SONGKOK RECCA BONE
WCC Award of Excellence for Handicraft of Asia Pacific Region 2022
Pada 22 September 2022 lalu, songkok recca Bone, salah satu kerajinan tangan Sulawesi Selatan, menoreh prestasi usai ditetapkan sebagai penerima World Craft Council (WCC) Award of Excellence for Handicraft of Asia Pacific Region 2022.
Masih ingat pada Agusuts 2017, Presiden Joko Widodo memasuki Gedung DPR/MPR untuk menyampaikan pidato kenegaraan menyambut HUT ke-71 Kemerdekaan Indonesia dengan mengenakan baju adat Bugis, jas tutup (jas tutu) dan sarung berbahan tenun (lipa garusu) sebagai bawahan? Di kepalanya, Presiden mengenakan sebuah kopiah warna emas, itulah songkok recca Bone.
Songkok merupakan kopiah khas Sulawesi Selatan. Ia memiliki beberapa nama, Songkok to Bone, songkok yang berasal dari Bone, Songkok Pamiring, merujuk pada sisi bagian bawah yang penuh kemilau benang berwarna emas, Songkok Pamiring Ulaweng, jika bagian bawah terbuat dari emas asli, serta Songkok Recca yang merujuk pada proses pembuatannya yaitu di-recca (dipukul-pukul).
Songkok recca Bone atau yang juga dikenal sebagai sonkok Bugis bukanlah hanya sekedar penutup kepala. Songkok ini menjadi identitas atau jati diri bagi para cendekiawan dan bangsawan kerajaan Bone pada masanya. Dahulu pemakainya bukan orang sembarangan. Bahannya, urecca, berasal dari kata ure’ta yang berarti lontara. Lontara adalah ilmu pengetahuan, jadi urecca itu adalah lambang dari ure acca. Orang-orang yang mengenakan songkok di masa kerajaan Bone adalah cendekiawan. Songkok awalnya hanya digunakan oleh para cendekiawan yang disebut guru saat itu dan kalangan ningrat atau bangsawan. Untuk membedakan derajat kebangsawanannya, para pemangku di jamannya sepakat untuk memberikan strip emas di pinggiran songkok. Semakin tinggi emas yang melingkari songkok, semakin tinggi pula derajat kebangsawanannya. Maka penggunaan songkok maka pada saat itu disesuaikan dengan tingkat atau strata kebangsawanannya.
Bangsawan biasa boleh memakai songkok recca dengan tinggi bahan emas yang telah ditentukan. Setengah, sepertiga atau seperempat tinggi songkok. Tidak seorangpun boleh memakai songkok recca dengan bahan emas yang lebih tinggi dari milik raja dan anak-anaknya.
Pada masa pemerintahan Andi Mappanyukki (Raja Bone ke-32), tepatnya tahun 1931, songkok recca menjadi kopiah resmi bagi raja, bangsawan serta punggawa-punggawa kerajaan. Songkok ini dinilai sebagai mahkota kehormatan dan mencerminkan kegagahan. Menurut catatan sejarah, songkok recca pertama kali dibuat pada masa pemerintahan Arung Palaka (Raja Bone ke-15).
Umumnya songkok terbuat dari berbagai macam kain, namun berbeda dengan songkok khas Bugis yang dikenal dengan nama songkok recca ini. Kopiah ini terbuat dari bahan dasar serat pohon lontar yang merupakan pohon khas Sulawesi.
Songkok ini memiliki warna dasar hitam dan keemasan di bagian bawah. Warna hitamnya berasal dari getah batang jambu mete yang dicampur tanah liat. Untuk pewarna, songkok harus direndam sehari semalam agar awet warnanya.
Bagi masyarakat Sulawesi Selatan songkok recca bukanlah sekedar penutup kepala biasa, ia memiliki nilai historis dan makna tersendiri. Seiring perubahan zaman, songkok recca kini dapat digunakan oleh kalangan mana saja tanpa memandang strata sosialnya. Walaupun demikian, sebagian masyarakat masih ada yang mempertahankan kesakralannya dengan tidak menggunakan songkok recca ini dengan sembarangan.
Songkok recca Bone ini sudah menjadi warisan budaya tak benda Indonesia.
Sumber foto: Dok. Pariwisata Indonesia