Visi
Menjadi pilihan utama bagi masyarakat Indonesia untuk mendapatkan berita dan informasi seni, sastra, dan budaya Indonesia secara digital.

Misi
MENYATUKAN informasi karya dan kegiatan dari para pelaku seni, sastra, dan budaya untuk dapat diakses secara digital dengan mudah, Baca Selengkapnya...

Jacob Andries Van Braam, Pemilik Awal Istana Negara

Jacob Andries Van Braam, Pemilik Awal Istana Negara

Seorang laki-laki yang hidup pada masa ketidakpastian, seorang pengecut, penjilat, pedagang dan penyelundup1

Braam (1771-1820) lahir dan besar di Benggala, dalam perjalanan hidupnya ia berkenalan dengan dunia perdagangan Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC), dan dipekerjakan oleh VOC pada tahun 1788. Braam kemudian pindah ke Batavia di mana ia menjadi kaya raya. Pada 1796, ia membangun sebuah rumah pribadi bergaya Indies Empire di daerah elite Batavia, Rijswijk-Molenvliet, di atas lahan seluas 6,8 hektar, menghadap ke Sungai Ciliwung ke arah Jalan Veteran. Rumah pribadi itu kelak bernama Istana Negara.

Rumah tersebut selesai dibangun pada tahun 1804, saat itu Braam dikenal sebagai ‘penghibur tamu yang andal’ karena pesta-pestanya, termasuk teman barunya seorang pendukung Napoleon, Gubernur Jenderal Herman Wilem Dandels. Rumah Braam kelak dikenal sebagai ‘Istana Rijswijk’, sebuah bangunan dua lantai yang indah dan memancing banyak kekaguman dan pujian.2

Istana Rijswijk kemudian menjadi Hotel Gubernur Jenderal

Saat berkuasa, Daendals mengubah kerajaan dagang VOC yang ada menjadi pemerintahan kolonial kerajaan dengan kuasa dan pengawasan yang ketat. Dalam kapasitas ini, ia menyatakan bahwa perwakilan pemerintah yang disebut regen atau bupati di berbagai kerajaan Indonesia tidak lagi diperlakukan sebagai duta besar yang tunduk pada Monarki dan protokol pengadilan mereka; tetapi akan mengambil peran sebagai perwakilan resmi yang tunduk kepada Belanda.

Pada saat itu Braam diangkat sebagai residen di Kasunanan Surakarta. Perilaku otoriternya membuatnya mendapat julukan ‘Kaiser Surakarta’. Beruntung bagi Braam, Raja Surakarta secara umum menerima penempatannya berkat sifatnya yang patuh itu; tidak seperti banyak penguasa lainnya.

Menurut perhitungan, pendapatan Van Braam dari perkebunan opium dan tembakau yang dikelolanya di Surakarta, ia berhasil mengantongi 80.000 dolar Spanyol untuk dirinya sendiri selama tiga tahun masa jabatannya.3

Pada tahun 1809, saat masih menjadi residen Surakarta, Braam diangkat menjadi Commander of the Order of the Union, presiden dari Dewan Tinggi Pemerintahan Hindia, jabatan tertinggi yang dapat diberikan Daendels. Ia menjadi penerus Daendels dan mendapat julukan ‘gubernur jenderal cilik’.

Seorang gubernur baru, Jenderal Janssens, yang ditunjuk langsung oleh Napoleon, tiba di Batavia pada Mei 1811. Daendels kemudian pindah dan tinggal bersama Braam di Istana Rijswijk. Janssens memulai penyelidikan terhadap Braam atas tuduhan penggelapan uang dan pemerasan. Konon dibawah pemerintaha Dandels, Braam dipromosikan berkali-kali dengan cepat dan diperkirakan berhasil mengumpulkan kekayaan lebih dari 200.000 gulden.4 Braam merupakan satu-satunya orang yang mengumpulkan kekayaan selama masa pemerintahan Daendels yang memalukan itu.5 Ia kemudian dipecat dari jabatannya.

Istana Negara dulu dan sekarang

Janssens lalu dikalahkan oleh Inggris yang dipimpin oleh Stanford Raffles. Keberuntungan bagi Braam, pada saat itu ia tidak bekerja pada pemerintah yang ada sehingga Istana Rijswijk tidak disita. Raffles disebut-sebut lebih banyak menghabiskan waktu di Istana Rijswijk ketimbang di kediamannya sendiri. Braam sang ‘penjilat’ itu lalu mendapatkan kembali posisinya sebagai residen Surakarta.

Lagi-lagi keberuntungan ada di pihak Braam, dalam sebuah surat, Raffles merekomendasikan Braam sebagai wakil untuk kepentingan Belanda dalam sebuah pertemuan di Benggala. Di sana Braam bertemu dengan Gubernur Jenderal Lord Minto dan berhasil mendapatkan keuntungan finansial, untuk dirinya sendiri. Ia kemudian memohon agar Belanda menjadi pemegang mata uang kertas Batavia. Tapi sia-sia karena Lord Minto mendevaluasi semua mata uang kertas di Hindia Timur; 20 lembar uang kertas menjadi 1 rijksdaarlder perak.

Pada 1819, Braam menjadi anggota ‘Dewan Hindia’, saat itu adalah masa-masa sulit setelah pendudukan Inggris karena tidak adanya uang kertas atau uang perak yang tersedia di Batavia. Pada masa sulit ini Braam terus melakukan perjalanan rutinnya berdagang. Ia kemudian mendapat julukan sebagai ‘penyelundup terbesar di Hindia Timur’.6 Braam meninggal pada 12 Mei 1820.

Istana Rijswijk kemudia disewa olah Pemerintah dari ahli waris Braam dan dijadikan sebagai Istana Negara yang baru mulai 29 November 1820. Pemerintah kolonial Hindia Belanda kemudian memutuskan untuk membeli Istana Rijswijk dengan harga jauh di bawah pasar kemudian menamakannya Hotel van Zijne Excellentia der Gouverneur General (Hotel Gubernur Jenderal) dengan rencana akan membangun sebuah istana kembar yang menghadap Koningsplein (lapangan luas Monas) yang akan menjadi pusat kota baru. Tetapi rencana ini ditunda karena kemudian Istana Negara dijadikan pusat perencanaan untuk kampanye melawan Diponegoro.

Catatan:

1. Quote by R.G. van Polanen

2. Quoted by Agus Dermawan T. in the book Dari Lorong-Lorong

3. ref: Eur F 148/17,Capt William Robison (Yogyakarta) to Lord Minto (Batavia), 26-9-1811

4. 1 rijksdaalder = 2.5 gulden, “1807” gulden = 8 “2020” Euro, 1 Euro = 16,000 Rupiah

5. Menurut Goldbach in Dr. de Roo II, 531

6. Surat dari Jacques Dozy

Sumber Foto: Repro Dok. Wikipedia

 

Dennis Rider

Dennis Rider datang ke Indonesia pada 1978 sebagai insinyur perminyakan. Pada 1985 ia membangun sebuah motor home agar ia dapat mengelilingi desa-desa terpencil di Jawa, Sumatra dan Sumbawa, yang kemudian berkembang menjadi usaha penyewaan, Easy Rider Motor Homes. Ia sudah mengunjungi berbagai tempat dari tanah Batak, Timor hingga Papua dan telah mengunjungi Baduy beberapa kali serta menjadi pembicara tentang kebudayaan suku Baduy. Dennis adalah anggota Indonesian Heritage Society (IHS) dan aktif sebagai pemandu wisata di Museum Nasional dengan spesialisasi senjata kuno Indonesia.

Tinggalkan Balasan

Your email address will not be published.