Catatan Akhir Tahun Kultural: EKO NUGROHO
Tahun 2020 akan segera berakhir. Tahun yang penuh kejutan, diwarnai kabar duka, dan kehilangan demi kehilangan.
Masing-masing kita memiliki catatan tersendiri terhadap tahun yang luar biasa ini.
Sebagai bagian dari Catatan Akhir Tahun Kultural, kami berkesempatan berbincang-bincang dengan perupa Eko Nugroho, seniman yang telah menyinggahi galeri-galeri manca negara dengan karya-karya yang sarat pesan-pesan sosial-politik.
Berikut percakapan kami dengan Eko Nugroho tentang tahun 2020 dan banyak hal yang terjadi di sepanjang rentangnya.
Sebagai tokoh kesenian yang bersentuhan langsung dengan problem-problem dalam masyarakat, bagaimana Anda melihat imbas pandemi terhadap dunia kesenian?
Menurut saya, ada perubahan yang sangat signifikan karena pandemi ini terjadi pada seluruh elemen, tidak hanya kesenian saja tetapi seluruh manusia di dunia.
Manusia di zaman ini, yang mengalami pandemi covid-19, akan berubah drastis, baik itu secara fisik, mental, perspektif, dan banyak hal lainnya. Ini merupakan peradaban baru. Pola pikir masyarakat akan berubah, baik itu tentang kehidupan, kesehatan, relasi sosial, psikologi, dan banyak hal lainnya.
Di kesenian sendiri, satu contoh kecil adalah cara menikmati karya seni dalam bentuk presentasi langsung belum bisa dinikmati secara fisik, dan bahkan kita dihadapkan pada dunia virtual, melihat pameran secara virtual.
Banyak pameran, presentasi, diskusi tentang kesenian yang terjadi secara daring. Dan, ini akan sangat berperan dan berpengaruh pada dunia kesenian di kemudian hari.
Pada intinya, teknologi akan menjadi pendamping atau bagian dari proses perkembangan kesenian dan bagaimana kesenian itu bisa hadir di tengah masyarakat.
Menurut saya, kaitan erat dunia digital terhadap dunia kesenian bisa menjadi keunikan tersendiri di masa depan, bisa menjadi medium dan medan berkesenian yang segar (kalau tidak disebut baru) dan ini yang akan memberikan antusiasme baru terhadap wacana kesenian di Indonesia bahkan di tingkat internasional. Akan ada banyak perubahan yang sangat signifikan di dunia kesenian, baik itu dari senimannya sendiri, wacana kesenian, bahkan karya serta presentasi karya.
Selain berproduksi dan berusaha tetap hidup secara komersil, apa peran yang harus diambil oleh seniman dalam keadaan yang sulit begini?
Karena seniman adalah manusia, sama seperti manusia lainnya, dia bagian dari lingkungan sosial sekitarnya, bagian dari kelompok masyarakat yang ada di sekelilingnya. Maka menurut saya, seniman mesti tetap produktif karena jika seniman terlalu hanyut dalam situasi yang menekan ini maka kerugian terbesarnya adalah tidak terjadinya sebuah produksi karya.
Padahal, kesenian adalah pengamatan terhadap karya.
Maka, yang terbaik adalah seniman tetap berkoneksi atau saling mendukung dengan lingkungan sekitar. Dukungan bisa dengan kekuatan fisik atau finansial atau ide. Atau bisa juga dibentuk komunitas-komunitas berbasis pelaku seni ataupun kelompok kesenian yang tujuan dan sifatnya adalah saling bersinergi untuk saling mendukung dalam melakukan upaya-upaya pemulihan.
Capaiannya tidak hanya untuk seniman atau kalangan seni saja tetapi juga harus bisa meluas ke masyarakat karena seniman adalah elemen masyarakat.
Pameran, workshop, dan kegiatan-kegiatan kesenian lain di Indonesia terpaksa batal dan dialihkan menjadi kegiatan virtual, apa dampaknya terhadap ekosistem seni di Indonesia?
Tentu ini akan menggeser peran dari diskusi, atmosfer, dan wacana kesenian yang sudah kita alami selama ini. Dalam sebuah diskusi, presentasi, ataupun dialog, kehadiran seorang seniman di tengah publik untuk menjelaskan secara langsung dengan mimic, gesture, intonasi, dan ekspresi sangat mencerminkan seniman dan keseniannya.
Nah, ini yang mungkin akan bergeser, akan sedikit ada layer.
Jika produk kesenian diibaratkan sebagai sebuah makanan, maka ini ada bungkusnya. Kita bisa menikmati makanan tersebut tetapi dia terlalu dibungkus oleh beberapa hal dan tidak bisa dinikmati langsung.
Selain itu, presentasi dan diskusi karya berbasis virtual ini juga memiliki kendala yang sangat besar, yakni perkara jaringan internet. Terutama bagi para seniman dan pelaku kesenian yang berada di daerah-daerah terpencil, yang sulit untuk mengakses jaringan internet.
Selama jaringan internet dan fasilitas-fasilitas penunjang hubungan virtual mampu berperan maksimal, tentu hal ini merupakan hal yang sangat baik, karena seniman dan audiens sampai ke daerah-daerah pelosok yang terpencil bisa terlibat dalam sebuah acara kesenian, diskusi, dan sebagainya.
Interaksi langsung antara audiens dan karya berubah menjadi interaksi virtual, apakah perubahan ini memberikan pengaruh, apa pengaruhnya?
Menurut saya sangat berpengaruh. Bisa dibayangkan bahwa kita selama ini selain mempelajari atau mengkaji sebuah kesenian lewat lembaga, forum diskusi, informasi lewat internet, kita juga datang menghadiri pameran, museum.
Melihat langsung, merasakan langsung pengalaman yang didapat melalui indera yang kita miliki dengan melihat karya langsung secara fisik, itu memberikan pengalaman yang sangat berbeda, pengalaman yang sangat mempengaruhi psikologi seorang seniman juga, apalagi terhadap karya-karya yang disukai, karya-karya yang memang dituju untuk dilihat secara fisik.
Sementara, menikmati karya secara daring adalah seperti kita melihat poster, buku, majalah, dan hal yang dirasakan secara flat, hanya bisa dirasakan secara visual dan mungkin dengan tambahan audio. Namun, bagaimana merasakan atmosfer lukisan, berbasis cat minyak, dengan atmosfer warna yang tidak bisa dikelabui oleh media digital dan ekspresi dari durasi lukisan itu sendiri, baik itu lukisan yang sudah ratusan tahun ataupun lukisan yang dikreasikan dengan metode berbagai macam teknik, di situlah feeling atau rasa yang mungkin tidak akan didapat dengan hanya melihat secara virtual.
Belum lagi di sebuah pameran itu ada atmosfer ambience, sound, dan segala yang berkaitan dengan presentasi karya itu sulit dijangkau oleh media digital. Ini yang mungkin akan terasa sangat signifikan berbeda dengan pengalaman menikmati langsung sebuah karya seni.
Apakah ada nilai-nilai yang hilang (atau malah tercipta) dari perubahan interaksi langsung menjadi interaksi virtual ini?
Setiap zaman mengalami perubahan dalam hal menikmati karya seni, dan kita saat ini mengalami transisi dalam menikmati karya seni.
Kontak fisik sangat terbatas, sementara akses terhadap karya apapun sangat terfasilitasi. Bisa kita bayangkan bahwa kita disuguhi banyak hal bahkan sampai detil dari A sampai Z, tetapi semua itu tidak tersentuh, terasakan, terekam dalam indera tubuh kita saat menikmati karya tersebut.
Tentu ini akan mengubah psikologi, seperti yang saya bilang di awal tadi. Saya rasa, pengalaman menikmati karya seni di masa depan juga akan lebih cenderung berbeda. Saya yakin mengalami atau menikmati karya seni secara fisik suatu saat akan kembali lagi menjadi hal yang sangat krusial dan penting.
Namun, media virtual dan digital ini menjadi pendamping yang sangat bisa memudahkan dalam menyebarkan pengalaman menikmati kesenian kepada dunia, sampai ke seluruh pelosok paling terpencil yang mungkin tidak terjangkau secara fisik.
Kombinasi ini yang menurut saya akan menarik dan memperkuat wacana kesenian di dunia. Dan, jika ini digabungkan, maka akan bisa menjadi hal positif dan baik sekali, karena kesenian bisa menjangkau seluruh sudut bumi dengan sangat dekat dan erat.
Bagaimana menyampaikan pesan dan ruh sebuah karya agar tetap utuh sampai ke audiens dengan adanya perubahan interaksi menjadi virtual ini?
Misalnya, jika saya mengunggah karya di Instagram. Selain foto karya utuh (misalkan lukisan akan saya tampilkan foto lukisan secara utuh), lalu slide berikutnya akan saya tampilkan foto detil karyanya. Di bagian detil ini saya menampilkan maksud utama dari karya tersebut. Lalu saya juga memposting video timelapse proses melukis. Proses ketika lukisan ini diciptakan di slide pertama, lalu slide kedua adalah hasil jadinya lukisan tersebut.
Di sini saya ingin menggambarkan secara sangat gamblang dan jelas kepada publik sehingga publik bisa melihat secara jelas proses saya melukis/berkarya.
Selain memahami prosesnya, melalui foto detil saya juga berharap publik memahami maksud dan pesan dari lukisan yang saya buat. Selain itu, di instagram ada area caption tempat saya bisa memberikan banyak penjelasan. Cara ini kemungkinan juga akan saya pakai di presentasi karya melalui media virtual lainnya, tentu akan ada detil, dengan memasukkan video timelapse proses produksi karya, ada penambahan bagaimana karya tersebut didisplay di ruang pamer. Kemungkinan-kemungkinan itu yang akan saya sampaikan untuk interaksi virtual.
Apa imbas pandemi terhadap energi kreatif Anda?
Yang paling terasa, karena saya bekerja dengan tim, artinya sistem dan kinerja yang ada di studio ini semakin harus dikembangkan, baik itu dengan nilai-nilai psikologi, kesehatan, sosial, penggalian ide, dan produksi karya, karena pandemi ini jelas membatasi ruang gerak kita secara fisik.
Melukis masih saya lakukan dan itu kerja sendiri, sedangkan saya banyak bekerja dengan tim untuk mewujudkan karya yang sifatnya kerja besar, seperti membuat bordir, patung, dan medium lainnya.
Pekerjaan-pekerjaan yang membutuhkan interaksi dan kerja tim studio saya sendiri maupun studio artisan di luar studio saya.
Nah, selama pandemi ini kita mengoreksi mengenai banyak hal tentang kerja dan kinerja, dengan tetap mempertimbangkan sisi kesehatan.
Sebelumnya, kita hanya bekerja untuk mencari ide dan mewujudkan ide itu. Sekarang ini, selain bekerja untuk mewujudkan ide, kita juga harus memikirkan kesehatan semua elemen yang terlibat dalam setiap project.
Jadi bagi saya proses keseniannya akan berkembang. Saya tidak mau dipenjara oleh situasi yang menekan karena pandemi ini. Saya akan terus mengeksplorasi karya saya untuk diwujudkan dalam berbagai bentuk elemen kesenian.
Saya dan tim telah mengembangkan banyak cara untuk beradaptasi dengan situasi sekarang ini. Dan tentu, jika cara-cara tersebut terbukti berhasil, ke depan akan terus digunakan dalam memproduksi karya, meskipun misalnya dunia sudah berhasil mengatasi pandemi ini, cara dan metode terbaik yang telah berhasil kita kembangkan akan tetap kita gunakan.
Bagaimana Anda merespon pandemi dan akibat-akibatnya ke dalam karya?
Banyak ya, terakhir ini saya bikin seri Museum of Norm atau Museum Norma yang Baru. Jadi, ini adalah seri yang belum berhenti atau masih bersambung.
Saya merespon fenomena masyarakat kita, individu, sosial, kita semua, di saat mengalami pandemi. Bagaimana manusia menjaga hubungan sosialnya dengan membuat benteng atau menjaga jarak, menjaga kesehatannya dengan menjauhkan diri dari hiruk-pikuk dan interaksi, mewujudkan banyak sifat baru manusia, nilai-nilai universal yang selama ini kita pahami sangat berubah sesuai kebutuhan, dengan tujuan untuk keselamatan manusia.
Kita berusaha menjaga jarak, meminimalisir pertemuan, komunikasi fisik, interaksi langsung, yang dahulu merupakan hal tabu untuk dilakukan. Namun, saat pandemi ini, menjadi penyendiri atau mengisolasi diri atau menjadi orang yang introvert atau banyak beraktivitas di dalam rumah, atau menjaga jarak, tidak berinteraksi secara fisik, tidak beraktivitas keluar secara berlebihan menjadi hal yang sangat wajib dan normal.
Jadi, kenormalan-kenormalan yang baru ini menjadi norma-norma yang menarik saya amati. Maka karya dari seri Museum of Norm ini akan terus berkembang sesuai dengan sifat perkembangan psikologi manusia ketika mengalami pandemi ini.
Belum lagi tentang fenomena bagaimana masyarakat dan nilai-nilai sosial kita ini juga berubah secara global. Bagaimana dunia menjadikan pandemi ini semacam media untuk mewujudkan banyak hal, menunggangi pandemi ini dengan hal-hal politis lainnya. Jadi, ada banyak ide yang saya serap dari fenomena ini, yang saya dapatkan dari berbagai macam informasi dan juga pengamatan dari sekitar, karena saya juga mengalami dan sekitar saya juga mengalami akan hal-hal yang saya ungkapkan dalam karya.
Bagi saya, ini adalah era dan zaman di mana umat manusia “berubah”, generasi berubah secara psikologi, mental, kehidupan; inilah yang akan saya gali sebagai ide-ide berkarya di kemudian hari, karena konsep saya adalah selalu menggali apa yang terjadi hari ini pada generasi saya atau pada saya.
Saya yakin setiap seniman mewakili zamannya dan merepresentasikan era di mana seniman itu hidup dan berkarya.
Bagaimana masa depan seni (rupa) jika kita pada akhirnya harus hidup berdampingan dengan Covid-19?
Saya pikir tidak mungkin tidak selesai. Saya yakin manusia punya kecerdasan untuk mencari tahu tentang hal-hal, halangan, hambatan yang ada di depannya.
Saya optimistis bahwa ini akan reda.
Namun, jika pertanyaannya seperti itu, ada banyak strategi yang mungkin muncul dan ditawarkan lewat media virtual seperti yang kita bahas di atas.
Artinya, dunia akan semakin sepi dan kita musti siap dengan kesepian itu. Manusia akan mengalami banyak ketakutan, lahir dengan psikologi paranoid, bahkan dunia akan tidak saling mempercayai, saling curiga, demi keselamatan kita masing-masing.
Nilai-nilai yang sebenarnya kita anggap baik bisa terjungkir balik menjadi berbeda jika memang pandemi ini tidak selesai.
Dilihat dari sisi kesenian, akan menjadi era yang sangat ekspresif dan tanpa kepastian. Nilai-nilai kepastian dalam kesenian bisa jadi berubah dan kita hanya akan menjadi bergantung pada teknologi, nilai-nilai kesehatan, sosial yang baru; di sinilah manusia harus beradaptasi dengan hal-hal seperti itu. Namun, sekali lagi saya yakin manusia tidak mau seperti itu dan tentunya mereka akan berusaha mencari solusi.
Dalam situasi ini, merespon segala hal dengan kreatif dan positif akan menimbulkan optimisme yang bagus untuk pelaku kesenian dan juga karya keseniannya.
Karena, sekali lagi, tidak ada hal mulus dalam kehidupan. Kali ini kita diberikan halang-rintang yang dialami oleh semua umat manusia. Sebagai seniman, saya akan tetap setia pada profesi ini, dengan apa yang saya cintai.
Dan, saya tetap akan optimistis dan positif untuk melawan situasi, tetap selalu memotivasi dan berbagi dengan pelaku kesenian lainnya dan masyarakat luas. Saya tetap akan memberikan sinyal-sinyal bahwa ada banyak semangat di kesenian ini untuk kita bisa mengobati diri kita dengan semampu kita dan semaksimal kita.
Karena depresi, tekanan, dan kesedihan itu sendiri akan memperburuk situasi dan keadaan kita, jadi kita harus melawan dengan sesuatu yang memberi semangat dan kebahagiaan yang akan memunculkan hal-hal yang positif dan juga ruang optimisme akan terbuka untuk terjadinya hal-hal yang menarik.
Setiap zaman akan berubah dan kita tidak akan pernah tahu di beberapa tahun ke depan akan terjadi apa tetapi seniman tetap akan berkesenian dan juga elemen-elemen masyarakat lainnya juga akan tetap berlaku pada umumnya.
Kita akan menjaga semangat itu untuk tetap terus berkarya.