Onrust, Garda Kota Yang Kini Merana Sengsara..
Satu nama pulau dari gugusan kepulauan Seribu, yang jaraknya hanya sejengkal dari Jakarta ini, seolah lepas, putus hubungan dengan Kota Jakarta tempat di mana ia bernaung. Bagi saya, Onrust adalah sebuah nama baru yang mencuat menampakkan sekelumit misteri macam hantu dari masa lalu. Ini kesan saat saya menapak kaki pertama kali di pulau ini di suatu pagi 3 bulan yang lalu. Mungkin juga karena hujan, mendung tebal dan kondisi laut yang tak ramah. Onrust menjadi bayangan semacam hantu orang tua yang rumahnya lama tak dikunjungi anak cucunya. Sunyi, dingin dan kelam. Matahari pun malas menyapa pagi itu. Ada rasa pilu saat pertama kali melihat bangunan utama yang walau sudah dicat putih, masih terasa suram.
Onrust berasal dari bahasa Belanda, unrest dalam bahasa Inggris, tidak pernah berhenti dalam bahasa Indonesia. Ironis sekali kondisinya sekarang. Mati, tanpa ada kegiatan yang berarti. Mungkin itu, kenapa bangunan bangunan ini seperti hantu yang bergerak resah tak ingin diam melawan waktu. Bangunan utama tipikal bangunan tua Belanda. Besar, tinggi dan berbangsal panjang seperti bangunan yang sering kita temui di kota kota tua di Indonesia. Semakin dekat semakin kental kesan tak terurusnya. Rumah besar ini kini digunakan sebagai Museum Onrust. Isinya? Sebagian kecil dari catatan dan peninggalan masa lalu yang tentu saja jauh dari cukup untuk mengungkapkan kejayaan Onrust di masanya.
Berjalan sekeliling pulau, kita bisa melihat banyak sekali puing bangunan di sana sini, fondasi yang masih tertancap kuat penanda dulu ada bangunan megah yang menjaga pulau ini. Ada satu gapura di tepi laut yang langsung terlihat dari bangunan utama. Dulu katanya, gapura ini terletak di tengah pulau. Pulau ini semakin mengecil. Air laut pun tak bersahabat dengan pulau ini nampaknya. Dengan latar belakang laut lepas, spot ini lumayan ideal bagi kaum netizen yang suka tiktok-an.
Di sisi lain pulau ini ada area kuburan. Sekelompok besar batu nisan yang menghitam hampir tak terbaca nama-namanya, menambah suram suasana. Kabarnya ada kuburan noni Belanda di sini. Cerita khas yang banyak kita dengar di seluruh penjuru Indonesia tentang perempuan Belanda yang nestapa, entah karena sakit, biasanya malaria atau.. karena cinta. Kemudian hantunya sering menampakkan dirinya. Tipikal! Tak hanya itu, banyak penduduk percaya bahwa Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo, pemimpin DI/TII yang memproklamirkan berdirinya NII pada akhir 1950-an dikuburkan di sini setelah dieksekusi tembak mati. Dalam bukunya, Fadli Zon mengatakan Kartosoewirjo dikuburkan di pulau Ubi, satu nama lagi di Kepulauan Seribu yang baru saya dengar. Entahlah mana yang benar. Saya tidak meneliti satu persatu nama-nama yang ada di sini maupun di satu tempat lain di mana ada kuburan yang dikeramatkan. Seram? Iya!
Saya lebih suka mencari cerita seru tentang pulau ini dari berbagai catatan dan
contekan sejarah. Di masa jayanya VOC –abad 17 sampai akhir abad 19– pulau ini adalah salah satu titik penting bongkar muat dan galangan kapal sebelum mereka memasuki atau meninggalkan kota Batavia. Dibangun pada tahun 1850 dan berfungsi sampai jatuh pailltnya VOC di tahun 1899. Mari kita bayangkan betapa ramainya pulau ini. Sebagai salah satu titik penting rute perdagangan rempah, Onrust menjadi salah satu tempat bongkar pasang komoditas rempah dari dan ke pulau Jawa via Batavia dan Pelabuhan Sunda Kelapa sebelum dibawa ke Eropa atau sebaliknya, kapal-kapal Eropa sebelum memasuki Sunda Kelapa, singgah dulu di sini. Sampai sekarang, penduduk lokal masih sering menyebutnya sebagai pulau Kapal.
Ada benteng Martello di pulau Kelor, yang letaknya bersebelahan dengan Onrust. Apa artinya? Manalah membangun benteng kalau bukan untuk siap siap bertempur dan mempertahankan diri. Kawalan perdagangan dengan kesiapan tentara mumpuni di jaman ini adalah alasan utama dan penanda pentingnya komoditas rempah. Lada, misalnya diangkut dari pelosok Banten dengan perahu perahu kecil lewat sungai sampai ke Sunda Kelapa –yang sebelumnya ke Pelabuhan Banten- untuk dimuat ke kapal-kapal besar, transit ke Onrust untuk dapat semacam ‘stempel’ dan perbekalan dalam perjalanan panjang menuju Eropa. Pulau ini juga menjadi bengkel bagi kapal-kapal dagang Belanda. Macam service center mobil atau atau hanggar pesawat di masa kini. Jadi secara regular, para pedagang akan memeriksa kondisi dan ijin exit permit kapal mereka di sini. Dengan luas hanya 7,5 hektar pulau ini jadi titik intai 360 derajat yang strategis bagi Kota Batavia. Bisa melihat seputar wilayah laut dan
memberikan alert ke daratan. Benteng pun dilengkapi dengan lubang 4 titik yang siap meluncurkan meriam kapan saja dibutuhkan. Sungguh strategis.
Berbicara perdagangan rempah, kita pun tak luput harus berbicara tentang Pelabuhan Sunda Kelapa, sebuah pelabuhan di Batavia yang harus dibaca sebagai salah satu titik penting di wilayah sekitar selat Malaka dan Asia Tenggara. Jadi rutenya dari Sunda Kelapa singgah Onrust, melaju lewat Selat Malaka dan kemudian armada kapal-kapal perdagangan rempah ini akan menempuh perjalanan laut yang panjang, menyusuri pantai Afrika Timur ke berbagai belahan dunia membawa rempah Nusantara.
Onrust kini seperti tenggelam ditelan masa, digerus ombak kepulauan Seribu. Alih fungsi pulau ini mencerminkan pergulatan sosial politik di wilayah ini mulai dari kerajaan Jayakarta, Hindia Belanda, masa pendudukan Jepang sampai jaman Orde Baru. Pulau ini menjadi tempat persinggahan atau pengasingan sementara para Haji usai mereka pulang dari tanah suci pada masa Hindia Belanda, tempat pengasingan politik saat jaman Jepang, sampai tempat pengasingan penyakit seperti kusta. Bahkan di tahun 1960-an, pulau ini sempat menjadi tempat penampungan kaum gelandangan. Kemudian pulau ini pun mati. Hanya sekali-sekali wisatawan lokal mendatangi Onrust. Sepi.
Belum pernah ke sana? Tenang, Anda tidak sendirian. Bahkan banyak orang Jakarta yang hanya tahu pulau Bidadari, Pramuka dan beberapa pulau lainnya dari gugusan kepulauan Seribu sebagai pilihan wisata akhir minggu. Tapi Onrust? Hmm.. Walau dekat dengan Pulau Bidadari, mampir ke pulau ini bukan jadi pilihan banyak orang. Percaya tidak, di pulau ini belum ada aliran listrik! Sebegitu jauhnya dari peradaban Jakarta. Dengan status cagar budaya, semoga saja Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mau menjadikan pulau ini hidup kembali sebagai pembelajaran sejarah bagi kita semua.
Semoga.
Sumber Foto: Koninkliijke Bibliotheek Public Domain
Dok. Dinas Kebudayaan DKI