Cerita ruangrupa Menuju Documenta Fifteen
Kolektif seni asal Jakarta ruangrupa berbagi cerita perjalanan di balik proses pameran seni rupa kontemporer internasional documenta fifteen yang akan berlangsung pada 18 Juni-25 September 2022 di kota Kassel, Jerman. Sejak ditunjuk sebagai direktur artistik documenta fifteen pada Februari 2019, ruangrupa telah berangkat ke Kassel untuk memulai proses kurasi.
Setiap lima tahun sekali sejak 1955, documenta diselenggarakan di Kassel, dengan menyatukan seniman, pekerja budaya, serta pengunjung. Ajang documenta dianggap berhasil menjadi satu tolak ukur seni kontemporer dunia, juga cerminan isu-isu sosial terkini.
Sedangkan ruangrupa telah mengukir sejarah dengan menjadi kolektif seni pertama yang memimpin satu edisi documenta dan tercatat sebagai satu-satunya direktur artistik dari Asia dalam perhelatan akbar ini.
Dalam sesi warung kopi di Gudskul Ekosistem, Jakarta, awal Maret lalu, ruangrupa menyampaikan bahwa mereka telah membangun fondasi edisi kelima belas documenta atas nilai-nilai inti dan gagasan lumbung. Ide “Lumbung” sendiri punya makna adalah aglomerasi ide, cerita, energi, waktu, dan sumber daya lainnya yang dapat dibagikan.
Lumbung akan beroperasi dalam proses menuju documenta fifteen dan setelahnya. Lumbung sebagai arsitektur yang dikelola secara kolektif untuk penyimpanan makanan menjaga kesejahteraan suatu komunitas secara jangka panjang, melalui sumber daya komunal dan saling jaga, serta dikelola berdasarkan serangkaian nilai-nilai yang dipegang bersama, ritual kolektif, serta prinsip organisasional. Di sini ruangrupa menerjemahkan dan meneruskan tradisi berbagi ini dalam praktik sehari-hari.
“Sebagai kolektif, kami berbagi sumber daya, waktu, energi, dana, ide, dan pengetahuan di antara kami dan pihak lain. Pada awalnya, kami mengembangkan konsep lumbung lima tahun yang lalu, saat kami membentuk kolektif dari sekumpulan kolektif bersama Serrum dan Grafis Huru Hara, suatu prakarsa yang melalui berbagai uji coba menemukan bentuk terbarunya dalam Gudskul, sekolah dan ruang kami yang dikelola secara kolektif di Jakarta Selatan,” ucap ruangrupa dalam sesi obrolan dengan media melalui zoom.

Dalam prosesnya, beberapa agenda sempat bergeser lantaran pandemi COVID-19. Beberapa alternatif kemudian diupayakan. Salah satunya adalah pemanfaatan ruang virtual. Tim Artistik sendiri mulai terkoneksi untukbekerja secara virtual sejak April 2020 di lokasi masing-masing di Jakarta, Kassel, Amsterdam, Ramallah, Møn, dan Makassar.
Di waktu yang bersaman pula, Reza Afisina dan Iswanto Hartono, dua anggota ruangrupa, telah menetap di Kassel sejak pertengahan 2020. Hal pertama yang mereka lakukan adalah mempersiapkan ruruHaus, lokasi kuratorial di bekas department store Sportarena di Treppenstraße, Friedrichsplatz.
Pada Februari 2021, ruangrupa dan Tim Artistik mulai mengundang seniman–baik kolektif ataupun individu–untuk bergabung sebagai seniman lumbung. Mereka bisa melakukan riset, bertemu dengan para seniman lumbung lainnya, dan juga berkenalan dengan para warga lokal atau kolektif seni yang ada di Kassel.
Pada 1 Oktober 2021, documenta fifteen mengumumkan para seniman yang akan berpameran di Kassel. Istilah seniman lumbung digunakan untuk para seniman. Merujuk pada praktik lumbung yang menekankan proses kerja bersama antara ruangrupa sebagai direktur artistik, Tim Artistik, dan para seniman yang berpartisipasi padapenyelenggaraan documenta fifteen.
Di antara para seniman adalah anggota lumbung dari Indonesia, yaitu Jatiwangi art Factory dan Gudskul. Adapun seniman lumbung dari Indonesia adalah Agus Nur Amal PMTOH dan Taring Padi.
“Kami membangun percakapan jangka panjang bersama. Dalam perbincangan itu, peragihan pengetahuan, solidaritas, dan sumber daya akan meningkatkan kesejahteraan bagi praktik dan ekosistem masing-masing. Mereka akan saling berbagi praktik yang telah teruji, menampilkan prakarsa-prakarsa tersebut dalam berbagai format dan moda ekspresi, di dalam kerangka documenta fifteen di Kassel dan hubungannya dengan daerah-daerah lain sedunia,” ujar ruangrupa.
Namun isu kurang sedap sempat menerpa pada Februari 2022. Awalnya, seorang wartawan Zeit online bernama Thomas E. Schmidt menuliskan ihwal karya perupa asal Palestina yang diloloskan oleh ruangrupa. Karya itu disebutkan menyentil Israel dan menggelorakan kampanye anti-yahudi secara terbuka.
Zeit adalah salah satu media yang sangat berpengaruh di Jerman. Schmidt sepakat jika seni adalah medium bebas, sehingga para seniman dibebaskan pula untuk mewujudkan kreativitasnya. Namun jika persoalannya sudah menyentil ‘antisemitisme’, maka di situ pula muncul persoalan, karena Jerman bisa dibilang belum 100 persen sembuh dari luka fisik dan batin ‘holocaust’.
Schmidt sempat menyebut nama ‘ruangrupa’ sebagai Direktur Artistik dari Indonesia sebagai pihak yang memasukkan muatan politik dan ideologi dalam ajang documenta fifteen, padahal seni seharusnya terbebas dari dua hal itu. Foto dua kurator, Ade Darmawan dan Farid Rakun, pun terpampang dalam artikelnya. Ini tentu tudingan yang serius.
Tetapi kabar baik disampaikan Kepala Bagian Pers dan Kebudayaan Kedutaan Besar Jerman di Jakarta, Matthias Mueller. Saat dihubungi Rabu (29/3), Mueller mengatakan persoalan itu sudah selesai. Apakah artinya ruangrupa diizinkan untuk melanjutkan proses kurasi documenta fifteen?
“Tentu saja!”, ujar Mueller.
Sementara Direktur Goethe Institut Indonesia, Dr. Stefan Dreyer dalam wawancara melalui email pada Rabu (29/3) juga memastikan persoalan itu tidak akan mengganggu proses kurasi documenta fifteen selanjutnya.
“Sejauh yang saya lihat persiapan untuk (pameran) documenta fifteen berjalan baik. Ruangrupa telah memperkenalkan konsep ‘lumbung’ sebagai prinsip panduan yang digunakan dalam proses kurasi, menjelang pameran 100 hari itu,” ungkap Dreyer. Persoalan ini akhirnya dianggap selesai setelah documenta fifteen mengeluarkan rilis dalam situs mereka.
“Dalam menerima kompleksitas kita saat ini, documenta fifteen tidak memiliki kesamaan dengan gerakan politik mana pun, tetapi memiliki kontak dengan hak semua orang untuk membela hak-hak mereka dan melawan diskriminasi. Dasar dari documenta fifteen tahun ini adalah kebebasan berekspresi dan penolakan tegas terhadap anti-semitisme, rasisme, ekstremisme, Islamofobia, dan segala bentuk fundamentalisme kekerasan.
Hak semua orang untuk kehidupan yang ditentukan sendiri dalam damai, martabat dan keamanan adalah dasar bagi tim documenta fifteen”, demikian petikan rilis Documenta Fifteen.