Gambaran Pengaruh Budaya Tionghoa di Nusantara dalam Pameran Kongsi di Museum Nasional
Museum Nasional Indonesia (MNI) sebagai bagian dari Indonesian Heritage Agency/IHA mempersembahkan Pameran KONGSI: Akulturasi Tionghoa di Nusantara, sebuah eksplorasi mendalam tentang sejarah, peran, dan warisan budaya masyarakat Tionghoa dalam membentuk keberagaman budaya Nusantara. Pameran ini berlangsung di Museum Nasional Indonesia selama tiga bulan dan secara resmi dibuka oleh Menteri Kebudayaan RI, Fadli Zon pada tanggal 10 Februari 2025.
Menteri Kebudayaan dalam sambutannya menyebutkan kedatangan Masyarakat
Tionghoa di Nusantara, telah banyak memberikan kontribusi yang besar dalam
memperkaya khazanah budaya bangsa Nusantara yang kemudian dikenal sebagai
Indonesia. Di Nusantara terjadi akulturasi budaya Tionghoa di Nusantara, yakni
percampuran budaya Tionghoa dengan budaya-budaya lokal yang ada di berbagai
wilayah Indonesia.
“Proses tersebut telah berlangsung selama berabad-abad, seiring dengan
datangnya para pedagang, pemuka agama, dan perantau lainnya dari negeri
Tiongkok yang kemudian disebut Tionghoa. Akulturasi ini menghasilkan perpaduan
unik yang memperkaya khazanah budaya Indonesia,” jelas Menbud.
Kata “Kongsi” berasal dari bahasa Hokkian “gongsi” (公司) yang berarti kerja sama.
Pameran ini menyoroti bagaimana interaksi masyarakat Tionghoa dan Nusantara
menciptakan warisan budaya yang kaya dan harmonis.
Penyajian pameran ini dibagi dalam tiga bagian:
Bagian Pertama, bertemakan Interaksi Awal – memasuki ruangan pameran
pengunjung akan disajikan berbagai artefak kuno yang berumur ribuan tahun yang
membuktikan hubungan manusia sejak awal tahun Masehi. Artefak ini mengungkap
jejak kedatangan masyarakat Tionghoa di Nusantara, perannya dalam perdagangan,
serta awal pembauran budaya;
Bagian Kedua adalah ruang bertema Mengadu Nasib dan Meretas Jalan
Kemerdekaan – Menggambarkan dinamika sosial dan politik masyarakat Tionghoa
di Indonesia, termasuk kontribusi mereka dalam perjuangan kemerdekaan; disajikan
berbagai perlengkapan dan peralatan masyarakat Tionghoa, mulai dalam pekerjaan
sehari-hari sebagai tani dan pedagang hingga alat ritual keagaamaan. Dihadirkan
juga profil-profil tokoh-tokoh Tionghoa yang mengambil bagian penting dalam masa
perjuangan kemerdekaan RI.
Bagian ketiga bertemakan Merayakan Keberagaman – Menampilkan berbagai aspek
akulturasi budaya Tionghoa dalam busana, arsitektur, kuliner, bahasa, seni, dan
kepercayaan, yang telah menjadi bagian dari kebudayaan Indonesia saat ini.
Bagian ini mengambil tempat yang paling luas. Peralatan makan dan fesyen
disajikan dengan apik. Ada sudut layar interaktif tentang kuliner yang mempunyai
pengaruh budaya Tionghoa yang sangat kental. Dari Mie Aceh yang terpengaruh
budaya Tiongkok dan India, Lumpia, Bak pia, Bak Cang, Bak Pao, Tauto ( Soto )
Pekalongan, hingga Bakso .Sayang layar interaktif hanya berupa meja, bukan
sebuah layar besar yang ditempel di dinding dan membiarkan ruang dinding kosong
di sebelahnya.
Bahasa dan Sastra juga menjadi sudut yang juga menarik, kumpulan komik silat Ko Ping Hoo, majalah dan buku-buku lama menjadi bukti pengaruh Bahasa dan sastra
Tionghoa dalam perkembangan Bahasa dan sastra Indonesia.
Arsitektur dan pernak -pernik khas Tionghoa juga menjadi aspek yang
dibahas,apalagi dalam membangun ruang, dalam kebudyaan Tionghoa selalu
melibatkan unsur alam sebagai elemen penting, meliputi air,tanah, kayu, logam dan
api.
Seni juga menjadi aspek besar yang ditampilkan dalam pameran ini. Ada laman public figure terkini yang berpengaruh dalam dunia seni Indonesia masa kini. Ada sineas Ernest Prakasa, ada Fotografer Indra Leonardi dan pelukis Christine Ay Tjoe.
Yang terakkhir namun tidak kalah menarik adalah karya seni instalasi dari Eldwin
Pradipta. Menghadirkan seni instalasi berjudul “Pola-pola Bejana: Kisah Peranakan”.
Eldwin menghadirkan bentuk bejana khas Tiongkok namun berbahan plastik
membentuk balon -balon bejana besar dan dinding interaktif, dengan sensor gerak
dari pengunjung, akan ada gambar-gambar bergerak di dinding dengan tampilan
meja makan lengkap dengan pergerakan gelas teh di atas meja.
Pameran KONGSI: Akulturasi Tionghoa di Nusantara dapat mulai dikunjungi publik
pada Selasa, 11 Februari 2025 di Museum Nasional Indonesia, dengan harga tiket
sebesar Rp25.000.
Untuk berkunjung ke Pameran “KONGSI” pengunjung diwajibkan untuk membeli
tiket masuk MNI dengan besaran Rp15.000 untuk anak (3-12 tahun), Rp25.000
untuk dewasa, dan Rp50.000 untuk Warga Negara Asing (WNA). Pembelian tiket
Pameran “KONGSI” dapat dilakukan secara on the spot di loket MNI ataupun melalui
aplikasi Traveloka.
Foto: Dok. Kemendikbut
Ferry Irawan | Kultural Indonesia