandels (2005).
Penghargaan yang telah Pram kantongi:
- PEN Freedom to Write Award pada tahun 1988
- Ramon Magsaysay Award untuk Jurnalisme, Sastra dan Seni Komunikasi Kreatif tahun 1995
- Penghargaan dari Universitas Michigan tahun 1999
- Hadiah Budaya Asia Fukoka CI tahun 2000 untuk kontribusi luar biasa orang Asia
- Norwegian Authors Union Award tahun 2004 untuk sumbangannya pada sastra dunia
Pram meninggal dunia pada tanggal 30 April 2006 pukul 08.55 di usia 81 tahun, Dia didiagnosa mengidap penyakit radang paru-paru, ditambah komplikasi ginjal, jantung dan diabetes. Dia dimakamkan di hari yang sama pada pukul 12.30 di TPU Karet Bivak. Lagu Intertionale dan Darah Juang menjadi alunanan lagu untuk mengiringi pemakaman Pram yang dinyanyikan oleh pelayat.
Karya-karya Pram telah diterjemahkan dalam lebih dari 41 bahasa di seluruh dunia. Indonesia memang sepatutnya bangga memiliki Pram sebagai penulis terbaik.