Visi
Menjadi pilihan utama bagi masyarakat Indonesia untuk mendapatkan berita dan informasi seni, sastra, dan budaya Indonesia secara digital.

Misi
MENYATUKAN informasi karya dan kegiatan dari para pelaku seni, sastra, dan budaya untuk dapat diakses secara digital dengan mudah, Baca Selengkapnya...

Inyik Balang

Inyik Balang

Banyak orang mengharapkan umur panjang dari Sang Pencipta. Namun ada juga
yang ingin segera menyudahi keberkahan itu. Dialah Mangkutak, hidup lebih dari satu
abad. Berkah berupa umur panjang yang diperoleh Mangkutak membuatnya
mengalami peristiwa yang lebih besar dari sebuah petualangan. Mangkutak lahir dan
tumbuh di sebuah desa di tanah Minangkabau. Ia menjalankan hari-harinya seperti
orang biasa termasuk belajar di surau. Suatu hari Mangkutak menyaksikan sebuah
kejadian yang amat tak masuk akal baginya. Ia mendapati Labai Lebe, seorang tokoh
masyarakat di desa yang juga merupakan ayah kandungnya berbincang dengan
seorang perempuan cantik yang kemudian berubah menjadi seekor harimau putih.
Beberapa waktu kemudian, Mangkutak mengetahui bahwa Labai Lebe tak hanya sakti
dalam menghabisi lawan-lawannya tapi juga bisa berubah menjadi seekor harimau
putih seperti perempuan tadi. Sebuah keajaiban pun terjadi di mana Mangkutak
akhirnya mewarisi kesaktian Labai Lebe menjadi ‘inyiak’ atau harimau. Dengan
demikian ia menjadi bagian dari Alam Sebalik Mata. Kesaktian itu juga membuat
Mangkutak berumur sangat panjang hingga ia mampu meyaksikan berbagai peristiwa
bersejarah.

Dalam tradisi masyarakat Minangkabau laki-laki sudah seharusnya merantau. Rumah
gadang di kampung halaman yang nyaman bukanlah tempat bagi mereka untuk
berlama-lama tinggal. Hidup yang sebenar-benarnya ditempa lewat merantau.
Perjalanan hidup Mangkutak menjadikannya sebagai laki-laki Minang yang
seharusnya itu. Sekitar tahun 1860-an Mangkutak merasakan bagaimana kehidupan
di luar kampung halamannya. Ia pergi ke Bukittinggi. Di sana ia bertemu dengan
seorang Belanda bernama Mannuer van Teuk. Untuk pertama kalinya Mangkutak
mengikuti lomba berburu babi. Bertahun-tahun hingga Indonesia mencapai
kemerdekaannya Mangkutak masih menghirup nafas kehidupan. Takdir membawa
Mangkutak menuju Batavia di mana ia bertemu dengan Ida, seorang perempuan
keturunan Arab yang kemudian menjadi istrinya. Lalu ia beranjak ke Yogyakarta.
Umur panjang membuat Mangkutak dapat menyaksikan dan mejadi bagian dalam
peristiwa bersejarah di tanah kelahirannya, seperti perang Paderi, peristiwa
Pemerintah Darurat Republik Indonesia (PDRI) tahun 1948, Pemerintahan
Revolusioner Republik Indonesia (PRRI) di tahun 1958, serta gejolak masa Orde Baru
sampai berakhirnya di tahun 1998.

Selama Mangkutak hidup selama itu pula ia mengalami beragam babak yang turut
mengubah hidupnya. Tokoh Mangkutak dalam novel ini adalah manusia yang
bertumbuh tak hanya secara fisik tapi juga secara pemikiran. Lewat Labai Lebe, salah
seorang terdekat Mangkutak belajar tentang arti keberanian dan perlawanan. Lalu,
serangkaian peristiwa bsrsejarah yang ia lalui mengajarkanya tentang sikap kritis dan
politik. Saat di Batavia, ia mengenal lebih dalam tentang sastra lewat seorang penyair.
Keterlibatannya dalam gerilya di Lembah Anai juga menjadikannya manusia baru
yang kaya akan tujuan dan makna.

Lewat tokoh Mangkutak novel ini memberikan gambaran tentang tradisi masyarakat
Minangkabau serta bagaimana mereka merawat tradisi itu. Hal itu menjadikan novel
fiksi ini semacam ensiklopedia kecil bagi generasi muda dan pembaca dari luar
Minangkabau dalam memahami sedikit banyak tentang adat-istiadat serta pergolakan
politik di tanah Minangkabau. Pengalaman membaca Inyik Balang menjadi makin
berkesan karena karya sastra ini memuat rangkaian kata yang indah serupa sajak.

“Mangkutak bagai kena rapal si tukang jampi, jangatnya dingin kali, sekaku mayat
habis mandi.” (hal.51)

“Seperti disapa hantu, Mangkutak mati kutu, kakinya ditikam layu, tubuhnya tegak
kaku.” (hal. 59)

“Bala saling mengkusut wajah di dalam pertengkaran. Serupa balam dan ketitiran.
Bagai air dicincang tak akan putus, begitu juga pergaulan mereka.” (hal.99)

Novel ini memberikan pilihan diksi yang cukup kaya dan lirikal, menjadikannya sebuah
karya sastra di masa ini lebih menarik. Karya ini semakin menunjukkan bahwa Bahasa
Indonesia itu indah dan kaya akan kosakata. Narasi di dalam karya ini juga memuat
dialog dalam bahasa Minang. Selain penggambaran tentang tradisi masyarakat
Minangkabau yang mampu menghidupkan kisah dan tokoh utamanya, beberapa
bagian cerita mengajak pembaca masuk ke dunia yang berbeda hasil dari meleburnya
elemen sejarah, legenda rakyat, dan fantasi. Meskipun demikian, membaca Inyik
Balang tidaklah bisa terburu-buru. Novel ini berisi panjangnya linimasa dari kehidupan
Mangkutak yang diceritakan secara tak runut. Dengan demikian perlu perhatian lebih
sehingga kita bisa memahami urutannya beserta peristiwa yang dialami oleh
Mangkutak.

Inyik Balang merupakan novel pertama Andre Septiawan. Penulis kelahiran Pariaman
tahun 1995 ini terpilih sebagai salah satu Emerging Writers di Ubud Writer and Reader
Festival tahun 2018. Sebelum menulis Inyik Balang, Andre Septiawan telah menulis
buku puisi 17 Puisi Cinta untuk Frida (2023) dan Kalau Begitu Kita Juduli saja Prosa
ini Omelan (2020). Kekhasan yang dimiliki Inyik Balang menjadikannya sebuah novel
yang menarik bagi para pembaca muda yang ingin mulai menikmati karya sastra.

Penulis: Andre Septiawan
Penerbit: Kepustakaan Populer Gramedia (KPG)
Tahun terbit: 2024
Jumlah halaman: 157 halaman

Related Posts

Tinggalkan Balasan

Your email address will not be published.