Pameran Perjalanan Skenografi Indonesia, Telaah Seni Rupa untuk Pertunjukkan Teater dan Tari
Tata panggung dalam sebuah pementasan, baik itu pentas teater maupun tari, merupakan sebuah dunia dari cerita yang akan ditampilkan. Bagaimana suatu lakon teater atau tari dapat dimainkan dalam suatu dunia yang terbatas dalam ruang panggung, di dalamnya didukung baik desain panggungnya maupun desain perangkat di dalam panggung, tata cahaya, bunyi, fesyen hingga bau atau aroma dirancang sedemikian rupa, keseluruhannya adalah disebut skenografi.
Unsur skenografi ini kemudian diangkat oleh Komunitas Salihara Arts Center menjadi sebuah pameran tersendiri. Pameran Rupa Panggung: Sepilihan Skenografi Indonesia menjadi pameran pertama Indonesia yang mengangkat tata panggung sebagai tema utamanya. Di dalamnya disajikan tidak hanya arsip-arsip, catatan desain, video dokumenter, video pementasan, bahkan tata panggung dari pementasan-pemetasan besar dan bersejarah di Indonesia tidak hanya dihadirkan di ruang pameran baik secara utuh maupun dalam bentuk maket, tapi juga dikupas secara mendalam. Tata panggung dari sesuatu yang sederhana hingga kerumitan desain hingga mengajak unsur arsitektur di dalamnya juga dibahas di dalam pameran ini.
Dalam keterangan tertulis yang dibuat oleh Kurator Galeri Salihara, Asikin Hasan, Skenografi adalah sisi seni rupa dalam pertunjukan dan merupakan bagian penting dalam pentas teater dan tari. Perwujudan skenografi antara lain berbentuk komposisi tata panggung, cahaya, suara, unsur gambar, dan aroma. Skenografi menjadi penting sebab seorang skenografer dapat memberikan pengalaman inderawi serta menyakinkan penonton akan suatu dunia dalam panggung pertunjukan.
“Rupa Panggung di Galeri Salihara ini adalah pameran yang sangat langka, bahkan belum pernah diadakan di Indonesia. Kami menampilkan beberapa skenografi terpilih dalam bentuk rancangan, foto, sketsa, maket dan rekonstruksi-bagian, dari sejumlah pentas tari dan teater dalam 50 tahun terakhir. Ini adalah pameran dokumentasi yang menunjukkan skenografi sebagai tulang punggung bagi khazanah seni pentas Indonesia,“ ujarnya dalam sambutan pembukaan pameran pada Sabtu, 6 Juli 2024.
Teater Indonesia mulai berkembang dari awal abad ke-20, mulai dari teater dengan unsur tradisional hingga pada perkembangannya memusat di Jakarta dengan didirikannya Taman Ismail Marzuki pada masa orde baru. Berbagai pentas menjadi ajang kerja para skenografer dalam merancang panggung yang akan dipentaskan.
Dalam pameran ini, tata panggung dari pertunjukkan besar dan bersejarah dari teater maupun tari ditampilkan. Mulai dari Sumur Tanpa Dasar, yang dirancang oleh Danarto, Teater Kecil (1971), Dhemit, oleh Roedjito, Teater Gandrik (1987), Sampek Engtay, oleh Sjaeful Anwar, Teater Koma (1988), Biografi Yanti setelah 12 Menit, Teater Sae (1992), The Birds, oleh Farida Oetoyo, Ballet Sumber Cipta (2001), Ariah, oleh Jay Subyakto, Atilah Soeryadjaya (2011) dan Nggiring Angin, oleh Roedjito, Bagong Kusudiarjo (1986).
Memasuki ruang pameran, jaring besar menaungi sebagai tubuh sebuah pohon sebagai gambaran dalam pamentasan Dhemit dari Teater Gandrik. Lalu di tengah-tengah ditampilkan tata panggung Pementasan tari Nggiring Angin karya Bagong Kusudiarjo lengkap dengan kain berwarna warni terbentang ke langit-langit. Di sudut lainnya ada desain panggung untuk pementasan Sampek Engtay dari Teater Koma dengan bentuk makam khas Tiong Hoa dan desain pakaian aktor dan aktrisnya, dan tata panggung untuk pementasan Sumur Tanpa Dasar dari Teater Kecil yang sederhana, hanya tali untuk gantung diri, kursi goyang dan cermin di belakangnya.
Di sisi lainnya berbagai arsip cetak dan video menyajikan berbagai pertunjukkan dan hasil wawancara dari berbagai pelaku skenografi maupun pementasan. Ada pula maket panggung dari pertunjukkan. Panggung pertunjukkan tari Api Dalam Sekam oleh Gusmiati Suid (1998) , Pentas TAI, Teater Mandiri ( 1983) dan Pentas Tari Burung-Burung oleh Farida Oetoyo (2001) dan pertujukkan Tari Ariah oleh Atilah Soeryadjaya(2013).
Pertunjukkan Hamlet dari Bengkel Tater Rendra, foto-foto situasi Taman Ismail Marzuki sebelum renovasi dan sisi skenografi dengan pendekatan arsitektur dalam pementasan juga dibahas khusus dalam pameran ini.
Pameran ini dapat dikunjungi hingga 04 Agustus 2024 setiap Selasa-Minggu dari 11:00-19:00 WIB. Bagi pengunjung dapat membeli tiket sebesar Rp35.000 (umum) dan Rp25.000 (pelajar) dengan mengunjungi alamat web tiket.salihara.org.
Foto: Ferry Irawan