Ramadhan Arif Fatkhur, Terus Menggali Keartistikan Berkarya
Lulusan Desain Komunikasi Visual di Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta pada tahun 2017 ini mengaku terus berkarya dan ingin menghasilkan karya baru setiap harinya. Baginya berkesenian merupakan bagian dari kehidupan sehari-hari.
Kelahiran 1992, Arif Fatkhur, sebelumnya sudah secara aktif dan giat terlibat dalam beragam proyek kesenian dan kebudayaan dengan berbagai format. Semua jenis gaya berkesenian boleh dibilangg sudah pernah dilakoninya, mulai dari menjadi ilustrator, desainer hingga perancang untuk beberapa institusi terkemuka.
Ketertarikannya pada bidang otomotif dan dunia kustom juga pernah mendorongnya menulis buku kreatif tentang otomotif dan dunia kustom di Yogyakarta bersama penerbit Kompas-Gramedia. Selain itu, tercatat dia pun pernah menjadi seniman komisi di ajang Jogja Volkswagen Festival 2019. Arif juga pernah memamerkan karyanya di sederet ajang seni seperti From the River to Liberty, UYCC Gallery (2024), Art Jakarta, LAV Gallery 2023, dan Daddysjokes Art Exhibition x Indonesian Custom Show #1 (2022).
Keterlibatannya sebagai perancang dan pembuatan artistik Museum Purbakala di Sragen, Jawa tengah dan Museum Lawang Sewu (2022) pada akhirnya turut membawanya menjalankan beberapa keriaan seni seperti lokakarya Parjo X Sampoerna Unity Pitstop, hingga Workshop Tour Aluminium Emboss & Art Exhibition yang pada akhirnya berujung pada karya terbarunya di gelaran Artjog 2024 Motif: Ramalan.
Menariknya, karya Ramadhan Arif Fatkhur di Artjog 2024 yang diberi nama Adrenaline of Avantgarde termasuk salah satu finalis dari 14 seniman muda yang turut berpartisipasi menjadi peserta dalam program khusus Young Artist Award (YAA) dari gelaran kontemporer yang sudah menginjak usia ke-17 itu. Meskipun tidak menang, karya Arif menarik untuk diapresiasi sebagai sebuah perjalanan monumental dari seniman muda ini.
YAA sendiri merupakan ruang akses dari Artjog untuk seniman muda di bawah usia 35 tahun sebagai bentuk penghargaan dan apresiasi atas kiprah mereka dalam berkarya selama ini. YAA juga salah satu upaya Artjog dalam menggali potensi seniman muda, serta memperluas kembali jaringan dan lintasan karir mereka dalam berkesenian.
K: Bagaimana awal mula Anda mengirimkan ide untuk “Adrenaline of Avantgarde” ini ke pihak panitia Artjog 2024?
AF: Saya mengirimkan formulir pemdaftaran saya ke pihak artjog dengan menyertakan biodata, CV, dan beberapa karya saya sebelumnya.
K: Berapa lama berkreasi mencipta Adrenaline of Avantgarde?
AF: Karya Adrenaline of Avantgarde saya kerjakan sekitar 8 bulan. Untuk konsep dari karya ini sebenarnya adalah sebuah konsep berkarya yang sebelumnya sudah saya kerjakan terlebih dahulu dan memang sudah saya siapkan untuk bisa ikut artjog tahun ini, tidak berapa lama kemudian tema dari Artjog 2024 muncul yaitu motif “Ramalan”. Saya lalu sengaja menyilangkan konsep karya yg sudah saya kerjakan sebelumnya agar bisa lebih maksimal, hingga akhirnya karya saya pun bisa sejalan dengan tema artjog tahun ini.
K: Bagaimana proses penempaan alumunium, brass, besi dan embossing karya seni ini? Berapa lama dan apakah ada kesulitan tersendiri?
AF: Proses ini saya dapatkan dalam pengalaman saya berkecimpung di dunia otomotif. Kedekatan dengan dunia otomotif dan hobi yang saya tekuni membawa saya pada kebiasaan ini. Awal mulanya pun saya tidak sadar saat menemukan teknik ini (saya tidak tahu, apakah teknik ini sudah ada sebelumnya atau tidak namun pastinya cara demikian dapat di kategorikan sebagai teknik embos dan debos), lalu saya mengembangkan teknik yang ada dari plat nomer kendaraan bermotor, kemudian saya olah lagi dengan sisi artistik saya sehingga akhirnya dapat tercipta karya seperti yang bisa kita lihat bersama. Ketidaksadaran yang saya alami saat mengembangkan teknik plat nomer sebenarnya adalah kesadaran saya yang terus mencari gaya yang berbeda dalam keartistikan berkarya.
K: Kabarnya Anda pernah membuat sesuatu untuk Museum Purbakala di Sragen. Apa yang Anda kreasikan di sana?
AF: Di museum purbakala saya sempat menjadi illustrator di sana, ada berbagai museum kala itu yg dibangun oleh pemerintah bersama dengan badan PBB Unesco, beberapa di antaranya ada museum Dayu, museum Bukuran, museum Ngebong, dan museum Manyarejo. Di sana saya mengerjakan macam-macam, mulai dari proses replika fosil, illustrasi pada manusia purba dan juga pengisian item untuk media games atau interaktif sekaligus pengerjaan mural diorama dan hal-hal lainnya.
K: Mengapa memilih medium/media alumunium-besi-brass mas sebagai cara penyampaian pesan?
AF: Perlu disadari keterkaitan dengan otomotif menjadi hal yang membawa saya pada media ini (alumunium). Namun ada yang lebih ingin saya tekankan seperti perumpamaan seorang seniman yang melukis di atas kanvas namun mereka tidak menanyakan mengapa melukis di atas kanvas. Bagi saya hal yang sama sepertinya antara kanvas dan media alumunium. Nilai artistik dan juga ciri dari sebuah idealis.
K: Mengapa ada tengkorak? Sebagai perlambang apa?
AF: Tengkorak bagi saya sangat memliki memori yang kuat, dan juga menjadi simbol bahwa di waktu yang jauh nantinya tengkorak menjadi wujud nyata di mana manusia itu ada (menjadi fosil). Bagi saya mempelajari manusia dalam bentuk tengkorak dapat memperjelaskan bahwa semua manusia akan menua dan nantinya akan berbentuk tengkorak. Di sisi lain juga proses menjadi tengkorak menjadikan hidup manusia lebih manusiawi.
K: Elemen-elemen apa saja yang Anda tampilkan ke dalam karya? Apakah melalui survey panjang tentang weton dan dunia mistis?
AF: Elemen yang saya tampilkan berupa tengkorak, mobil, tumbuhan, fosil dan juga representasi karya seni seniman lain. Apa yang saya tampilkan secara sengaja saya olah ke dalam karya saya sebagai penyikapan tema motif “Ramalan”. Weton dalam realitanya disikapi dengan kepercayaan akan sesuatu hal, saya kira itu sangat sama dengan seorang seniman yang mempercayai suatu argumen, yang kadang akhirnya dapat dimaknai dengan idealisme seorang seniman itu sendiri.
K: Apakah Anda juga mendalami dunia weton jawa?
AF: Dengan tema artjog dan juga tanah kelahiran saya (Yogyakarta) secara sadar dan tidak sadar ikut dalam menyikapi dunia weton jawa, namun kembali lagi apa yg saya hasilkan adalah sebuah wujud berkarya akan kecintaan pada dunia seni sebagai dasarnya. Saya mengembalikan istilah kepercayaan yang di sikapi seniman sebagai idealis bagi mereka.
K: Karya ini memakai alumunium dan besi jenis apa?
AF: Saya menggunakan alumunium murni dengan ketebalan yang variatif mulai dari 0,5 mm, 0,6mm, 0,8mm dan 1,2mm, juga besi 0,4mm, dan kuningan 0,4 mm.
K: Melalui Adrenaline of Avantgarde apa yang Anda ingin sampaikan kepada masyarakat?
AF: Pesan yg ingin saya sampaikan bahwa kehidupan di masa depan adalah proses yang tak lari dari masa lalu. Dan juga semua prosesnya dalam tradisi jawa dapat di sebut “cokro manggilingan”. Semua yang berproses akan menemukan titik-titik pada setiap tempatnya, dan juga akan bergerak ke titik yang lain.
K: Bagaimana Anda melihat dunia seni Indonesia belakangan ini?
AF: Belakangan ini kesenian disikapi dengan kecepatan dan juga temporary. Hal yang bagi saya cukup menjadi sebuah perhatian tersendiri.
Foto: Kol. Pribadi