Sasti Gotama, Penulis Dengan Karya Sastra Juara di Berbagai Sayembara
Masa-masa sulit akibat Pandemi Covid-19 beberapa waktu lalu dan berkembangnya media-media online sebagai wadah untuk penulis pemula berkarya di bidang sastra, menjadikan lahirnya para penulis-penulis muda, salah satunya adalah Sasti Gotama.
Mengawali dengan mengirimkan cerpennya di media online, lalu ke media massa umum nasional, menjadikannya makin banyak mendapatkan apresiasi. Karya pertamanya, Di Atas Daun Jati Dia Bersaksi ditayangkan di media daring ideide.id pada pertengahan tahun 2019. Dari karya tersebut bergulirlah cerita lainnya, termasuk cerpen Apa yang Dibisikkan Paul McCartney di Telinga Janitra ( Kompas, 2020).
Satu Ketika ada lomba cerpen bertema Nabi Muhammad yang diadakan oleh Diva Press pada tahun 2019 dan 2020. Dua karya cerpennya masuk sebagai salah satu pemenang. Pertama tahun 2019, Pyo sebelum Ma dan 2020, Hikayat Mata Nur.
Penulis dengan pendidikan profesi dokter dari Universitas Brawijaya Malang ini, juga memperkaya cerita-ceritanya dengan unsur medis, sehingga membuat karyanya menjadi Istimewa. Tak heran jika ia masuk sebagai salah satu Emerging Writer of Ubud Writer dan Readers Festival 2022, Juara Harapan Satu Sayembara Cerpen Media Indonesia 2023 dan Juara kedua Sayembara Naskah Teater Dewan Kesenian Jakarta 2024. Saat ini penulis yang bukunya masuk dalam tiga besar buku sastra 2025 pilihan Tempo ini berharap profesinya sebagai dokter dan penulis dapat berjalan beriringan.
KI: Bisa diceritakan bagaimana masa kecil Anda, apakah ada yang mempengaruhi bakat dalam hal menulis atau membuat cerita?
SG: Semasa kecil juga bukan anak yang suka menulis. Saya malah sebal kalau disuruh mengarang tentang pengalaman pergi ke rumah nenek saat pelajaran Bahasa Indonesia. Namun, sejak kecil saya memang suka membaca dan mendengar cerita. Semasa saya belum bisa membaca, di sela-sela pekerjaannya sebagai pengajar, ibu saya sering membacakan majalah dan buku anak-anak. Setelah saya mampu membaca sendiri, orang tua saya membebaskan saya memilih dan membeli buku yang saya suka di toko buku. Selain itu, saya juga sering meminjam buku di perpustakaan, entah itu komik atau novel. Intinya, memang sejak kecil saya sudah rakus membaca, hehehe.
KI: Bisa ceritakan karya cerpen atau tulisan pertama yang dipublikasikan, di mana, kapan dan apa ceritanya?
SG: Cerita pertama saya yang tayang di media berjudul Di Atas Daun Jati Dia Bersaksi di media daring ideide.id pada pertengahan tahun 2019. Ceritanya tentang seorang gadis kecil yang ditemukan di hutan dengan berbagai luka kekerasan seksual. Tuduhan jatuh kepada seorang pemuda anak pejabat desa tersebut. Namun, ternyata yang terjadi di balik itu tak sesuai dengan apa yang tampak di permukaan.
KI: Memiliki pendidikan kedokteran namun dikenal sebagai penulis, apakah cerita Anda berhubungan dengan kedua hal tersebut atau malah bertolak belakang?
SG: Secara tema, beberapa cerita saya mengusung dunia kedokteran, misalnya Ingatan Ikan-Ikan (itu tentang PTSD dan proses penyembuhannya), Morula (tentang In Vitro Fertilization dan hak reproduksi perempuan), dan Rahim (perihal abortus provokatus medisinalis). Namun, ada juga cerita-cerita yang mengusung tentang feminisme, eksistensialisme, dan hal-hal lain. Meski begitu, untuk penggarapannya, saya pikir saya juga menggunakan ilmu psikiatri yang saya pelajari saat kuliah dulu. Untuk karakterisasi misalnya, selalu saya lekatkan jenis kepribadian tertentu lengkap dengan mekanisme pertahanan egonya masing-masing.
KI: Bisa diceritakan proses Anda dalam berkarya? Dari awal ide hingga menjadi cerita dan tulisan?
SG: Saya awali dengan mencari ide. Bisa dengan mencermati kejadian di sekitar, isu yang sedang marak, atau membaca buku-buku, baik fiksi maupun nonfiksi. Setelah itu, saya menyusun premis yang di dalamnya telah memuat karakterisasi tokoh dan konflik. Dari premis tersebut saya kembangkan menjadi plot, dan dari plot menjadi karya yang utuh.
KI: Karya Anda ada dalam bentuk cerpen dan novel, adakah perbedaan dalam kedua jenis karya tersebut, dalam proses penulisannya?
SG: Cerpen itu seperti sprint. Saya bisa menyelesaikan naskah dengan sekali duduk. Sedangkan novel semacam maraton yang membutuhkan kedisiplinan dan daya tahan. Cerpen bagi saya wahana yang mengasyikkan ketika saya ingin bermain-main atau bereksperimen dengan ide-ide liar dan bentuk yang unik. Terkadang, untuk cerpen, saya bisa memotong alur proses seperti yang saya sebut di atas. Bisa saja dari ide dan premis, langsung ke pengembangan. Namun, potong kompas semacam ini tidak bisa saya lakukan jika menggarap novel. Saya butuh rambu-rambu berupa kerangka tulisan yang lebih detail atau outline. Karena sudah ada kerangka detail tersebut, dalam penggarapannya, saya bisa menulis secara acak, tidak harus dari awal. Kadang saya mulai dari tengah, akhir, atau dari mana pun bagian novel yang saat itu bagi saya menarik untuk dikembangkan.
KI: Siapakah penulis buku favorit Anda? Bisa disebutkan karyanya dan kenapa?
SG: Penulis favorit saya adalah Han Kang. Dari ketiga karyanya yang telah diterjemahkan ke Bahasa Indonesia, saya paling menyukai Vegetarian. Alasannya karena saya menyukai gaya tuturnya yang kelam, tapi indah; isu keperempuanan dan humanisme yang diusung; serta bagaimana ia menyematkan simbol-simbol secara subteks yang membuat saya banyak merenung selama pembacaan karyanya dan setelahnya. Bisa dibilang, karya-karyanya menyisakan gaung yang panjang setelah dibaca.
KI: Selain menulis, adakah kegiatan atau hoby lain? Dan kenapa menggemarinya?
SG: Hobi saya lainnya adalah bermain musik. Biasanya saya memainkan keyboard atau gitar. Bisa dibilang, saya mengenal musik lebih dahulu dibanding dunia sastra, hehehe. Saat SMA dan kuliah, saya juga tergabung dalam grup band. Mengapa menyukainya? Hmm, mungkin karena saya menganggap bermain musik bisa menjadi sarana katarsis kala gundah gulana misalnya, hehehe.
KI: Ke depannya Anda akan memilih menjadi dokter atau penulis? Dan kenapa?
SG: Kalau bisa keduanya, hehehe. Saat ini memang saya memilih berhenti sejenak praktik karena berbagai alasan, salah satunya karena ada rencana pindah. Mungkin jika sudah di domisili yang baru, saya akan kembali mengurus izin praktik.
KI: Adakah pencapaian yang ingin Anda raih dalam hal bidang penulisan?
SG: Saya ingin karya saya diterjemahkan ke berbagai bahasa dan dinikmati lebih banyak pembaca di seluruh dunia. Syukur-syukur jika bisa tembus Booker Internasional Prize atau penghargaan internasional lainnya.
KI: Adakah pesan bagi anak-anak muda yang ingin memulai karirnya dalam bidang penulisan?
SG: Menulis itu seperti berlari maraton. Butuh konsistensi dan keteguhan hati. Banyak penulis muda, yang ketika tersandung di tengah lintasan, memilih menunda atau berhenti menulis dengan berbagai alasan. Tetaplah berjalan atau berlari dengan mengatur napasmu, karena yang terpenting adalah siapa yang tetap bertahan hingga ke akhir lintasan.
Foto: Dok. SG