Tunggu Aku di Batavia
Di tahun 2000, seorang gadis muda bernama Arimbi pergi ke Belanda untuk mencari seorang bernama Willem Godewyn. Nama Willem terus -menerus disebut dalam buku harian maupun surat-surat yang tak terkirim milik Eyang Roekmi, nenek Arimbi. Kondisi Eyang Roekmi sedang sakit. Hal itu membuat tekad Arimbi untuk menemukan Willem semakin kuat. Perjalanannya mencari Willem di Belanda juga penuh tantangan. Banyak teka-teki tentang sosok Eyang Roekmi dan Willem yang belum ia ketahui jawabannya. Hal itu menuntunnya menggali kisah yang bermula pada puluhan tahun silam, bahkan sebelum Indonesia merdeka.
Sosok Arimbi dalam novel roman ini sedikit mengingatkan pada tokoh Larasati dalam film drama Surat dari Praha (2016) yang melakukan perjalanan ke Praha atas permintaan ibunya untuk mengantarkan surat pada seseorang yang belum pernah ia temui sebelumnya. Keduanya memiliki latar belakang sejarah meskipun di masa yang berbeda. Surat dari Praha berkaitan dengan peristiwa yang menimpa beberapa pelajar Indonesia di luar negeri akibat gejolak politik tahun 1965. Sedangkan novel Tunggu Aku di Batavia berlatar masa kolonial Belanda dan Jepang. Keduanya sama-sama menceritakan kehilangan akan seseorang akibat peristiwa bersejarah di Indonesia dan bagaimana mereka ditemukan kembali.
Melalui penokohan Roekmi, novel ini menyampaikan bahwa bertumpu pada prinsip diri selama hidup di bawah cengkeraman penjajah bukanlah hal yang mudah. Bahkan bisa mengubah jalan hidup seluruhnya. Novel ini tak berjalan satu arah. Ada beberapa bab yang berisi perjalanan kilas balik. Dari situ pembaca akan sedikit-demi sedikit mengetahui apa yang terjadi pada Willem dan Roekmi. Melalui itu juga penokohan keduanya membuat kisah roman ini semakin hidup. Hubungan antar tokoh utama, Roekmi dan Willem, dalam bagian kilas balik digambarkan sebagai kisah cinta yang sedih. Dua orang yang berbeda latar belakang budaya, sosial, ekonomi, tapi pada akhirnya dapat bersatu, lalu secara terpaksa berpisah kembali. Penulis memberikan makna yang mendalam tentang kisah mereka khususnya di akhir cerita. Makna itu secara tersirat tersampaikan juga melalui kisah cinta yang dilalui Arimbi selama mencari Willem di Belanda. Kisah cinta Arimbi sendiri menjadi hal yang menarik di sini. Awalnya kisah itu hanya terkesan seperti bumbu untuk menambah kesan cerita. Namun, menjelang bagian akhir kisah cinta Arimbi dengan kekasihnya justru menjadi sangat reflektif.
Tunggu Aku di Batavia adalah roman yang kisahnya mengalir perlahan. Pemilihan beberapa diksi yang terdengar puitis membuah novel ini terasa semakin romantis, meskipun ada beberapa tragedi di dalamnya. Novel ini merupakan fiksi sejarah yang dibarengi dengan riset mendalam tentang latar waktu yang digunakan. Suasana kolonialisme dalam novel ini dinarasikan dengan cukup detil. Pembaca seolah-olah dibawa kembali ke masa lampau. Hubungan sosial yang terbentuk antara pribumi dan penjajah juga dinarasikan dengan baik melalui sudut pandang tokoh Roekmi dan Willem. Hal itu diikuti dengan penggambaran tentang apa yang terjadi di masa penjajahan, cara hidup tokoh-tokohnya, serta bagaimana hubungan sosial dan politik berjalan pada masa itu.
Tunggu Aku di Batavia merupakan novel kedua penulis. Novel pertamanya berjudul Meme (2020) memenangkan sebuah penghargaan dari Bentang Pustaka. Novel roman berlatar sejarah seperti ini rasanya pas bagi pembaca yang ingin menikmati fiksi sejarah yang ringan namun memiliki penokohan yang kuat serta alur cerita yang menarik.
Penulis: Ni Ketut Yuni Suastini
Penerbit: Falcon Publishing
Tahun terbit: 2022
Jumlah halaman: 421 halaman

					
                




