ORANG DAN BAMBU JEPANG
Warna-Warni Negeri Sakura
Setiap tempat memiliki adat-istiadat yang menjadi pedoman atau acara hidup masyarakat di dalamnya. Adat-istiadat maupun kebiasaan-kebiasaan yang ada di suatu negara belum tentu sama dengan negara lain. Setiap negara memiliki keunikan masing-masing. Begitu juga dengan Jepang. Jepang secara umum dikenal sebagai bangsa yang tertib, tepat waktu, dan senang bekerja keras. Namun, dalam buku ini Ajip Rosidi menunjukkan bahwa Jepang lebih dari itu. Berbekal pengalamannya tinggal di Jepang selama kurang lebih 20 tahun, Ajip Rosidi mengulik warna-warni kultur bangsa Jepang sebagai gai-jin atau orang asing di negeri sakura.
Buku ini merupakan sebuah catatan penulis tentang apa yang ia alami dan amati sehari-hari. Lebih tepatnya sebagai sebuah catatan perjalanan kultural. Kultur tentang Jepang dalam buku dutuliskan dengan cukup lengkap. Bahkan penulis membahas beberapa kebiasaan yang dilakukan masyarakat Jepang pada umumnya dalam ranah kehidupan rumah tangga, seperti cara mengelola uang, kedudukan perempuan dan laki-laki dalam rumah tangga serta pembagian peran masing-masing, sampai aturan tak tertulis tentang memberikan hadiah pernikahan maupun sumbangan kematian. Melalui buku ini, pembaca juga dapat mengetahui karakter bambu Jepang yang sebenarnya bertolak belakang dengan karakter masyarakatnya. Penulis mendeskripsikan pohon bambu Jepang tumbuh renggang antara satu dengan yang lain, sedangkan orang-orang Jepang adalah bangsa yang solid. Kebiasaan berkunjung ke museum dan lokasi bersejarah sudah ditanamkan sejak kecil. Dengan demikian, bangsa Jepang sangat mencintai budaya dan negaranya. Mereka juga dikenal memiliki budaya malu terutama dalam menjalani hidup di dalam negaranya. Sebagian besar orang Jepang sangat rajin dan taat aturan, karena hidup kotor dan tidak tertib dianggap mempermalukan diri sendiri. Budaya malu ini juga menjadi salah satu hal yang mempengaruhi cara pandang orang Jepang terhadap bangsa lainnya.
Pengalaman Ajip Rosidi sebagai gai-jin dituliskannya secara mengalir dengan bahasa yang santai. Buku ini seperti diari tentang kehidupan sehari-hari, tetapi begitu kaya informasi. Penulis memberikan informasi yang detil di setiap topiknya. Buku ini sangat baik dibaca oleh pembaca yang ingin mengetahui budaya Jepang dalam keseharian dan mencari tahu apakah benar atau tidak stereotip-stereotip tentang orang Jepang yang sering terdengar. Selain itu, buku ini dapat dijadikan salah satu panduan untuk mengetahui apa yang sebaiknya dilakukan dan tidak dilakukan jika hendak berpergian ke Jepang atau bertemu dengan orang Jepang.
Meskipun demikian, buku ini tak lepas dari bias penulis. Dalam beberapa topik, penulis membandingkan kultur Jepang dengan budaya Barat maupun Indonesia. Secara tidak langsung membuat dikotomi antara satu budaya dengan budaya yang lainnya. Dengan demikian, sikap kritis pembaca tetap diperlukan saat menikmati informasi yang beragam dalam buku ini. Pengalaman penulis dalam mendapatkan kesempatan untuk berbaur dengan bangsa yang berbeda adalah sebuah pengalaman yang berharga yang mungkin sedang diperjuangkan banyak orang. Lewat pengalaman tersebut yang kemudian dituliskan dalam buku ini, penulis juga banyak mendeskripsikan nilai-nilai baik yang diusung bangsa Jepang dalam menjalankan keseharian mereka. Contohnya kejujuran, tanggung jawab, serta menghargai kerja manusia. Beberapa kebaikan itu sekaligus menjadi refleksi bagi pembaca bahwa tak ada salahnya mencontoh kebaikan-kebaikan bangsa lain. Namun, beberapa hal yang tidak sesuai dengan budaya kita tak harus langsung dilabeli sebagai hal buruk yang harus dibenci. Melihat, mengalami, dan membaca tentang kultur yang berbeda adalah salah satu proses untuk memahami dan menghargai perbedaan.
Orang dan Bambu Jepang: Catatan Seorang Gai-jin adalah satu dari ratusan tulisan berupa kumpulan sajak, drama, cerita pendek, esai karya Ajip Rosidi semasa hidupnya. Ajip Rosidi lahir pada 31 Januari 1938 di Majalengka dan meninggal dunia di Magelang pada 29 Juli 2020. Karya-karya Ajip Rosidi tak hanya dikenal di dunia sastra Indonesia, tapi juga mancanegara. Banyak di antaranya yang diterjemahkan ke dalam bahasa asing, seperti Belanda, Jepang, Inggris, Cina, dan lain-lain. Selama hidupnya Ajip Rosidi memperoleh penghargaan seperti Hadiah Sastera Nasional (1957), Kun Santo Zui Ho Sho dari pemerintah Jepang (1999), Hadiah Profesor Teeuw dari Belanda (2004), dan Penghargaan Habibie di tahun 2009. Ulasan ini, sekaligus sebagai salah satu tribute bagi karya-karya nya.