Visi
Menjadi pilihan utama bagi masyarakat Indonesia untuk mendapatkan berita dan informasi seni, sastra, dan budaya Indonesia secara digital.

Misi
MENYATUKAN informasi karya dan kegiatan dari para pelaku seni, sastra, dan budaya untuk dapat diakses secara digital dengan mudah, Baca Selengkapnya...

Mengenang Sosok Seniman Multi Talenta Remy Sylado

Mengenang Sosok Seniman Multi Talenta Remy Sylado

Pameran 23761 di PDS HB Jassin, TIM

Telah lebih dari 100 hari seniman multi talenta Remy Sylado berpulang. Untuk mengenangnya, Pusat Dokumentasi Sastra HB Jassin dengan dukungan Dinas Perpustakaan dan Kearsipan DKI Jakarta dan Jakarta City of Literature mengadakan pameran bertajuk Pameran Karya, Lukisan dan Memoribilia Remy Sylado, 23761.

Pameran ini diselenggarakan mulai 17 Maret hingga 7 April 2023, berlokasi di lantai 4 Perpustakaan Jakarta Cikini dan Pusat Dokumentasi Sastra HB Jassin dan dibuka pada jam operasional layanan perpustakaan.

Seniman dengan nama asli Jubal Anak Perang Imanuel Panda Abdiel Tambayong, disingkat Yapi Tambayong, lahir di Makassar 12 Juli 1945. Dikenal sebagai seniman multi talenta. Mengenyam pendidikan di Akademi Teater Nasional Indonesia (ATNI), Akademi Seni Rupa Indonesia (ASRI), Solo, pada tahun 1959 dan mengambil pendidikan kembali di Akademi Bahasa Asing di Jakarta pada tahun 1962.

Tahun 1963 Remy membentuk Dapur Teater 23761, diambil dari nama tangga nada Re Mi Si La Do, intro lagu The Beatles And I Love Her kesukaannya. Ia lalu sempat berkarir sebagai wartawan, 1963, di koran harian Sinar Harapan. Pada 1965 menjadi redaktur Pelaksana Harian Tempo di Semarang dan Redaktur Majalah Aktuil di Bandung pada 1970 dan mengasuh rubrik Puisi Mbeling.

Pada April 1976 Remy menikah dengan Marie Louise. Istrinya bercerita bahwa Remy Sylado adalah orang yang sangat eksentrik. Pada video dokumenter yang ditayangkan di pameran ini, “Ia meminta saya untuk mengenakan gaun hitam untuk tema hitam dan putih pada pernikahan kami,“ ujarnya.

Karya- karya lukisannya yang tampil dalam pameran juga banyak menampilkan warna hitam dan putih. Sebagai contoh, digelar dua buah lukisan hitam putih berjudul Pertemuan dan Anjing Menunggu, Kafilah Belum Berlalu.

Remy Sylado tidak hanya melukis, ia juga seorang pemusik dan penyanyi. Ia pernah memproduksi album musik Orexas pada tahun 1978. Sebagai penulis cerita, novel karya Remy Sylado juga tidak sedikit. Dari 50 novel yang telah diterbitkan, antara lain Cau Bau Kan, Hanya Sebuah Dosa ( 1999) yang telah difilmkan oleh Nia Dinata pada tahun 2002, Kerudung Merah Krimizi ( 2002) yang meraih Khatulistiwa Literary Award sebagai Indonesia Best Fiction. Ia juga seorang aktor teater dan film. Pada era 80-an tiga kali dinominasikan sebagai aktor pendukung terbaik piala citra, pada tahun 1986 (Tinggal Sesaat Lagi), 1989 (Akibat Kanker Payudara) dan 1990 (2 dari 3 laki-laki ). Film terakhirnya adalah Senjakala di Manado ( 2016).

Dalam pameran ini dipamerkan 13 karya lukisannya, berbagai klipping manuskrip dan naskah, koleksi peralatan seperti kameran foto dan video, hingga mesin ketik.

Ada pula jas putih dan topi kesayangannya, juga beberapa kacamata hitam, gitar, keris, cincin hingga penghargaan dan masih banyak lagi.

Melihat pameran ini, kita dapat melihat sosok Remy Sylado, seniman eksentrik serba bisa yang sangat jarang kita temukan, tidak ada duanya. Sayang tokoh legendaris ini sudah berpulang pada 12 Desember 2022 setelah berbulan-bulan dirawat akibat stroke. Padahal menurut cerita istrinya, ia masih mempunyai ide sebuah novel di kepalanya, namun sayang ide tersebut ikut terkubur bersama jasadnya di TPU Menteng Pulo.

Sumber Foto: Ferry Irawan

Tinggalkan Balasan

Your email address will not be published.