Rayakan 50 tahun Jakarta Biennale, Sajikan karya-Karya Kolektif, Kerjasama dengan Seniman Asia dan Palestina
Pameran besar seni rupa Indonesia dua tahunan, Jakarta Biennale kembali digelar oleh Dewan Kesenian Jakarta. Dengan semangat merayakan 50 tahun penyelenggaraan, Jakarta Biennale 2024 kali ini digelar di tiga tempat yaitu Taman Ismail Marzuki, Gudskul dan Galeri Salihara, Mulai 1 Oktober 2024 – 15 November 2024.
Dalam sejarahnya, Jakarta Biennale lahir dari Pameran Besar Seni Lukis Indonesia (PBSLI) yang digagas oleh Dewan Kesenian Jakarta (DKJ), dan diselenggarakan di Taman Ismail Marzuki (TIM) pada 1974.
Penyelenggaraan tahun ini dijalankan oleh 20 kolektif dan entitas seni di Jakarta yang tergabung dalam Majelis Jakarta. Mereka adalah: RajutKejut, Setali Indonesia, Cut and Rescue, PannaFoto Institute, Kelas Pagi Indonesia, Komunitas Paseban, TrotoART, Gudskul Ekosistem, Westwew, Jakarta Wasted Artists, Atelir Ceremai, Asosiasi Pematung Indonesia – Jakarta, Dewan Kesenian Jakarta, Serrum ArtHandling, Sanggar Seroja, Galeri Saku Kolektif, Girls Pay the Bills, Sekolah Sablon Indonesia, Sanggar Anak Akar, dan Binatang Press!.
Lewat kerja Majelis Jakarta, penyelenggaraan Jakarta Biennale 2024 kali ini memiliki konsep yang berbeda dari biasanya , yaitu melalui sistem ‘lumbung’, yang dapat diinterpretasikan sebagai wadah, tempat semua sumber daya yang dimiliki oleh kolektif/kelompok maupun individu disimpan dan dikelola bersama, sehingga karya-karya yang dipamerkan tanpa melewati kurasi tim kurator, layaknya pameran seni lainnya. Melalui nilai dan cara kerja lumbung, penyelenggaraan Jakarta Biennale 2024 ingin mendorong pembagian sumber daya dan kuasa kepada sejumlah kolektif/kelompok dan anggota masyarakat di berbagai wilayah di Jakarta.
Dalam Jakarta Biennale 2024, Majelis Jakarta berkolaborasi dengan sejumlah pihak. Pertama program kuratorial yang diadakan di bawah arahan kurator asal Taiwan, Sandy Hsuchiu Lo, dalam program bertajuk Topography of Mirror Cities.
Dalam bingkai kuratorial ini, mereka menarik hubungan antara enam kota di enam negara di Asia Tenggara untuk membayangkan bersama gagasan tentang kota yang layak huni dan menyenangkan. Enam kota tersebut antara lain adalah Kuala Lumpur (Malaysia), Taipei (Taiwan), Phnom Penh (Vietnam), Bangkok (Thailand), Jakarta (Indonesia) dan Dhaka (Bangladesh). Topography of Mirror Cities menyajikan karya-karya kolaboratif dari setidaknya 60 perupa dan kolektif dari enam negara di Asia Tenggara.
Program kuratorial ini memiliki beberapa sub program, masing-masing bertajuk ‘Herbal-Urbanism’, ‘Whose City’, dan ‘Mobile Topography’. Ketiganya mengeksplorasi sejarah kompleks dan hubungan kontemporer antara Taiwan dan Jakarta, termasuk di dalamnya interaksi perkotaan dan pertukaran budaya. Subprogram lainnya The Valley of Hope, mengeksplorasi hubungan serupa antara Jakarta dan Malaysia.
Kedua, Majelis Jakarta juga berkolaborasi dengan kolektif-kolektif seni di Palestina dalam bingkai kuratorial bertajuk Our People are Our Mountains yang dijalankan dalam bentuk instruksi jarak jauh. Praktik ini dipilih untuk menyiasati biaya lingkungan yang diakibatkan oleh moda transportasi antar negara sekaligus sebagai simbol atas segala bentuk keterbatasan yang dialami oleh bangsa Palestina pada saat ini.
Melalui Our People are Our Mountains, para perupa dan kolektif seni di Palestina melampaui situasi keterbatasan itu dengan mengirimkan gagasan mereka kepada Majelis Jakarta dalam bentuk instruksi yang kemudian dipresentasikan di Jakarta Biennale 2024. Perupa dan kolektif seni di Palestina dalam Our People are Our Mountains adalah Noor Abed, Zeynep Kayan, Adel Al Taweel, Al-Wah’at Collective (Areej Ashhab, Gabriella Demczuk and Ailo Ribas), Dalia Taha, Essa Grayeb, Om Sulaiman Farm (Yara Dowani), Sakeb, Isshaq Albarbary, Mohamed Abdelkarim, Nadir Bouhmouch, Noor Abuarafeh, Reading Vigil for Palestine, Sky Hopinka, Suneil Sanzgiri, Marina Chirstodoulidou.
Jakarta Biennale 2024 juga menjadi wadah bagi inovasi artistik dan kolaboratif para perupa Indonesia di luar Jakarta yang telah mengikuti program residensi Lab Indonesiana: Baku Konek. Dalam program residensi yang dimulai sejak Agustus hingga September 2024 tersebut, 17 perupa individu dan kolektif seni dari sejumlah kota di Indonesia berkolaborasi dengan 11 kolektif yang tersebar di seluruh Indonesia. Program residensi diadakan dalam lingkup wilayah domestik, yang secara tidak langsung menyatakan kalau program residensi tidak harus selalu dilakukan di luar negeri.
Jakarta Biennale 2024 dapat terselenggara atas dukungan banyak pihak, termasuk di antaranya Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia (Kemendikbudristek RI).Tetapi sekalipun membawa nama kota Jakarta dalam peristiwa seni rupa dua tahunan berskala internasional, Jakarta Biennale 2024 dijalankan tanpa dukungan Pemerintah Provinsi Daerah Khusus Jakarta.
Informasi lebih lanjut akan diumumkan secara berkala melalui Instagram (@jakartabiennale ) dan website (https://jakartabiennale.id/) resmi Jakarta Biennale 2024.
Foto: Ferry Irawan | Kultural Indonesia