Visi
Menjadi pilihan utama bagi masyarakat Indonesia untuk mendapatkan berita dan informasi seni, sastra, dan budaya Indonesia secara digital.

Misi
MENYATUKAN informasi karya dan kegiatan dari para pelaku seni, sastra, dan budaya untuk dapat diakses secara digital dengan mudah, Baca Selengkapnya...

Artjog 2024 Motif: Ramalan

Artjog 2024 Motif: Ramalan

Melihat Prediksi Seniman Lewat Kreativitas Mencipta

Di tahun penyelenggaraannya yang ke-17, Artjog 2024 mengangkat tema Motif: Ramalan. Masa depan atau pun peristiwa tentu berhubungan erat dengan waktu. Di tengah disrupsi dunia digital yang kian masif bisa dibilang waktu adalah sebuah kehidupan itu sendiri. Secara keseluruhan, ramalan merupakan keadaan tentang masa lampau, saat ini, maupun esok. Dunia ramalan pun sarat dengan peristiwa kebudayaan. Sejak dulu kala, masyarakat Indonesia sudah terbiasa menuliskan ramalan lewat keindahan sastrawi tentang masa depan yang tentu masih gelap. Tentang yang akan terjadi dalam ribuan serat yang indah, termasuk di dalamnya kidung dan syair tentang masa depan. Batas antara distopia dan utopia terasa tipis.

Jadi, bagaimana para seniman dan juga artis di Artjog 2024 memberikan makna perihal ramalan dalam karya-karya mereka kali ini?

Seperti kata Hendro Wiyanto, salah satu kurator Artjog kali ini, mengangkat tema Ramalan sangat erat hubungannya dengan mengimajinasikan kembali berbagai gambaran peristiwa atau pun harapan dari hari ini menuju masa depan daripada memastikan apa saja nujumnya.

“Gagasan tema ramalan dalam Artjog kali ini tidak tampil secara harafiah untuk memastikan nujum seperti para peramal di masa lampau, akan tetapi, tema ini ingin lebih mengajak dan menawarkan kesempatan lagi kepada pengunjung untuk melihat masa depan yang seperti apa lewat karya-karya yang ditampilkan,” ujar Hendro lagi.

Menariknya, tahun ini Artjog secara khusus mengajak Agus Suwage dan pasangannya, Titarubi, sebagai bagian dari seniman komisi yang secara khusus mendapat tempat di halaman Artjog berupa ‘gedung pamer’ yang istimewa sebagai instalasi penyambut gelaran kontemporer ini.

Mengangkat karya bertema Suara Keheningan, Agus Suwage dan Titarubi menghadirkan beberapa ruangan menarik dalam keseluruhan karyanya. Menghadirkan sebuah gagasan yang saling berkaitan melalui karya instalasi interaktif dengan berbagai dimensi dan media.

Dalam karyanya, Agus Suwage menampilkan objek berupa telinga manusia sebagai simbol indera pendengaran yang ternyata sangat ‘toleran’ di tengah dunia yang penuh kebisingan. Suwage menempatkan instalasi telinga selayaknya sebuah tiang toa yang umumnya bisa didengar dan dijumpai di ruang publik.

Telinga ala Suwage yang hadir dalam beberapa format dan simbol dalam sekat-sekat ruang memang menarik serta mengundang rasa penasaran untuk dikulik lebih dalam. Suwage dan Titarubi yang berbagi ruang sama di sisi lain memperkenalkan aneka jenis padi yang diimbuhi doa-doa, kalimat, dan pujian.

Berbagai tanaman padi dan benih-benih padi yang menjadi koleksi Titarubi datang dari berbagai masyarakat adat di Indonesia yang dikumpulkan secara kolektif dengan detail yang terbilang mencengangkan. Kita akan melihat bagaimana benih padi ditampilkan Titarubi dalam botol-botol alat ukur selayaknya sebuah objek penelitian di laboratorium.

CEO Artjog, Heri Pemad, mengungkapkan bahwa seniman dan ramalan merupakan imajinasi dan daya prediksi yang menggerakkan kreativitas dalam proses mencipta. “Tema ini menawarkan kesempatan bagi kita untuk membayangkan kembali gambaran peristiwa dan harapan menuju hari esok,” ujar Heri saat pembukaan Artjog 2024 di Jogja National Museum pada Jumat (28/6).

Artjog yang sering digadang juga sebagai sebuah lebaran seni hadir bukan saja sebagai festival seni kontemporer semata tapi juga sebuah perayaan berkesenian untuk seluruh masyarakat. Tahun ini Artjog menampilkan karya dari 48 seniman dewasa, individu maupun kelompok dari dalam dan luar negeri yang terdiri dari 30 seniman undangan dan 18 seniman panggilan terbuka, serta 36 seniman anak dan remaja yang lolos seleksi.

Tahun ini juga dihadirkan Artjog Kids di sebuah ruang khusus yang didesain indah, megah, dan punya replika pesawat tempur raksasa yang terbuat dari hamparan kain penuh warna dengan tulisan pesan yang menggelitik dan digantung menjulang sebagai penyambut.

Ruang ini menghadirkan karya seniman anak-anak yang seringkali mempunyai perspektif segar dan tanpa filter tentang kehidupan. Artjog Kids merupakan karya seni anak dengan batasan usia antara 6 hingga 15 tahun yang dipamerkan telah melalui sistem aplikasi terbuka dan sudah dikurasi. Dari 254 anak yang mendaftar, terpilih 36 anak dengan jumlah karya sebanyak 70 buah.

Salah satu karya seni anak yang tampil dan cukup mencuri perhatian adalah karya dari Elika Maulidia bersama Komunitas Mandala Kadewaguruan asal Malang yang mengusung konsep Sarang Tawon. Melalui visualisasi sarang tawon, ada kanvas berjumlah 27 buah yang ditampilkan sebagai simbol dari 27 aktivitas anak-anak setiap hari. Figur-figurnya sendiri terinspirasi dari tokoh-tokoh anime dan komik yang sudah popular seperti Maruko Chan, Shin Chan, Harikoo, dan Totoro.

Selain itu, Artjog 2024 juga memberikan akses dan kesempatan bagi seniman muda peserta terbaik yang berusia di bawah 35 tahun melalui program Young Artist Award (YAA). Program ini hadir sebagai wujud penghargaan dan apresiasi atas kiprah mereka dalam berkarya.

Tahun ini, program YAA kembali hadir atas dukungan dari Dinas Kebudayaan (Kundha Kabudayaan) Provinsi DIY. Tim juri yang terdiri dari seniman Santi Ariestyowati dan Handiwirman Saputra bersama dengan tim kurator Artjog – Motif: Ramalan telah memilih tiga dari 14 seniman muda peserta. Seniman muda penerima penghargaan tahun ini adalah Alisa Chuncue (Bangkok) dengan karya The Resonance Project, Dede Cipon (Yogyakarta) dengan karya Sakan Ad Nraekthisana: The Rise & Fall Of Nraekthi Civilization, dan Jay Afrisando (California) dengan karya Aural Architecture.

Artjog 2024 juga punya instalasi unik sebagai tribute untuk mengenang Ir. Eko Prawoto, M.Arch seorang arsitek dan pengajar yang menonjolkan lokalitas nusantara sebagai upaya keberpihakan pada kemanusiaan dan hunian hijau. Almarhum meninggal karena sakit pada 13 September 2023 lalu, Eko Prawoto merupakan lulusan Teknik Arsitektur di Universitas Gadjah Mada pada tahun 1982.

Sepanjang kariernya, Eko Prawoto dikenal sebagai seorang arsitek, pengajar arsitektur dan perupa. Karya-karya arsitektur dan seni rupanya hampir tidak dapat dipisahkan begitu saja. Dalam kedua ranah itu, Eko menciptakan ruang-ruang yang prasaja, dekat dengan alam dan menantang sebagai sebuah proses. Rancangannya terkesan ‘tidak sempurna’, less aesthetics, more ethics.

Leng, karya instalasi bambu yang dihadirkan di salah satu ruangan Artjog 2024 merupakan penanda debut Eko Prawoto di ranah seni rupa. Karya ini pernah ditampilkan pada pameran tunggal Eko di Rumah Seni Cemeti, Yogyakarta pada 2008. Susunan bambunya yang berjajar mengingatkan pada motif pagar yang bersahaja, pembatas halaman rumah dengan jalanan di kampung.

Bermacam sketsa, kamera tua, gambar-gambar yang bukan merupakan rancangan untuk arsitektur, maket dan foto-foto dikerjakan Eko Prawoto sejak lama dan turut dipamerkan dalam instalasi tribute ini.

Artjog 2024 Motif: Ramalan juga menghadirkan program-program khas pendukungnya mulai dari Young Artist Award, Artjog Kids, Performo Artjog, Exhibition Tour, Meet the Artist, Merchandise Project, Artcare Indonesia, Jogja Art Weeks, dan yang terbaru Love Artjog. Pameran dapat dikunjungi mulai dari pukul 10.00-21.00 WIB setiap harinya dengan harga tiket masuk Rp 75.000 (dewasa) dan Rp 50.000 (anak usia 6 tahun ke atas).

Foto: Freddy Wally | Kultural Indonesia

Tinggalkan Balasan

Your email address will not be published.