Visi
Menjadi pilihan utama bagi masyarakat Indonesia untuk mendapatkan berita dan informasi seni, sastra, dan budaya Indonesia secara digital.

Misi
MENYATUKAN informasi karya dan kegiatan dari para pelaku seni, sastra, dan budaya untuk dapat diakses secara digital dengan mudah, Baca Selengkapnya...

Seorang Pria yang Melalui Duka Dengan Mencuci Piring Bagi

Seorang Pria yang Melalui Duka Dengan Mencuci Piring Bagi

Bagi sebagian orang, mencuci piring nampak seperti kegiatan yang membosankan dan tidak menarik untuk dilakukan sebagai sebuah rutinitas. Seperti kegiatan domestik lainnya. Terlihat sederhana dan mudah padahal tetap membutuhkan usaha dan ketelatenan untuk menyelesaikannya. Dalam buku ini kegiatan mencuci piring menjadi sebuah hal yang sangat bermakna terutama dalam kaitannya dengan rasa duka akibat kepergian orang yang dicintai.

Andreas Kurniawan selaku penulis yang juga berprofesi sebagai psikiater mendefinisikan duka sebagai sebuah periode di mana seseorang menyadari bahwa sesuatu akan berubah. Bagi kita yang datang melayat, seringkali kita melihat kedukaan dari raut wajah sedih dan tangisan. Namun, dalam buku ini dijelaskan bahwa seseorang yang berduka juga merasakan bingung. Lewat pengalaman dukanya Andreas Kurniawan mengungkapkan bahwa perasaan bingung justru mendominasi proses awal kedukaan saat ia kehilangan anaknya. Kehilangan atau kematian seseorang yang amat dekat dengan kita membawa perubahan dengan cepat. Yang tadinya ada, sekarang tiada. Hal itu tentu tak mudah untuk diterima.

Mungkin memang benar bahwa seseorang tidak akan memahami rasanya berduka sebelum mereka mengalaminya. Terlebih lagi jika kedukaan itu akibat dari kehilangan karena kematian seseorang yang sangat dekat. Saat ada orang yang kita kenal kehilangan pasangan, orang tua, anak, maupun orang-orang terdekat lainnya, kita akan mengucapkan ‘turut berduka cita’, ‘semoga kamu diberikan keikhlasan’, ‘sabar, ya’, dan kalimat-kalimat lain yang juga seringkali diselipkan doa untuk yang meninggal. Setelah membaca buku ini, ucapan ‘turut berduka cita’ tak lagi tampak sebagai kalimat sederhana untuk menunjukkan empati. Sebab setelah membaca buku ini diketahui bahwa ‘duka’ adalah suatu situasi dan perasaan yang sangat kompleks. Penulis juga menyatakan bahwa tak ada batasan pasti tentang berapa lama normalnya seseorang berduka. Bisa sebulan, setahun, sepuluh tahun, bahkan sepanjang hidup mereka. Seperti halnya mencuci piring. Bagi kita yang hanya melihat, kegiatan itu nampak mudah, tapi bagi yang melakukan belum tentu. Orang yang mencuci piring harus mengikuti beberapa langkah supaya piring-piring yang kotor menjadi benar-benar bersih dan aman untuk digunakan kembali. Mencuci piring adalah sebuah proses begitu juga dengan duka. Kisah dalam buku ini menyampaikan apa yang dilakukan seseorang ketika ia menjalani proses berduka jauh lebih besar maknanya dibandingkan waktu yang ia habiskan untuk berduka.

Pengalaman personal penulis dalam buku ini tak selalu mudah dibaca. Ada beberapa bab yang bisa membuat pembaca begitu merasa emosional. Terutama dalam bab berjudul Tangis, Tisu, dan Mengapa Perlu Mengalami Pilu dan Hitungan Mundur ke Detak Jantung Terakhir. Lewat bab itu penulis menceritakan waktu-waktu terakhirnya bersama Hiro, anaknya, yang sedang kritis. Pada bab ini penulis berbagi tentang apa yang sebenarnya dirasakan saat seseorang mengetahui orang yang dicintainya akan pergi. Saat dihadapkan pada sesuatu yang tak ideal atau tidak sesuai harapan seseorang akan bertanya, “mengapa?”. Dalam kisah penulis kata ‘mengapa’ muncul dalam proses seseorang menerima hal yang sebenar-benarnya ia alami. Lewat pembahasan tentang ‘mengapa’ itu juga buku ini memberikan refleksi mengenai bagaimana sebaiknya kita berhadapan dengan sesuatu yang tak ideal dan merenungkan kembali tentang karma serta memaknai karma dalam sudut pandang yang berbeda.

Kisah personal mengenai kehilangan seorang anak dan ayah seperti dalam buku ini memberikan perspektif yang berharga dalam memaknai duka. Tak sekadar berbagi pengalaman personal, latar belakang profesi penulis sebagai psikiater memberikan kekuatan pada narasinya sehingga pembaca mendapatkan pengetahuan baru tentang topik yang dibicarakan. Narasi yang sifatnya personal dan ilmiah dirangkum dengan bahasa yang sangat mudah dipahami oleh pembaca. Ini adalah salah satu buku yang sangat bermanfaat bagi pembaca yang ingin memahami lebih dalam tetang emosi sedih maupun duka. Ada tiga bab yang sangat aplikatif dan mudah untuk dicerna yaitu, Tutorial Mencuci Piring, Tutorial Menerima Kematian Seorang Anak, dan Tutorial Menyusun Puzzle. Lewat ketiga bab itu, penulis yang juga psikiater memberikan semacam gambaran tentang apa yang bisa dilakukan seseorang dalam memahami dan mengolah kesedihan serta duka yang ia alami. Salah satu pesan yang tersirat lewat buku ini adalah tak perlu terburu-buru dalam menjalani dan belajar mengelola rasa duka. Seperti mencuci piring, ia juga punya tahapan yang harus dilalui dengan penuh kesadaran.

Andreas Kurniawan, Sp.KJ menempuh studi kedokteran dan spesialisnya di Universitas Indonesia. Ia mendalami tentang psikoterapi untuk kedukaan dan kehilangan.

Penulis: Andreas Kurniawan, Sp. KJ
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Tahun terbit: 2024 (Cetakan ke-6)
Jumlah halaman: 191 halaman

Tinggalkan Balasan

Your email address will not be published.