Galeri Nasional Gelar Pameran Karya Pelukis Nasional Hardi, Jejak Perlawanan “Sang Presiden 2001”
Kementerian Kebudayaan melalui Galeri Nasional Indonesia mengadakan pameran tunggal karya salah satu pelukis ternama Indonesia Hardi. Dengan tajuk Jejak Perlawanan “Sang Presiden 2001” , Tribut untuk Hardi (1951-2023). Pameran ini merupakan peringatan atas setahun berpulangnya salah satu tokoh seni rupa Indonesia yang meninggal dunia pada tanggal 28 Desember 2023, dan juga sebagai penghormatan atas karya-karyanya yang memiliki pengaruh besar dalam perkembangan seni rupa Indonesia..
Pameran ini dibuka secara resmi pada Kamis, 9 Januari 2025, pukul 19.30 WIB, di Plaza Gedung A Galeri Nasional Indonesia. Dibuka resmi oleh Menteri Kebudayaan Fadli Zon, yang juga merupakan teman dekat almarhum Hardi.
Hardi dikenal sebagai aktifis sejak masa kuliahnya. Pada tahun 1974 dikenal dengan peristiwa ‘Pernyataan Desember Hitam’. Kala itu Hardi tercatat sebagai mahasiswa STSRI ASRI Yogyakarta. Peristiwa ini muncul sebagai reaksi terhadap Pameran Besar Seni Lukis Indonesia 1974 di Taman Ismail Marzuki, Jakarta, di mana pada karya-karyanya, pelukis muda –Hardi dan kawan-kawan, menolak nilai-nilai estetis lama dan mengusung eksperimen artistik yang melampaui praktik seni konvensional. Namun, keputusan Dewan Juri justru mengkritik karya-karya ini sebagai usaha bermain-main dan coba-coba. Akibat dari pernyataan protes yang ditandatangani oleh 12 orang seniman dan budayawan lainnya itu, seniman dengan nama lengkap Raden Suhardi diskors dan dikeluarkan dari kampusnya.
Peristiwa itu kemudian justru mendukung sebuah gerakan lain, yaitu Gerakan Seni Rupa Baru pada tahun 1975. Gerakan ini diusung bersama gabungan antara seniman Yogyakarta dan Bandung.
Tahun 1980 Hardi ditangkap dan ditahan selama 3 hari oleh pihak berwenang kala itu karena karyanya yang dipamerkan di Biennale Pelukis Muda Indonesia di Taman Ismail Marzuki. Lukisan berjudul “Presiden RI Tahun 2001 Suhardi”, adalah karya grafis dengan teknik cetak saring pada kertas. Karyanya tidak terlalu besar, hanya berukuran 70 x 50 cm dibuat tahun 1979 sebanyak 25 edisi. Pada karya itu terpajang potret imajinatif wajah Hardi yang besar dengan pakaian ala militer lengkap dengan kepangkatan dan atribut kehormatannya. Di bagian atas kepala dituliskan teks Presiden RI 2001 Suhardi dengan latar belakang berwarna biru penuh. Karya ini dianggap penyataan perlawanan terhadap pemerintahan kala itu.
Dalam setiap karya lukisannya, Hardi selalu menciptakan sebuah kesatuan visual yang memikat, setiap elemen dan detailnya berbicara dalam harmoni.
Pengamatannya terhadap berbagai unsur seni rupa menghasilkan karya yang sangat ekspresif.
Dalam tulisan kuratorialnya, Dio Pamola C. menyatakan bahwa Kekuatan utama dari karya-karya Hardi terletak pada penguasaan unsur-unsur visual seni rupa yang sangat kuat. “Setiap komposisi, warna, garis, dan bentuk yang digunakan tampak terorganisir dengan sangat matang. Ia mempertahankan kesan spontan dan hidup. Keahlian dalam penerapan teknik ini menunjukkan tingkat penguasaan yang tidak diragukan lagi, membuat karya-karya Hardi memiliki ciri khas yang mudah dikenali dan terasa kuat di setiap lininya. Karyanya riil, betul-betul lukisan kalau saya menyebutnya, “ ujar Dio.
Dalam pameran ini ditampilkan total 78 karya, mulai dari 69 koleksi lukisan dan sketsa, 5 jangker ( kujang keris), 4 keris hingga arsip-arsip pribadi yang memberikan wawasan mendalam tentang proses kreatif dan perjalanan hidupnya.
Memasuki ruang pameran, pengunjung akan disambut karpet merah menuju lukisan sang presiden. Didampingi oleh dua lukisan potret diri Hardi dalam tema yang berbeda. Memasuki ruang kanan akan tampak koleksi karyanya tentang pemandangan alam, kritiknya terhadap koruptor dan lukisan para wanita cantik. Jika memasuki ruang kiri akan terpampang koleksi karya para tokoh-tokoh seperti Gus Dur dan Prabowo Subianto.
Masuk lebih dalam, pengunjung akan semakin dimanjakan dengan warna-warni tema karya-karya Hardi, termasuk karya kebudayaannya yang lain, yaitu jangker, gabungan antara kujang dan keris. Karya ini dibuat tahun 2010 atas kolaborasi dengan Mpu Sejati dari Sumenep, Madura. Atas ide penggabungan warisan kebudayaan antara Kerajaan Padjajaran dan Majapahit, pelukis lulusan Jan Van Eick Academie, Belanda 1977 ini mendapatkan gelar baru dari Keraton Surakarta Hadiningrat dengan nama Kanjeng Pangeran Hardi Danuwidjoyo.
Selain itu ada ruang khusus yang disebut ruangan memorabilia yang didesain seperti suasana studio Hardi, dan koleksi foto – foto dan buku -buku pribadi.
Lalu ada juga ruang yag dilengkapi dengan instalasi interaktif berbasis teknologi kecerdasan buatan (artificial intelligence) guna menghadirkan pengalaman imersif bagi pengunjung. Dengan menampikan gambar lukisan Presiden RI Tahun 2001, bisa digabungkan dengan wajah dari para pengunjung di bagian muka lukisan ini.
Pameran Jejak Perlawanan “Sang Presiden 2001” Tribut untuk Hardi (1951-2023) dapat dikunjungi oleh kalangan umum mulai 10 – 26 Januari 2025 di Gedung A, Galeri Nasional Indonesia, antara pukul 09.00-19.00 WIB. Pengunjung dapat memperoleh tiket dengan melakukan registrasi langsung di lokasi (on site). Informasi lebih lanjut tentang pameran ini dapat diakses melalui akun Instagram @galerinasional.
Foto: Ferry Irawan | Kultural Indonesia