Visi
Menjadi pilihan utama bagi masyarakat Indonesia untuk mendapatkan berita dan informasi seni, sastra, dan budaya Indonesia secara digital.

Misi
MENYATUKAN informasi karya dan kegiatan dari para pelaku seni, sastra, dan budaya untuk dapat diakses secara digital dengan mudah, Baca Selengkapnya...

Menutur Nilai yang Tersembunyi di Balik Makanan

Menutur Nilai yang Tersembunyi di Balik Makanan

Semua orang suka cerita yang bagus. Cerita yang bagus biasanya mendidik, menghibur sekaligus mempesona pendengarnya. Cerita mengenai makanan atau pengalaman bersantap selalu menarik. Jika sang pendongeng pintar dalam menggunakan kata-kata dalam mengungkapkan rasa, menggambarkan bentuk dan lain sebagainya, sebuah cerita akan mendorong munculnya imajinasi pendengarnya sehingga muncul rasa ingin tahu yang tinggi. Ade Putri Paramadita, lahir dan dibesarkan dalam keluarga pecinta makanan, seorang penulis makanan, pengarah gaya makanan, mantan penyiar radio Food For Fun, bagian dari ACMI (Aku Cinta Makanan Indonesia), co-founder Beergembira, dan adalah seorang pendongeng kuliner yang kerap bercerita tentang nilai yang tersembunyi dibalik makanan.

K: Bisa ceritakan latar belakang Anda?

ADP: Saya lahir di Surabaya tapi besar di Jakarta. Saya dibesarkan dalam lingkungan keluarga pecinta makanan.

K: Bisa ceritakan awal Anda tertarik dengan dunia makanan? Bagaimana Anda memulai karir sebagai pendongeng makanan? Bagaimana Anda mendapatkan pengetahuan yang Anda miliki, pendidikan formal atau otodidak?

ADP: Keluarga saya bisa dibilang foody, mereka sangat apresiatif terhadap makanan. Dari sejak kecil saya sudah sangat eksploratif sekali, selalu ingin mencoba makanan baru, mencari tempat makan baru. Kedua orang tua saya selalu mengajar kita anak-anaknya untuk belajar mengenal dan mencoba. Ibu selalu bilang “yang penting coba dulu, suka atau tidak suka, itu belakangan”. Dan sejak kecil saya memang sudah menyukai dunia tulis menulis. Sejak SD saya punya kegemaran menulis daftar menu, dan menyukai buku-buku soal menu. Pada tahun 2000-an saya mulai suka menulis tentang makanan sampai akhirnya diajak siaran di Female Radio untuk acara Food For Fun dan saya melakukan itu selama 8 tahun sebagai nara sumber. Di situlah saya memulai karier saya sebagai culinary storyteller atau pendongeng makanan. Jadi pengetahuan yang saya miliki ini adalah berdasarkan catatan-catatan serta pengalaman selama perjalanan saya di dunia tersebut. Catatan-catatan itu kemudian menjadi materi yang dikembangkan menjadi konten-konten yang dapat dikeluarkan lewat berbagai platform. Apakah itu sebuah talkshow, tulisan, narasi untuk web dan lain sebagainya.

K: Apa itu penutur dan pendongeng makanan? Bisa kasih contoh?
Apakah Anda pemasak yang handal?

1. ADP: Mungkin kebanyakan orang lebih kenal dengan food bloggers, pada dasarnya kita sama-sama penulis makanan, bukan untuk mencari tempat-tempat makan baru. Sebagai pendongeng makanan, saya mencoba untuk menggali lebih dalam mengenai apa yang ada di sebuah makanan.

Bahannya, cara pembuatannya, tradisi, budaya atau sejarah yang terkait di belakangnya, bagaimana masyarakat menerima makanan tersebut dan sebagainya. Contoh culinary storyteller yang bukan self-proclaimed seperti saya adalah almarhum pak Bondan Winarno, beliau adalah seorang pendongeng yang sangat baik. Bisa dilihat dari semua tulisannya dan bagaimana beliau menceritakan makanan.

Apakah saya pemasak yang handal? Mungkin saya bisa bilang, saya sudah cukup sering diundang untuk kolaborasi masak oleh beberapa restoran baik di Jakarta maupun Bali dan sudah beberapa kali juga masak di luar negeri. Jadi handal atau tidak, mungkin publik bisa menentukan.

K: Beberapa waktu yang lalu Anda terlibat dalam acara National Geographic Gordon Ramsay: Uncharted. Bisa ceritakan bagaimana cerita awalnya dan perjalanan syuting acaranya? Apakah ada pelajaran yang Anda dapatkan dari pengalaman tersebut?

APP: Satu saat saya dihubungi oleh seorang teman dari sebuah production house di New Zealand, kebetulan dia mengurus syuting NatGeo Gordon Ramsay. Waktu direncanakan Gordon Ramsay akan mampir ke Indonesia, teman saya ini menyarankan produser NatGeo dan tim Gordon Ramsay untuk menghubungi saya. Lalu saya diwawancarai online dan hasilnya adalah saya diterima oleh tim mereka sebagai guide nya Gordon Ramsay di Sumatera Barat. Saya lalu berada di sana selama 12 hari, tapi Gordon sendiri baru datang 4 hari terakhir untuk syuting. Selama 12 hari itu cukup banyak yang kita lakukan. Salah satunya reiki, lalu tim sous chef nya Gordon kita ajarkan membuat rendang. Kita ajarkan segala hal tentang rendang dan lain-lain.

Saya banyak belajar tentang proses produksi dari tim Gordon. Baru sekali itu saya mengalami proses syuting dengan tim yang begitu efisien, begitu efektif, beberapa kali syuting diselesaikan undertime. Di Indonesia saya belum pernah mengalami ini, overtime biasanya cukup parah. Tim Gordon bisa menyelesaikan pekerjaan di bawah waktu yang ditentukan. Dan prosesnya sangat menyenangkan karena unscripted. Saya hanya di brief untuk mengingatkan Gordon beberapa hal dan poin-poin penting yang harus saya ceritakan. Lalu kita langsung mulai syut tanpa ada teriakan-teriakan camera, rolling and action. Jadi rasanya seperti benar-benar sedang ngobrol dengan Gordon hanya saja direkam.

K: Apa pendapat Anda tentang apa yang kita santap dewasa ini, fast food dsbnya? Apa definisi Anda tentang makan sehat?

APP: Saya bukan penyantap fast food. Tapi secara umum, mungkin bisa dibilang karena pengaruh tren, banyak orang yang tertarik untuk menyantapnya. Saya rasa tidak apa-apa selama itu tidak dalam porsi yang berlebihan. Untuk saya makanan sehat itu adalah segala sesuatu yang seimbang. Cukup proteinnya, karbohidratnya, lemak dan serat. Saya kurang setuju jika dibilang makanan sehat itu adalah makanan yang direbus dan hanya sayuranan saja. Setiap orang punya kebutuhan yang beda-beda. Ada yang membutuhkan lebih banyak serat, lemak atau lainnya. Jadi menurut saya secara umum semua dalam porsi secukupnya dan seimbang.

K: Apa makanan dan restoran favorit Anda? Pengalaman menyantap makanan yang paling mengesankan yang pernah dialami terjadi di mana, kota, restoran dan makanannya apa?

APP: Saya tidak punya restoran favorit. Setiap restoran memiliki makanan terbaik masing-masing. Tapi pada dasarnya saya suka masakan Bali dan masakan Manado. Saya suka lawar, lawar apapun itu dan dari Manado woku, woku apapun itu. Setiap tempat memberikan kesan tersendiri, walaupun itu hanya sebuah warung. Contohnya satu saat saya makan makanan Manado, Paniki. Untuk saya itu cukup mengesankan karena rasanya beda dengan Paniki yang ada di Jakarta. Atau pas saat saya makan mie Aceh di Aceh. Rasanya ternyata sangat beda dengan mie Aceh yang ada di Jakarta yang biasanya dominan hanya pedas saja. Ternyata mie Aceh di Banda Aceh, selain rempahnya lebih kompleks, pilihan topping nya sangat beragam dari daging sapi, kambing, ayam, udang dan tiram. Masing-masing mengeluarkan rasa yang beda-beda. Jadi tidak hanya sekedar sebagai topping saja.

K: Apakah Anda gemar membaca, jika ya, buku apa yang Anda baca. Ada rencana menulis buku tentang makanan atau perjalanan karier Anda?

APP: Saya suka membaca dan membaca apapun dari novel, buku filsafat sampai kamus pun saya baca. Menulis buku merupakan isu yang sudah lama, sebenarnya saya sudah sempat mulai menulis. Tapi di tengah-tengah proses tersebut, karena merasa terganggu, selalu ditanya kapan selesai, saya jadi kehilangan semangat untuk menyelesaikannya. Sampai sekarang belum ada keinginan untuk meneruskan buku tersebut. Tapi mungkin satu saat.

Sumber Foto: Dok. APP

Tinggalkan Balasan

Your email address will not be published.