Visi
Menjadi pilihan utama bagi masyarakat Indonesia untuk mendapatkan berita dan informasi seni, sastra, dan budaya Indonesia secara digital.

Misi
MENYATUKAN informasi karya dan kegiatan dari para pelaku seni, sastra, dan budaya untuk dapat diakses secara digital dengan mudah, Baca Selengkapnya...

Tacit, Pameran Karya Dua Seniwati Dengan Material Ramah Lingkungan

Tacit, Pameran Karya Dua Seniwati Dengan Material Ramah Lingkungan

Terkadang seniman berkarya menggunakan material baru yang menyebabkan sampah dan tidak ramah lingkungan. Sisa-sisa bahan karya mereka bahkan seringkali menjadi limbah bagi lingkungan sekitar. Hal ini menjadi misi utama dalam pameran senirupa bertajuk Tacit yang menghadirkan karya dari dua perupa perempuan, yaitu Maharani Mancanagara dan Meliantha Muliawan.

Pameran yang bertempat di Artsphere, Dharmawangsa Square di Jakarta Selatan berlangsung dari 21 Mei hingga 21 Juni 2022. Kedua seniman berprestasi ini, di dalam dan luar negeri, menghadirkan keprihatinannya akan isu lingkungan dengan membuat karya menggunakan bahan-bahan daur ulang.

Selama ini keduanya dikenal dengan karya-karya yang menggunakan medium tertentu. Meliantha dengan bahan resin dan kertas dan Maharani dengan material kayu, yang kemudian menjadi identik dengan ciri khas mereka.

Perhatian keduanya tentang praktik berkesenian dan bagaimana seniman bisa berkontribusi mengurangi limbah dan sampah, membawa keduanya menelusuri berbagai material baru yang dibuat dengan kesadaran menjaga ekosistem alam. Penelusuran ini mempertemukan mereka dengan material bernama misel yang direka dari upaya untuk mengolah limbah ampas kopi menjadi lembaran materi yang menyerupai kulit.

Misel sendiri merupakan eksperimen yang dihasilkan di laboratorium Institut Teknologi Bandung, yang kemudian berkembang menjadi sebuah unit usaha berbasis inovasi dan enterprenur sosial. Dalam sebuah laman ITB, disebutkan: Misel diproduksi melalui proses penemuan dan inovasi lembaran selulosa yang memiliki kekuatan dan tekstur yang mirip dengan kulit. Ini dapat digunakan sebagai bahan alternatif dalam industri fashion dan mebel.

Mengutip dari penulis pameran ini, Alia Swatika menjelaskan, “Pameran ini menggambarkan bahwa dalam praktik seni kontemporer, kejelian memilih material yang non-konvensional, kemudian mengolah dan mengombinasikannya dengan gagasan-gagasan tertentu, merupakan bagian dari upaya untuk melahirkan ‘kebaruan’ atau, dalam konteks yang lebih intim, keluar dari zona nyaman atas material-material yang mapan”.

Hasil dari karya kedua seniwati lulusan Fakultas Seni Rupa dan Desain ITB ini pun sangat unik. Meli, panggilan akrab Meliantha Muliawan, pada pameran kali ini menciptakan bentuk-bentuk yang dekat dengan kesehariannya.

Menurutnya, membentuk material yang baru dikenal ini membutuhkan proses yang tidak mudah dan tidak sebentar. Ia mencoba mengenali material ini dalam sifat-sifat fisiknya, tampilannya, kekuatannya, warnanya, baunya, dan hal lainnya.

Menjadikan bahan misel ini ke bentuk kayu ditampilkan pada karya berjudul Vertical Exploitation di mana Meli menciptakan replika cabang-cabang pohon yang telah terpotong-potong, kemudian masing-masing dikemas dalam kotak akrilik, seperti sebuah artefak atau cinderamata. Di sini kita bisa membayangkan di masa depan, pohon sudah semakin langka dan kita hanya bisa menikmatinya sebagai cinderamata.

vertical exploitation karya meliantha muliawan tacit artsphere | kultural indonesia | https://kulturalindonesia.id/
Vertical Exploitation karya Meliantha Muliawan – TACIT Artsphere
Sumber foto : Ferry Irawan / Dokumentasi Artsphere

Di sisi lain, Maharani Mancanagara menghadirkan karya dengan memanfaatkan kayu-kayu yang tak terpakai di studionya, dirangkai kembali menjadi bentuk baru. Kayu-kayu ini kemudian ditimpa gambar-gambar hitam membentuk gambaran yang abstrak.

vertical exploitation karya meliantha muliawan tacit artsphere | kultural indonesia | https://kulturalindonesia.id/
Stimulus, Karya Maharani Mancanagara

Maharani juga mencoba bahan misel. Ia membuat karya instalasi berbentuk tangan-tangan dengan telapaknya yang membentuk beragam gestur, yang diberi judul Stimulus. Sepintas kumpulan telapak tangan ini terlihat seperti sarung tangan kulit. Telapak-telapak tangan ini menggantung di dinding, seakan seperti mereka saling berinteraksi satu sama lain.

Maharani juga menghadirkan sebuah animasi berbasis mesin pemutar sederhana, yang menampilkan narasi-narasi abstrak yang mengajak setiap orang yang melihat dengan persepsi masing-masing.

Akhirnya secara umum, pada pameran ini kedua seniwati tidak hanya berani menghadirkan karya dengan material baru yang ramah lingkungan, gagasan baru dan persepsi baru, tetapi juga mengajak sesama seniman untuk bertanggung jawab atas dampak limbah dari karya-karya yang dihasilkan. Sekaligus membentuk gagasan dan bentuk -bentuk baru sebagai penyampai pesan seniman lewat material yang baru.

Tinggalkan Balasan

Your email address will not be published.