Mimi Lemon
Buku kumpulan cerita ini langsung memberikan kesan unik saat saya membaca judul dan melihat sampulnya. Mimi Lemon. Siapakah dia? Atau, apakah dia? Warna dominan kuning pada sampul juga seolah menunjukkan bahwa ini adalah kumpulan cerita-cerita yang ceria, penuh tawa, dan menyenangkan. Namun, kesan itu perlahan menghilang setelah membaca kisah demi kisah dalam buku ini.
Mimi Lemon berisi delapan cerita tentang perempuan dalam berbagai situasi yang dihadapi perempuan dalam keluarga atau rumah tangganya. Rumah seharusnya menjadi tempat yang aman bagi perempuan, baik aman secara fisik maupun psikis, tetapi nyatanya belum tentu. Dalam sebuah rumah perempuan yang tak terancam secara fisik bisa jadi merasakan luka psikis. Hal itu salah satunya ditunjukkan pada cerita berjudul Coco de Mer. Cerita itu mengisahkan tentang suami istri yang harus bekerja dari rumah selama pandemi sekaligus mengasuh anak semata wayang yang masih balita. Ada ketimpangan peran yang coba digali di sini. Meskipun baik si suami maupun istri berada di rumah, bagi si suami tak semudah membalikkan telapak tangan untuk sadar bahwa anak adalah tanggung jawab bersama. Pengasuhan cenderung dibebankan pada si istri. Selain itu ada pula pola-pola pengabaian terhadap pasangan yang disorot dalam cerpen ini. Pemahaman seseorang akan perasaan pasangannya tampaknya akan terus diuji selama menjalani hidup berkeluarga. Jika seseorang mengabaikan perasaan pasangannya ada kemungkinan ia belum paham atau memang ingin lari dari masalah. Bagi tokoh Aku dalam cerpen Mimi Lemon melepaskan kepergian seorang anak yang memilih untuk mencari orangtua kandungnya adalah hal yang sangat menyedihkan. Bagaimanapun Aku yang membesarkannya dengan penuh kasih sayang. Namun, itu tidak semenyedihkan itu bagi si suami. Perbedaan pendapat tentang bisa atau tidaknya memiliki keturunan dalam kisah tentang Aku juga menjadi sesuatu yang reflektif tentang bagaimana pasangan mengolah perbedaan pendapat dan bertahan untuk satu sama lain.
Buku yang merupakan karya keempat dari Cyntha Hariadi ini menunjukkan bahwa segala perasaan yang dialami oleh perempuan adalah hal yang valid. Kumpulan cerita dalam Mimi Lemon seolah berpesan bahwa segala perasaan baik marah, takut, maupun senang dapat dijadikan pijakan untuk melangkah ke hidup yang lebih baik. Seperti yang dilakukan oleh tokoh Lusia dalam Lusia et ses Enfants. Setelah bertahun menjalani peran sebagai perempuan berkarir cemerlang, Lusia beralih profesi sebagai ibu rumah tangga setelah menikah dengan seorang chef yang juga pemilik restoran di Prancis. Meskipun suaminya kaya raya karena keturunan bangsawan, Lusia menjalani hari-harinya dengan rasa kesepian. Ia ingin bekerja tapi keluarga suaminya memandang sebelah mata pekerjaannya. Setelah beberapa lama menikah Lusia dan suaminya bercerai. Bersama anaknya, Lusia membangun kehidupan baru di Bali. Keberanian Lusia maupun kisah-kisah serupa memang terdengar hebat. Namun, kita tak pernah tahu apa saja yang sebenarnya dilalui seseorang sampai ia di titik itu. Melalui kisah ini kesedihan sebenarnya tak perlu dihindari, tapi diolah agar ia dapat tumbuh menjadi hal positif.
Mimi Lemon adalah salah satu kumpulan cerpen yang amat berkesan. Ia memberikan pemahaman tentang feminisme melalui kacamata remaja yang semangatnya sedang menggebu-gebu dan melalui kacamata seorang ibu yang lebih berhati-hati dan berusaha untuk lebih realistis. Menghubung-hubungkan perempuan dengan segala tugas domestik terbilang mudah. Namun, tak semua bisa memahami bagaimana perempuan melalui regulasi emosi dan membangun resiliensi untuk bertahan dalam segala persoalan domestik. Kedelapan cerita dalam Mimi Lemon adalah narasi yang berbicara tentang hal-hal tak kasat mata atas apa yang dilalui perempuan-perempuan dalam hidupnya dan berpihak untuk memberikan pemahaman dan membangun empati.
Penulis: Cyntha Hariadi
Penerbit: POST Press
Tahun terbit: 2023
Jumlah halaman: 248 halaman