Visi
Menjadi pilihan utama bagi masyarakat Indonesia untuk mendapatkan berita dan informasi seni, sastra, dan budaya Indonesia secara digital.

Misi
MENYATUKAN informasi karya dan kegiatan dari para pelaku seni, sastra, dan budaya untuk dapat diakses secara digital dengan mudah, Baca Selengkapnya...

Lima Seniman Muda Bali Berpameran Bersama di Jakarta Lewat Raket Rumaket

Lima Seniman Muda Bali Berpameran Bersama di Jakarta Lewat Raket Rumaket

Sebuah bahan atau materi utama dalam berkarya, tidak hanya dipandang sebagai sebuah barang untuk membuat karya, namun dibalik benda tersebut, bisa dilihat sebuah cerita mendalam dalam perjalanan hidup seorang seniman.

Materi tersebut bisa sangat dekat dan mengikat dalam kehidupan pribadinya, secara sosial dan budaya, mempunyai ikatan emosional, hingga dari materi tersebut seorang seniman memandang kehidupan dan menjadi inspirasi dalam berkarya.

Hal ini tercermin dalam pameran bersama Raket Rumaket di DGallerie Jakarta, mulai 20 April–17 Mei 2024. Pameran ini menghadirkan lima seniman muda asal Bali yang sebelumnya telah melakukan pameran kecil dengan konsep yang sama, ide ini kemudian dibawa ke Jakarta oleh DGallerie untuk diadakan di Jakarta.

Raket Rumaket sendiri berarti sebuah kedekatan yang erat, baik antara insan individu atau antara manusia dengan entitas yang lain, dalam hal ini material dasar dalam karya seni. Dari kelima seniman ini masing-masing menghadirkan material khusus yang menghasilkan karya seni dengan keunikan masing-masing.

Mereka adalah Gusti Kade Kartika mengeksplorasi material kain dan benang, Didin Jirot dengan material plat stainless dan kuningan. IPiki Suryesa dengan material resin, dan I Gede Sukarya dengan Kulit Sapi, serta Wayan Yusa Dirgantara dengan pasir pantai.

Gusti Kade Kartika lahir dari keluarga penjahit Sulam Jembrana, sehingga dari kecil akrab dengan benang dan kain. Dari situlah Gusti Kade dengan mudah membuat pola-pola acak dengan komposisi tertentu sehingga membuat bentuk-bentuk yang menarik. Dari sketsa kemudian lulusan ISI Denpasar ini membuat kain dengan warna tertentu yang sudah ia rencanakan, lalu kadang dihiasi pola guratan acak benang disebuah kain yang telah diisi busa terlebih dahulu. Paduan warna dan komposisi bentuk membuat karya-karyanya menjadi ciri khasnya, baik itu membentuk pola geometris maupun abstrak.

Didin Jirot dalam kesehariannya terutama dalam menjalankan ritual dan perayan keagamaan, akrab dengan penggunaan plat stainless, kuningan dan cat. Kemudian oleh Didin plat-plat tersebut diberi warna-warna metalik dan ditekuk dan dipiuhkan lalu dikemas dalam komposisi abstrak.

Melihat karya Didin seperti melihat aktifitas saat metanding atau menyusun sarana persembahan ritual dalam kebiasaan masyarakat Bali. Pria kelahiran 1998 ini menyusun plat di lantai lalu dirangkai sedemikian rupa menjadi suatu komposisi, seperti elemen berbagai persembahan yang disusun menjadi bentuk yang utuh.

I Gede Sukarya melihat kulit sapi sebagai material yang akrab dalam kebiasaan di hidupnya. Melalui ritual pengorbanan sapi, sebagai wujud rasa terima kasih anak laki-laki terhadap orang tua dan leluhur. Kulit sapi dalam kehidupan Masyarakat Bali digunakan untuk pembuatan Barong, Baju penari ataupun untuk wayang. Lulusan ISI Depasar ini kemudian mengembangkan dari sisi artistiknya menjadi karya seni tiga dimensi melalu teknik tatah maupun anyaman.

IPiki Suryesa lahir dari keluarga pengrajin ukir. Hasilnya digunakan untuk membuat piranti penunjang upacara keagamaan yang dalam pembuatannya menggunakan cairan resin. Dalam karyanya, lulusan ISI Yogyakarta ini menggunakan material resin yang dipadukan dengan bulu sintetis. Lelehan resin melalui bulu-bulu sintetis yang menyelubungi permukaan ornamen membentuk tentakel-tentakel , yang kemudian dipadukan dengan warna menjadi bentuk efek kinetik, menggambarkan arus perubahan industri pengrajin rumahan di desanya.

Berbeda dengan para seniman lainnya, Wayan Yusa Dirgantara akrab dengan suasana pantai dan pasir di kampung halamannya. Pria lulusan ISI Yogyakarta ini senang melihat suasana pantai di waktu pagi saat pantai masih sepi dan banyak beberapa pantai komersil di Bali yang meninggalkan sisa sampah-sampah aktifitas manusia yang menyembul di permukaannya. Hal ini menimbulkan kegelisahan, sehingga finalis Painting of The Year UBO 2021 ini mengangkat sudut pandangnya secara zoom in, maupun zoom out tentang suasana pantai. Di pameran kali ini menghadirkan lukisan Suara Segara 1 dan 2 yang mengambil sudut pandang zoom out suasana pantai lengkap dengan horisonnya menggunakan material pasir silika.

Menurut sang kurator I Made Susanta Dwitanaya, dalam pameran ini para seniman menghadirkan karya-karya terbarunya yang telah mereka siapkan dalam 6 bulan. “Dalam pameran ini material tidak sekedar benda mati tetapi mempunyai hubungan kedekatan dengan para seniman, sehingga setiap karya mempunyai cerita dan mengungkapkan narasi yang mendalam tentang kehidupan mereka masing-masing”. kata sang kurator pendiri Gurat Institute, Lembaga independent bidang kuratorial seni.

“Pameran ini juga mengungkapan bagaimana perkembangkan seni kontemporer yang ada di Bali. Dengan kecenderungan ( gaya atau ciri khas) masing-masing seniman, menggambarkan kesemarakan seni rupa di Bali saat ini”, tambahnya.

Foto: Ferry Irawan | Kultural Indonesia

Tinggalkan Balasan

Your email address will not be published.