Pameran Karya Nurhidayat, The Flaneur
Buah Kegemarannya Berjalan-jalan di Perancis
CG Artspace di Bulan Juli 2024 ini menggelar pameran tunggal Nurhidayat bertajuk The Flaneur. Pameran yang berlangsung dari tanggal 19 – 31 Juli 2024 ini menghadirkan 17 karya seniman asal Kuningan, Jawa Barat, termasuk 3 patung di antaranya.
Seniman yang sejak tahun 2005 bermukim di Perancis ini, menghadirkan karya terbarunya dalam kurun 3 tahun ini, dengan dipengaruhi oleh kehidupan urban di Paris. Menurut keterangan Heru Hikayat, sang kurator, Nurhidayat selama di Perancis dipengaruhi oleh perkembangan seni rupa di sana.
“Gerakan figurasi naratif mempengaruhi karya-karyanya. Figurasi naratif merangkul aspek narasi kehidupan urban sebagai elemen penting dalam eksplorasi visual. Narasinya bisa bermula dari keseharian, kebudayaan urban dan populer bahkan aspek politis. Pada perspektif figuratif naratif, segala gambar dan citra bisa disandingkan terlepas dari konteks asalnya. Juga tidak selalu berhubungan dengan konotasi yang selalu disematkan kepadanya,” ujar Heru Hikayat dalam tulisan pengantar pameran.
Yang menarik dari karya-karya suami dari Miriam Cathy ini adalah ciri khasnya yaitu ‘horror vacui’, ketakutan akan ruang kosong. Maka di dalam pameran ini lukisannya selalu padat dengan gambar, karena Nurhidayat tidak meninggalkan ruang kosong dalam ruang kanvasnya. Tentu hal ini membuat penikmat lukisannya jadi asyik dengan detail-detail di setiap titik. Mengamati sambil mengagumi.
Dalam pameran ini ada 3 tipe karya. Pertama lukisan dengan cat acrylic, lalu lukisan yang digambar dengan felt pen dan terakhir adalah patung. Kedua tipe lukisannya sama-sama penuh dengan obyek-obyek gambar. Namun bedanya, yang menggunakan cat acrylic penuh dengan warna, sedangkan yang Digambar ( drawing) menggunakan felt pen merk stadler, rotring, atau sakura, memenuhi gambar hitam putih namun beberapa obyek diberi warna memberikan kesan misteri sekaligus penegasan pada obyek tertentu dalam lukisannya.
Judul The Flaneur sendiri diambil dari Istilah ‘flâneur’ yang mulai muncul pada khazanah literatur Prancis pada Abad XIX. Istilah ini merujuk pada kegiatan berjalan-jalan di waktu senggang, di seputar kota. Pendek kata, ini adalah kegiatan mengamati dan menjelajahi kota. Bagi Nurhidayat, flâneur, adalah caranya untuk mengamati, menelisik, menyerap, memahami, lingkungan dan kebudayaan baru tempat ia hidup sekarang.
“Dengan jalan-jalan saya bisa menghirup udara dan temperatur berbeda. Melakukan pertemuan dan juga perpisahan, bertemu jalan buntu, jalan naik turun dan lain-lain. Setiap tempat dengan situasi yang berbeda, juga mentalitas dan karakter orang-orang dari tempat yang saya singgahi, di kota besar yg kosmopolit atau di pedesaan yang berkarakter tentu saja berbeda cara memandang pejalan kaki, apalagi seperti saya yg menurut mereka asing,“ Kata seniman lulusan Universitas Pendidikan Indonesia ini.
Nah, ada 3 patung yang menggambarkan sosok yang melakukan kegiatan jalan-jalan sore tersebut lengkap dengan jas menggambarkan gaya urban di Perancis pada abad ke-19 namun para patung ini berkepala burung atau topeng burung.
Topeng juga menjadi ciri khas dalam pameran kali ini, gambaran pribadi manusia di lukisan-lukisannya selalu memakai topeng. “Mengenai topeng, seperti dalam banyak tradisi, penggunaan topeng biasanya sebagai penguat karakter dan identitas ketokohannya, dalam beberapa karya saya juga seperti itu, akan tetapi topeng juga berfungsi sebagai medium untuk lebih leluasa mengamati publik, dengan topeng saya seperti detektif yg leluasa mengamati sekitarnya tanpa takut diketahui identitasnya. Topeng juga berlaku sebagai penutup identitas. Meski pada masa sekarang topeng, banyak juga dipakai sebagai perayaan yang sifatnya populer,“ katanya.
Namun ada satu lukisan yang tokohnya tidak memakai topeng, yaitu berjudul Fausse Note #8. “Untuk lukisan anak kecil tanpa topeng, pada karya ini figure anak perempuan dengan latar belakang nature dan burung équilibriste sebagai symbol harapan pada kelangsungan masa depan bumi,” ujarnya menjelaskan.
“Mengenai karya The Flâneur, tema ini sudah saya kerjakan sejak 3 tahun lalu, hampir 40-an karya saya buat, baik drawing maupun painting, sebagian karya tema ini saya pamerkan di Lync Lyon International Club dan pameran bertema jardins di Galerie Valérie Eymeric Lyon sampai akhir bulan agustus nanti,“ lanjutnya.
Melalui pameran ini Nurhidayat berharap dapat berbagi pengalaman proses kreatifnya selama berkarya di Perancis, sambil mengenal kembali medan sosial seni indonesia yang lama ia tinggalkan.
Foto: Ferry Irawan | Kultural Indonesia