Bertemu Peter van Dongen, Komikus Rampokan Jawa dan Selebes
Pusat Kebudayaan Perancis atau Institut Français Indonesia (IFI) menghadirkan
komikus ternama di Eropa, Peter van Dongen. Komikus dan Ilustrator blasteran
Indonesia Belanda ini dihadirkan dalam sebuah pertunjukan wicara ( talkshow) Meet With Peter van Dongen pada hari Selasa, 18 Oktober 2022 lalu.
Kursi auditorium IFI hampir terisi penuh dengan para penggemar komik yang ingin tahu tentangnya, terlebih gaya menggambar komiknya yang beraliran Ligne Claire, meniru gaya menggambar komikus Herge dengan komik legendarisnya seri Petualangan Tintin.
Yang menarik lagi adalah karya-karya komikus kelahiran tahun 1966 ini, berlatar
belakang masa kemerdekaan Indonesia tahun 1940-50-an. Gambar-gambar dalam komiknya sangat detail. Ia datang langsung, ke Jakarta, Bandung, Surabaya hingga Makassar untuk menangkap suasana jalan-jalan dan gedung-gedung tua seperti Hotel Majapahit yang dulu Bernama Hotel Oranje di Surabaya dan Hotel Savoy Homan di Bandung.
Peter van Dongen memiliki darah Indonesia dari ibunya yang keturunan campuran Tionghoa dan Ternate. Ia lahir di Manado dan besar di Makassar. Kakeknya adalah anggota KNIL yang dipenggal kepalanya oleh pasukan Jepang kala menjajah Indonesia. Belakangan ia tahu bahwa kakeknya dimakamkan di pemakaman Belanda Menteng Pulo, Jakarta, dilihat dari papan nisan yang tertulis nama kakeknya, Johan Kneefel.
Ia belajar menggambar secara otodidak dengan meniru gambar-gambar dari komik Tintin. Pada usia 16 tahun, karyanya yang dipajang di majalah De Baloen. Itu merupakah debut pertama Peter.
Lalu pada tahun 1990, penerbit Caterman mengeluarkan komik pertamanya
Muizentheater (Teater Tikus). Tahun 1998 terbit komik Rampokan : Jawa dan tahun 2004 Rampokan : Selebes. Komik ini awalnya adalah komik serial di koran Het Parool yang kemudian dibukukan lalu pada tahun 2018 diterjemahkan ke berbagai bahasa termasuk Indonesia.
Rampokan diambil dari istilah rampogan, tradisi masyarakat di Blitar, Jawa Timur pada jaman kolonial Belanda, di mana seekor harimau atau macan dilepaskan namun dikelilingi oleh masyarakat yang siap menghunus tombak. Sebuah kepercayaan untuk menolak bala, konon kota Blitar terhindar dari wabah penyakit atau letusan Gunung Kelud. Rampog atau rampok atau rampak artinya menyerang secara beramai–ramai.
Komik Rampokan sendiri menceritakan tokoh prajurit Belanda Bernama Johan
Kenvel yang lahir di Indonesia namun besar di Belanda. Kemudian setelah
menyelesaikan pendidikannya, ia kembali ke Indonesia sebagai sukarelawan dan
bekerja sebagai supir truk dan sekaligus mencari ‘babu’ yang dulu merawatnya di
kala kecil. Namun dengan setting suasana setelah kemerdekaan saat pasukan
Belanda ingin kembali menguasai Indonesia. Johan Kenvel lalu berhasil menemukan mantan pengasuhnya di kamp prajurit Indonesia yang sedang melawan invasi Belanda. Kemudian terjadi pergulatan dalam diri Johan.
“Setelah komik saya Teater Tikus, saya kembali teringat cerita ibu saya kala hidup di Makassar dan ada peristiwa pemboman oleh pasukan Indonesia yang menyerang sisa-sisa pasukan Belanda, nenek dan ibu dan para saudaranya harus bersembunyi di bawah kasur selama 4 hari. Dari cerita ibu saya itu, tercetus ide untuk menelusuri sejarah keluarga saya hingga mencari informasi tentang kolonialisasi Belanda di Indonesia,” katanya.
“Cerita sejarah tersebut tidak saya dapatkan di bangku sekolah saya di Belanda,
bagaimana Belanda menjajah Indonesia dengan kejam selam ratusan tahun, yang
diajarkan di sekolah adalah kekejaman pasukan Nazi Jerman memperlakukan kaum Yahudi Belanda saat Perang Dunia ke-2,” ujar Peter lagi.
Karya komiknya mendapat banyak penghargaan di Belanda dan Eropa, namun juga mendapat kritikan dari banyak anggota masyarakat karena tema yang sensitif tentang keberadaan Belanda sebagai penjajah di Indonesia.
Belakangan gambar-gambar dalam komik Rampokan, menjadi inspirasi untuk
setting adegan film The East ( De Oost). Film Belanda yang tayang di Prime Video
dan Mola TV tahun 2020 tentang pasukan Belanda di tahun 1946 yang menjadi
anak buah Kapten Westerling yang terkenal dengan kekejamannya menumpas
pemberontak di Sulawesi Selatan.
Setelah komik Rampokan, Peter membuat novel grafis karya adaptasi dari novel
Familieziek (2017) karya Adiraan van Dis. Tahun 2018–2021 ia menelurkan karya komik Blake & Montimer hasil duetnya bersama komikus Belanda Teun Berserik. Selain itu, Peter membuat karya ilustrasi untuk berbagai lembaga seperti museummuseum dan iklan -iklan komersil.
Sumber Foto: IFI/Ndaru Wicaksono, Ferry Irawan, Web. Peter van Dongen