Kereta Semar Lembu
Perjalanan Hidup Berlatar Sejarah
Ada manusia yang dilahirkan dalam situasi yang tak lazim. Tokoh Lembu mungkin menjadi salah satu contoh manusia yang lahir dalam situasi tak lazim itu. Ia dilahirkan oleh seorang perempuan di dekat rel kereta yang sedang dibangun dan disaksikan oleh para buruh pembangunan. Tahun demi tahun, Lembu menjalani kehidupan bersama ibunya dan Mbok Min. Namun kehidupan Lembu bagaikan kutukan. Kakinya tak pernah bisa melangkah jauh dari stasiun kereta api. Ia hidup hingga usia 100 tahun. Selama itu pula ia menghabiskan hari-harinya hanya di pinggiran rel kereta, gerbong kereta, maupun stasiun kereta. Ajal pun menjemputnya tak jauh-jauh dari rel kereta. Bahkan, Lembu harus menghabiskan 50 tahun kehidupannya sebagai hantu di sekitar rel kereta tempat jasadnya dipendam. Hantu Lembu dan hantu-hantu lainnya terjebak dalam dunia arwah karena kematian tidak wajar serta jasad mereka tak dikuburkan dengan layak. Selama 50 tahun penantian, akhirnya jasadnya ditemukan dan dikuburkan dengan layak. Ia akhirnya dapat pergi dengan kereta yang dikemudikan oleh Ki Dalang. Kereta untuk menuju keabadian.
Novel ini tidak hanya mengisahkan kehidupan Lembu tapi juga mengisahkan rentetan persitiwa bersejarah bangsa Indonesia. Kisah Lembu sendiri dimulai pada tahun kelahirannya 1860-an, saat jalur rel kereta pertama dibangun di Jawa oleh Gubernur Jenderal Hindia Belanda Baron Sloet van den Beele. Sosok Lembu menjadi salah satu saksi sejarah tentang perbuatan-perbuatan Belanda dan Jepang terhadap bangsanya. Novel yang menjadi Pemenang I Sayembara Novel Dewan Kesenian Jakarta 2021 ini memiliki lapisan kisah yang menyatu dengan baik. Kisah Lembu yang umur hidupnya mencapai satu abad dengan beragam gejolak menyatu dengan kisah sejarah terbentuknya negara Indonesia sekaligus kemelutnya setelah kemerdekaan. Tak hanya itu, sepanjang hidup di dunia, Lembu bersanding dengan kehadiran sosok-sosok gaib yang seringkali hanya bisa dilihat oleh dirinya sendiri. Sosok-sosok gaib itu di antaranya adalah Punakawan dalam wayang, yaitu Semar, Petruk, Bagong, dan Gareng. Masing-masing dari mereka menemani Lembu melewati peristiwa-peristiwa penting dalam kehidupannya. Lewat mereka pula Lembu menyadari bahwa garis kehidupannya telah ditentukan dan ia tidak bisa mengubah takdirnya.
Halaman demi halaman dari novel fiksi ini memuat elemen sejarah dan mitos yang dirajut menjadi satu kesatuan. Hal itu membuat novel ini sangat menarik dan tak menjemukan. Dalam novel ini pula kita bisa menemukan tokoh-tokoh penting dalam sejarah yang secara langsung dan tak langsung bersinggungan dengan tokoh Lembu. Misalnya, sosok Presiden pertama Indonesia Soekarno yang bertemu dan menjalin relasi dengan Lembu saat tinggal di Bandung. Lembu juga dikisahkan bertemu dengan salah satu tokoh komunis asal Belanda Henk Sneevliet. Melalui interaksinya dengan Sneevliet, Lembu memperoleh perspektif-perspektif baru mengenai kehidupan dan dunia yang ditinggalinya saat ini meskipun terkadang ia sulit memahaminya. Meskipun novel ini memiliki muatan sejarah sama sekali tidak menggeser kisah dan tokoh Lembu sebagai pion utama dalam cerita. Penggalan-penggalan sejarah tersebut justru memberikan nilai filosofis tentang perjalanan hidup Lembu. Hidup Lembu yang tak bisa berjauhan dari kereta terus berkembang seperti kereta dan jalurnya. Semakin lama jalurnya semakin jauh menyisir kota-kota di pulau Jawa. Lembu yang ikut bersamanya juga turut merasakan perubahan-perubahan dalam hidupnya. Ia mengalami beragam peristiwa serta pergolakan batin.
Novel bernuansa magis dan sejarah ini sangat dapat dinikmati. Imajinasi penulis serta informasi-informasi tentang pewayangan dan sejarah dari masa kolonial hingga kemerdekaan mencerminkan kualitas riset yang dimiliki oleh penulis. Sosok Lembu dan kisah hidupnya membuka ruang-ruang imajinasi bagi para pembaca tentang situasi yang dihadapi saat masa penjajahan dan bagaimana rasanya menghabiskan hari-hari di sekitar jalur dan gerbong kereta api. Di samping itu, konflik batin yang dialami oleh Lembu sepanjang hidupnya serta nasihat-nasihat yang ia dapatkan dari tokoh-tokoh Punakawan juga membuka ruang tafsir bagi pembaca tentang makna perjalanan hidup.
Zaky Yamani adalah salah satu penulis asal Bandung yang juga produktif. Selain menulis Kereta Semar Lembu, ia telah menulis buku-buku lain di antaranya, Waktu Helena, Perjalanan Mustahil Samiam dari Lisboa, Johnny Mushroom dan Cerita Lainnya, Bandar, Pusaran Amuk, dan Komedi Sepahit Kopi. Selain menulis, Zaky Yamani aktif dalam organisasi non-profit Amnesty International Indonesia sejak tahun 2020.
Penulis: Zaky Yamani
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Tahun terbit: 2022
Jumlah Halaman: 320 halaman