Visi
Menjadi pilihan utama bagi masyarakat Indonesia untuk mendapatkan berita dan informasi seni, sastra, dan budaya Indonesia secara digital.

Misi
MENYATUKAN informasi karya dan kegiatan dari para pelaku seni, sastra, dan budaya untuk dapat diakses secara digital dengan mudah, Baca Selengkapnya...

Pameran Tunggal Hanafi, Af+ermasks

Pameran Tunggal Hanafi, Af+ermasks

Kembali ke Gampingan Setelah 47 Tahun

Pada tanggal 12 Maret 2023, pameran tunggal Hanafi, Af+ermasks, resmi dibuka di Jogja National Museum. Karya-karyanya kali ini menceritakan pengalaman serta pemikiran seninya pada masa pandemi Covid-19.

Hanafi adalah salah satu maestro seni rupa yang dimiliki Indonesia. Ia lahir di Purworejo, Jawa Tengah. Af+termasks sudah direncanakan oleh penyelenggara, Heri Pemad Manajemen, sejak satu tahun terakhir. Pameran ini juga merupakan persembahan karya-karya mutakhir Hanafi. Empat puluh tujuh tahun yang lalu, di Gampingan, Hanafi mulai mengenal seni rupa.

Pameran yang dikuratori oleh Agung Hujatnika itu, terbagi atas tiga bagian.
Bagian pertama, kenangan masa kecil di tanah kelahirannya, Purworejo, dengan judul Sarung Basah Ayah. Rasa gundah atas sengketa lahan tambang andesit di Purworejo, tepatnya di desa Wadas, dituangkan Hanafi dalam seri kedua pameran berjudul Developmentalism / Wadas. Dan bagian ketiga dari pameran menampilkan karya-karya yang dikerjakan pada masa pandemi bertajuk Af+ermasks. Secara unik Hanafi menyampaikan kenangan, pikiran dan pesannya sebagai perupa dalam bentuk abstrak. Pemilihan aliran abstrak ini pun banyak terbentuk dari pengalaman masa kecilnya.

Kenapa sarung? Sarung identik dengan laki laki muslim . Sarung merupakan alusi Hanafi pada sosok bapak. Seorang veteran yang menjadi guru mengaji dan dibantu istrinya menjahit sarung-sarung untuk di jual. Di Lantai pertama Jogja National Museum, Hanafi banyak menampilkan kenangan dan kedekatannya dengan kedua orang tuanya. Seperti lukisan Sarung Ayah dan Ketetapan yang menggambarkan kekuatan ayah sebagai kepala keluarga yang mengayomi keluarga. Garis vertikal dan horizontal yang terlihat seperti sarung kotak-kotak ayah juga menggambarkan kontrol dan keyakinan. Sedangkan lukisan Kain Ibu berupa kain yang terurai lepas dari gulungannya melukiskan kekuatan sekaligus kelembutan sang ibu tercinta. Juga terlihat lukisan Dua sosok dengan pencahayaan yang sangat menarik.

Dari 119 karya Hanafi yang kebanyakan dibuat saat pandemi, karya terbanyaknya dipamerkan di lantai 2 dengan judul Developmentalism / Wadas. Sebagian besar dari karya tersebut dilukis di atas kertas. Pemberitaan sejak tahun 2018 tentang Wadas, di mana warganya menolak pembangunan tambang andesit sehingga terjadi bentrokan dengan aparat Pemerintah, menimbulkan rasa empati sang pelukis kepada para kerabat di tanah kelahirannya. Perasaan inilah yang mendorongnya melukis begitu banyak karya.

Dalam beberapa karya seni Hanafi kali ini tampak banyak kegundahan hati. Misalnya, Sarung Ayah di Wadas yang berupa onggokan sarung lusuh yang tertutup tanah dan batu yang seolah menggambarkan suasana hatinya. Ada juga W dan Pintu Wadas yang seakan ingin menunjukan kondisi desa Wadas saat terjadi konflik.

Begitu juga di lantai tiga gedung pameran, suasana terasa sedikit sendu. Af+ermasks menyampaikan situasi pandemi yang mencekam dan bagaimana pandemi merenggut nyawa beberapa kerabat kita. Dan kini, saat di mana pandemi sudah dianggap sebagai endemi, penggunaan masker masih terus membayangi. Beberapa karya Hanafi berupa masker aneka warna dan ukuran tampak banyak digelar. Di ruang tengah yang luas, beberapa kursi roda yang dikelilingi karyanya menjadi bagian display, seakan menunjukkan kondisi masyarakat yang tidak berdaya di masa itu. Sebuah karya berjudul Nisan Teman sepertinya mengekspresikan perasaan sang maestro setelah kehilangan teman dekatnya karena Covid-19. Melalui goresan-goresan karyanya Hanafi ingin menyampaikan bahwa setelah pandemi berlalu kehidupan tidak lagi akan sama.

Bagi perupa yang bernama lengkap Hanafi Muhamad, lukisan abstrak tetap menjadi pilihan yang paling menggoda. Hanafi tidak hanya melukis tapi juga menghasilkan patung, monumen dan berbagai instalasi lainnya. Spektrum berkesenian Hanafi semakin meluas dengan banyak terlibat di bidang teater, sastra, arsitektur dan tari. Suatu kenyataan obyektif tidak selalu dapat ditampilkan dengan terang dan jelas. Cara pandang inilah yang menjadi landasan Hanafi memilih karya abstrak sebagai metode dan cara untuk menyampaikan suara hati dan pikirannya sebagai perupa.

Dalam Catatan Kuratorialnya Hanafi menulis “Seni rupa adalah suatu tindakan di atas media yang akhirnya berada dan meruang, mengembangkan serta membenamkan obyek tertentu dalam kegelapan. Sebuah lukisan bukan hanya perkara hendak menyatakan kehendak, bukan kegemaran menjadikan sesuatu, namun lebih kepada apa yang terjadi. Maka lukislah apa yang tak dapat kamu lukiskan.“

Hanafi pernah mendapat predikat Top 10 Philip Morris Art Award 1997, sejak tahun 1992 ia telah melakukan banyak pameran tunggal dan bersama lebih dari 100 kali. Pada tahun 2021, ia menerima penghargaan kebudayaan sebagai seniman pelopor dan pembaharu dari Kementrian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi.

Pameran Af+ermasks berlangsung dari 13 Maret – 12 April 2021di Jogja National Museum.

Sumber Foto: Kultural Indonesia/RW

Tinggalkan Balasan

Your email address will not be published.