Harta Karun yang Tersembunyi
Apa Kabar ‘Rumah’ Lukisan Klasik Bali
Museum Seni Lukis Klasik Bali beberapa tahun lalu merupakan sebuah museum megah yang banyak didatangi orang dari berbagai kalangan. Dari perupa internasional, pemimpin dunia, promotor seni dari berbagai belahan bumi hingga para wartawan dari berbagai media internasional. Berbagai acara mengambil bagian di aula bagian depan museum yang menurut cerita selalu dipenuhi dengankursi-kursi dan meja kayu untuk para tamu undangan duduk mendengarkanberbagai seminar dan diskusi menarik yang diadakan dari waktu ke waktu.
Museum ini didirikan oleh pelukis Bali ternama, Nyoman Gunarsa, sebagai bentuk sumbangan bagi tempat kelahirannya. Lokasinya di Jalan Raya Banda, Kabupaten Klungkung, Bali. Di atas lahan pribadi seluas 5 hektar yang diapit oleh kuburan atau setra Banda dan setra Umesalakan di kanan kirinya, pada masa jayanya terdiri dari museum Kontemporer Indonesia, Museum Bahgarafi, Museum Taru Permana dan Museum karya I Nyoman Gunarsa. Museum Seni Klasik Bali Nyoman Gunarsa dibangun pada 1990 dan diresmikan pada 1994. Bangunan ini terdiri dari 3 lantai, dua untuk menyimpan berbagai koleksi kesenian lukisan, patung, maupun barang antik khas Bali, dan satu lantai untuk pameran berkala. Museum juga memiliki panggung terbuka yang dibuat sendiri oleh Nyoman Gunarsa dan diberi nama Surya Chandra Murti.
Kini bangunan depan museum terlihat sudah mulai kurang terurus dan butuh perbaikan di sana sini. Walaupun ornamen pada gapura museum masih tampak indah, tapi keadaannya sudah memperlihatkan usianya. Suasana hening menyelimuti bangunan yang tampaknya lama tidak lagi dikunjungi orang. Kursi-kursi kayu jati serta beberapa meja bundar disusun secara bertumpuk. Tampak sebuah baby grand piano di sebuah sudut, di atasnya ada bingkai foto presiden Jokowi saat kunjungannya pada Agustus 2017. Sepasang arca Dwarapala tampak di ruang depan dengan gada di tangan tanpa bersarung kain poleng. Di belakangnya terdapat pintu-pintu berhiaskan relief raja kera Hanoman dan Sugriwa. Beberapa buah prasasti tampak menghiasi dinding.
Seorang penjaga museum menerangkan bahwa sudah lama museum tidak ada listrik sehingga di dalam gelap. Saat pandemi museum tutup dan sekarang ini sudah jarang sekali orang datang. Kicauan burung yang beterbangan dengan bebas di area lobby museum memecah keheningan. Tidak ada tanda-tanda kehidupan di sekitarnya. Setelah membayar, Rp. 75.000, pak penjaga tadi membuka gembok pintu masuk, gembok tua yang tampak sudah berkarat, dan mempersilahkan kami masuk. Tidak ada pemandu yang menemani siang itu, hanya pak penjaga itu tadi.
Di dalam terdapat begitu banyak koleksi lukisan Kamasan tua yang tak ternilai keindahannya. Kumpulan lukisan yang jarang tampak di ruang publik sekarang ini. Sejumlah karya seni yang ada telah ditetapkan sebagai benda cagar budaya oleh Pemkab Klungkung. Di ruangan yang memanjang dan cukup besar itu pancaran cahaya yang ada hanya datang dari jendela-jendela kaca kecil yang ada di bagian atas dinding. Agak sulit untuk bisa melihat lukisan-lukisan yang terpampang secara jelas. Ada beberapa ider-ider (kain) sepanjang 30 meter dengan motif seni lukis klasik Kamasan dalam warna yang sangat mempesona. Ider-ider tersebut konon didapat dari Pura Bale Batur yang dibuat pada abad 17-18 Masehi. Dua lantai berikutnya koleksi yang ada bahkan lebih bagus lagi. Tetapi tempat ini membutuhkan banyak perbaikan dan pemeliharaan. Di antara sekian banyak koleksi wayang tua, terdapat seperangkat wayang kulit dari abad ke-15 peninggalan Mangku Dalang Buricek.
Dalam seni lukis, I Nyoman Gunarsa memiliki ciri khas sendiri dalam karya-karyanya. Lukisan-lukisannya bercerita tentang kesenian Bali seperti tarian, kehidupan rakyat, musik tradisional, dan berbagai ritual upacara Bali. Semasa hidupnya ia adalah dosen di Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta. Ia lahir di Klungkung, Bali pada 1944. Nyoman Gunarsa mengembangkan bakat seninya dengan belajar melukis di Akademi Seni Rupa Indonesia (ASRI), Yogyakarta. Setelah selesai, ia mengajar sebagai dosen di almamaternya. Pada 1970, ia mendirikan Sanggar Dewata Indonesia yang menjadikan Bali sebagai sentra pada karya-karya anggotanya.
Gunarsa meninggal pada September 2017, ia tidak hanya meninggalkan berbagai karya seperti sketsa, drawing, maupun lukisan yang dapat mengisahkan ribuan jejak berkeseniannya, tetapi juga sebuah museum seni dengan ribuan koleksi yang sangat kaya sejarah seni budaya. Betapa sayangnya jika museum ini tidak dijaga dan dipertahankan untuk generasi penerus agar mereka mengetahui bahwa pada satu saat ada seorang seniman hebat yang dikenal dunia. Jangan biarkan harta karun ini musnah begitu saja.
Sumber Foto: Kultural Indonesia/Dok. MSLK