Ruwetnya Berkesenian di Pusat Kesenian Jakarta, TIM
Bulan Film Nasional Batal Akibat Urusan Perijinan
Apa jadinya jika tuan rumah menjadi tamu di rumahnya sendiri? Itulah yang terjadi pada dunia berkesenian di Indonesia, khususnya di Jakarta dengan tempat bernama Taman Ismail Marzuki yang sudah puluhan tahun tidak hanya menjadi tempat, wadah bagi para seniman dari berbagai bidang untuk berkarya , tetapi juga rumah bagi mereka, untuk lahir, tumbuh dan berkembang dalam berkesenian.
Namun dengan adanya revitaslisasi TIM oleh Pemda DKI, maka ada peyesuasian pengelolaan TIM yang kini dilakukan oleh Jakpro. Ada banyak ketidakjelasan kewenangan Jakpro sebagai BUMD Pemda DKI dalam mengelola TIM, dampaknya hingga ke hal-hal kecil namun penting, seperti penggunaan ruangan di TIM untuk berkegiatan.
Hal inilah yang dialami oleh Kineforum. Pada 25 Maret 2023, akun IG Kineforum mengumumkan penundaan acara tahunan Kineforum-DKJ, Bulan Film Nasional (BFN). Program BFN adalah salah satu program DKJ yang seharusnya terlaksana di awal tahun, karena waktu pelaksanaannya terkait dengan Hari Film Nasional pada 30 Maret setiap tahun.
Program BFN adalah program Kineforum (termasuk kegiatan BFN setiap Maret) adalah salah satu program yang telah dimandatkan sebagai program unggulan yang membangun citra kawasan Taman Ismail Marzuki, sebagaimana telah ditetapkan dalam Keputusan Gubernur 1007/tahun 2022 mengenai Pengelolaan PKJ TIM. Mandat ini mengimplikasikan arahan agar program-program yang telah tercantum secara jelas di KepGub tersebut dapat difasilitasi semua pihak agar selalu terlaksana. Namun yang terjadi adalah kegiatan in terpaksa batal hanya karena soal ijin penggunaan ruangan saja.
Saat ini sedang terjadi deadlock mengenai penggunaan ruang di Taman Ismail Marzuki. Akibat deadlock ini, untuk pertama kalinya sejak dicanangkan pada Maret 2006 dengan nama Sejarah Adalah Sekarang, kegiatan yang merupakan bagian dari hajatan nasional dunia perfilman Indonesia ini harus dibatalkan.
Pihak Jakarta Propertindo (Jakpro) pada 16 Maret 2023 menginformasikan kepada Kineforum bahwa penggunaan ruang di TIM yang di bawah pengelolaan Jakpro, termasuk Kineforum, melalui tiga skema, membayar uang sewa, menerapkan sistem bagi-hasil/profit sharing, dan pihak Disbud DKI mengeluarkan surat rekomendasi untuk subsidi penggunaan ruang yang dimaksud.
Baik Kineforum-DKJ, UP PKJ TIM, maupun Disbud DKI tidak bisa menerapkan ketiga opsi tersebut karena pertama ruang putar Kineforum dan ruang latihan di gedung Trisno Soemardjo, bersama masjid Amir Hamzah, dipresentasikan sebagai ruang layanan publik yang tidak dikenai biaya sewa ruangan bagi pengguna yang dikurasi oleh DKJ. Kedua, seluruh program yang dirancang, diinkubasi, dan diampu oleh DKJ sama seperti seluruh program UP PKJ TIM, adalah kegiatan non-profit. Kegiatan dan program kesenian yang didanai oleh APBD di PKJ TIM secara prinsipal tidak dibolehkan menarik keuntungan sehingga kegiatan-kegiatan tersebut lazimnya tidak menerapkan penarikan uang dari penjualan tiket dan semacamnya. Maka, tidak mungkin terjadi mekanisme profit-sharing dalam kegiatan kegiatan ini.
Sebagai catatan, kegiatan dan program yang diampu oleh DKJ, Akademi Jakarta, IKJ, dan UP PKJ TIM bukanlah kegiatan eksklusif. Sebaliknya, program-program tersebut justru bersifat publik dalam arti: terbuka untuk publik, dan didanai utamanya oleh dana publik (baik melalui APBD, Hibah, maupun kolaborasi dan fasilitasi pemprov DKI). Publik di sini mencakup seniman, pekerja seni, dan warga penikmat seni di Jakarta maupun secara nasional dan internasional.
Panduan kurasi untuk penggunaan fasilitas PKJ TIM dari DKJ, misalnya, adalah bentuk pertanggungjawaban penggunaan dana publik bagi kesenian di Jakarta, sehingga publik mendapatkan bentuk dan capaian terbaik dari kesenian dan kegiatan budaya di Jakarta. Maka, hambatan bagi terlaksananya kegiatan kesenian di TIM adalah juga hambatan bagi publik mendapatkan kegiatan kesenian yang baik di TIM.