Visi
Menjadi pilihan utama bagi masyarakat Indonesia untuk mendapatkan berita dan informasi seni, sastra, dan budaya Indonesia secara digital.

Misi
MENYATUKAN informasi karya dan kegiatan dari para pelaku seni, sastra, dan budaya untuk dapat diakses secara digital dengan mudah, Baca Selengkapnya...

Jakarta International Literary Festival 2024

Jakarta International Literary Festival 2024

Revitalisasi Bangunan Tua Dan Aneka Problematikanya

Seiring perkembangan zaman, pentingnya konservasi bangunan-bangunan tua di Indonesia semakin sering didengungkan. Hal ini tentu bukan sekedar mengikuti tren global, namun demi keseimbangan lahan dan lingkungan, tata kota sekaligus pemanfaatan bagi masyarakat.

Jika waktu ditarik mundur, di Jakarta terutama, ada banyak bangunan tua terbengkalai yang akhirnya hanya menjadi pemandangan tak sedap dipandang. Ini termasuk bangunan peninggalan masa kolonial di beberapa area.

Isu pelestarian bangunan bersejarah jelas bukan hanya untuk menjaga keutuhan dan keaslian setiap aspek material yang dimilikinya. Nilai bangunan diupayakan tetap relevan sepanjang waktu. Salah satu cara yang dilakukan oleh arsitek atau desainer adalah dengan memanfaatkan kembali dan memberikan sentuhan inovatif pada bangunan. Arsitek Jacob Gatot Surarjo, Co-Founder M Bloc Space, mengaku ia terinspirasi bangunan-bangunan tua di London dan Taiwan yang direvitalisasi menjadi tempat komersil.

“Memang tak semua proyek (saya) berasal dari bangunan kolonial. M Bloc Space dari perumahan PERURI yang tak lagi ditempati. Awalnya kan ada pemikiran apakah proyek ini akan berupa kemitraan publik swasta yang dikelola BUMN atau ‘social enterprise model,” ungkap Jacob dalam diskusi “Old Building, New Uses: A Fusion of Past and Present”, di Galeri Emiria Soenassa, Taman Ismail Marzuki, Jumat (29/11).

Pemikiran Jacob sendiri berangkat dari pemanfaatan lokasi di kawasan Blok M yang dibuat se-adaptif mungkin. Tak ada lahan parkir karena ia ingin M Bloc Space menjadi tempat inklusif.

Selain di Jakarta, proyek serupa sudah dijalankan di tujuh tempat, diantaranya JNM Bloc Yogyakarta, Pos Bloc Medan, Fabriek Bloc Padang (bekas pabrik seng), Lokananta Solo, dan ArtSubs Pos Bloc Surabaya, bekas kantor pos terluas yang direvitalisasi, yang arsitekturnya dikerjakan oleh arsitek asli Surabaya.

Sementara itu, tiga arsitek muda dari FFFAAARRR (baca: Far) mengaku penggarapan proyek revitalisasi bangunan tua ada suka duka tersendiri. FFFAAARRR merupakan praktik desain yang didirikan pada tahun 2017 oleh Fauzia Evanindya, Andro Kaliandi, dan Azalia Maritza.

Mereka percaya pada kebebasan bermain-main dengan gaya yang berbeda, mengubah bentuk geometris, menceritakan rangkaian ruang yang menyenangkan, dan mencoba bahan non-bangunan. Dengan pendekatan desain yang kekinian dan menyenangkan, FFFAAARRR telah mengerjakan beberapa rumah pribadi dan renovasi, retail, sejumlah pameran, hingga serangkaian instrumen mainan.

Namun saat selesai mengerjakan satu proyek, mereka mengaku kadang-kadang timbul dilema terkait keberlanjutan proyek yang sudah telanjur dibuat.

“Seringkali perasaan itu timbul, semisal ketika proyek di Borobudur selesai, itu kan menurut saya menarik juga jika ada yang mau menjajaki sehingga proyek itu bisa bertahan lama, jangan hanya ‘seasonal’ (musiman, karena ada event tertentu). Ini kan menarik. Sayangnya kami dari FFFAAARRR dalam proyek itu adanya di urutan paling bawah, kami hanya diminta menyediakan desain, bukan pihak yang bisa membuat keputusan,” ungkap Fauzia. Beradaptasi dengan kontur tanah berbukit, mereka mendesain pentas Lumbini dalam Indonesia Bertutur 2022 yang diapresiasi banyak pihak. Acara ini adalah bagian dari forum G20, saat Indonesia menjadi tuan rumah.

Sejarawan Hilmar Farid, mantan Dirjen Kebudayaan di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, menilai cara mengubah bangunan bersejarah menjadi ruang publik yang dinamis atau tempat seni yang unik sangat penting dalam pembangunan kota. Konsep ini mengeksplorasi strategi untuk memberikan kehidupan baru ke dalam bangunan lama, dengan tetap menghormati signifikansi historisnya.

“Upaya konservasi dan preservasi (bangunan-bangunan tua bersejarah) itu sangat besar. Ada faktor iklim yang mengubah cara penggunaan lahan (land use) agar bisa lebih menguntungkan secara ekonomi. Maka cagar budaya ini harus menjadi bagian dari perencanaan kota secara keseluruhan. Kita bicara tentang tata ruang, kita sebagai bangsa kan ingin melihat lingkungan kita ke depan itu kayak apa sih? Diskusi yang membahas persoalan ini sangat jarang sekali,” kata Hilmar.

Persoalan ini, menurut Hilmar, membutuhkan kerja-kerja kolektif dari berbagai pemangku kepentingan, termasuk para pendidik dan media massa. Tak hanya di Jakarta, revitalisasi bangunan tua juga mengusik pejabat dan masyarakat di daerah. Dari segi bangunan sayang untuk dirubuhkan, tapi tak banyak pula yang mengetahui ihwal sejarah dari bangunan-bangunan tersebut.

“Ada yang bertanya, bagaimana pendapatan untuk daerah apakah bisa diperoleh dari revitalisasi atau cagar budaya bangunan? Wah ini sulit untuk dijawab kalau sudah menyangkut pendapatan,” ungkap Hilmar.

Hilmar, Jacob dan trio kreatif dari FFFAAAR pada akhirnya sepakat kerja besar untuk revitalisasi dan konservasi bukan hanya tugas para arsitek, desain interior, sejarawan dan pemerintah pusat serta daerah. Lebih dari itu, diperlukan pula tim pemasaran dan humas yang tangguh dan paham sejarah, agar bangunan tua betul-betul bisa tampil cantik, bermanfaat, dan mendatangkan penghasilan yang layak.

Foto: JakTent

Tinggalkan Balasan

Your email address will not be published.