Visi
Menjadi pilihan utama bagi masyarakat Indonesia untuk mendapatkan berita dan informasi seni, sastra, dan budaya Indonesia secara digital.

Misi
MENYATUKAN informasi karya dan kegiatan dari para pelaku seni, sastra, dan budaya untuk dapat diakses secara digital dengan mudah, Baca Selengkapnya...

Titimangsa Hadirkan Pentas Teater Ariyah, Legenda Urban Si Manis Jembatan Ancol

Titimangsa Hadirkan Pentas Teater Ariyah, Legenda Urban Si Manis Jembatan Ancol

Titimangsa kembali menghadirkan pementasan teater dengan judul Ariyah dari Jembatan Ancol. Produksi ke-63 Titimangsa ini dipentaskan di Teater Jakarta, Taman Ismail Marzuki, pada tangal 27-28 Juli 2023. Setelah sebelumnya menghadirkan pentas seputar cerita klasik atau sejarah, kini Titimangsa mengambil ide cerita dari legenda perkotaan Jakarta Si Manis Jembatan Ancol yang telah muncul sejak abad ke-19, namun dipadu dengan latar situasi moderen saat ini.

Dalam pementasan ini menghadirkan aktor dan aktris muda dan populer antara lain Chelsea Islan, Mikha Tambayong, Ario Bayu, Gusty Pratama, dan Ririn Ekawati yang beradu akting dengan para senior yang telah lama belajar dan manggung di belantara teater di Indonesia, yaitu Lucky Moniaga, Rahayu Saraswati, Derry Oktami, Sarah Tjia, Joind Bayuwindanda, serta dua penari kontemporer kenamaan Indonesia, Josh Marcy dan Siko Setyanto.

Pementasan ditampilkan dengan alur maju mundur dari tahun 1817-an di Jakarta dan jaman sekarang di tahun 2023. Setting panggung dibuat portable, hingga bisa dibolak balik oleh crew panggung sesuai latar belakang cerita yang diinginkan. Seperti teras rumah, teras toko, rumah markas centeng hingga pos jaga kuburan, dan kantor mafia tanah. Disamping itu juga ada tata panggung menggambarkan rumah moderen namun penuh efek otomatis untuk menggambarkan situasi rumah berhantu, seperti televisi datar yang menyala sendiri, keran air yang menyemburkan air sendiri hingga lantai dua yang menempatkan penampakan hantu.

Memang ceritanya seputar hantu Ariyah, Si Manis Jembatan Ancol. Bermula dari tekanan lintah darat Juragan Tambas yang menekan emak dan Ariyah atas hutang dari almarhum ayahnya. Kemudian Ariyah dengan emosi menjaminkan dirinya melunasi hutang keluarganya. Karim kekasih Ariyah pemilik toko kue di Kawasan Paseban tidak setuju dan mencoba membujuk Juragan Tambas dengan membayar sebagian hutang keluarga Ariyah, namun kemudian dibunuh oleh centeng-centeng anak buah Tambas di kawasan Ancol.

Ariyah yang kemudian mencoba mengejar Karim ikut terjebak dengan ancaman centeng-centeng dan juga terbunuh. Rasa bersalah dan keinginan bertemu kekasihnya menyebabkan arwahnya menjadi penasaran. Namun cerita tidak hanya disitu, alur cerita di silang saling dengan cerita di jaman sekarang.

Yulia, janda anak satu yang menempati rumah peninggalan suaminya, ditekan oleh mafia tanah Mintarjo yang memaksanya meninggalkan rumahnya. Namun sebagai pengusaha kue berbahan kayu manis, mengundang arwah Ariyah hadir di rumahnya. Namun ternyata bukan hanya itu alasannya, dibawah rumahnya, ternyata tempat Karim, terbunuh dan dikuburkan.

Pentas teater dengan tema cerita misteri dan horor memang masih jarang ditampilkan di Indonesia, sehingga pentas Ariyah ini menjadi membawa kesegaran baru dalam dunia teater tanah air, apalagi dilengkapi dengan tata panggung dan cahaya, tata suara yang meneguhkan karakter hantu, busana yang memikat, dari masyarakat di Jakarta Tempo dulu dengan fesyen jaman sekarang. Menjadikan pentas Ariyah ini semakin menarik. Sehingga pentas selama dua jam ini tidak terasa membosankan.

Semua ini merupakan hasil dari kerja keras orang-orang di belakang panggung, seperti produser Happy Salma dan Pradetya Novitri, Koproduser Melyana Tjahyadikarta, sutradara Heliana Sinaga, Joned Suryatmoko yang juga sutradara sekaligus direktur artistik dan Kurnia Effendi yang menulis naskahnya serta Achi Hardjakusumah sebagai penata musik. Serta didukung oleh puluhan pekerja lainnya yang menjadikan pentas ini tampil apik.

Happy Salma menyatakan bahwa kita bisa melihat perspektif lain dari cerita sejarah di Indonesia yaitu legenda urban, bukan sesuatu yang menakutkan tetapi juga cermin psikologis dari masyarakat sekitar kita.

“Kami tidak hanya menciptakan rasa takut dan hal-hal mistik, pada Ariyah kami menggali persoalan yang bersumber dari dalam diri manusianya sendiri, hal seputar kesalahan masa lalu, persoalan harta, janji yang tidak terpenuhi, dan hanya hal yang tak terselesaikan adalah ketakutan itu sendiri, “ kata Helenia Sinaga.

Sumber Foto: Ferry Irawan

Tinggalkan Balasan

Your email address will not be published.