Asrul Sani: Film adalah Perpanjangan Puisi
Kami adalah ahli waris yang sah dari kebudayaan dunia dan kebudayaan ini kami teruskan dengan cara kami sendiri.
Kalimat pembukaan dalam manifesto Surat Kepercayaan Gelanggang yang dimuat di majalah Siasat pada 22 Oktober 1950 ini mungkin salah satu yang paling menggambarkan dalam generasi seperti apa Asrul Sani tumbuh dan berkembang serta semangat seperti apa yang mendorongnya dalam berkarya.
Sebagai bagian dari Sastrawan Angkatan ’45, Asrul Sani merupakan salah satu yang terdepan dalam membawa ide-ide pembaruan.
Pemikiran dan cara pandang Asrul Sani terhadap dunia dan kehidupan yang tertuang dalam karya-karyanya terbukti telah maju jauh melampaui masanya. Ide-ide dalam karya-karya tersebut masih relevan bahkan sampai puluhan tahun kemudian.
Penulis skenario dan produser film kenamaan tanah air Salman Aristo dalam diskusi Relasi Kreatif Usmar Ismail dan Asrul Sani yang diselenggarakan oleh Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) 26 Maret lalu bahkan mengungkapkan bahwa menurutnya sampai hari ini Asrul Sani adalah penulis skenario film Indonesia terbaik.
“Saya sudah membaca semua skenario Asrul Sani. Jadi, fondasi pemahaman saya mengenai bagaimana skenario film Indonesia dituliskan, karena tidak ada buku tentang penulisan skenario berbahasa Indonesia pada saat itu yang bisa saya temukan, adalah dengan membaca skenario karya Asrul Sani.
Dan, skenario pak Asrul sudah dengan sendirinya meletakkan dasar yang kuat karena dibuat dengan sangat baik, dengan struktur yang sangat baik,” demikian dipaparkan Aris.
Asrul Sani datang dari generasi yang sangat ingin sekali masuk ke dalam percakapan dunia. Manurut Aris, Asrul Sani adalah seorang pemikir besar, dia selalu berangkat dengan gagasan besar terlebih dahulu.
“Akademisi yang sangat luar biasa. Bayangkan saja, sekolahnya sastra, lalu dapat beasiswa kedokteran hewan dan selesai. Kemudian, belajar ke Amerika dan Belanda.
Pesan beliau yang sangat saya ingat adalah kalau mau jadi penulis harus belajar hidup dulu. Ternyata yang beliau maksud adalah mempelajari hidup kita, mendapatkan wisdom kita sendiri setiap kali menulis. Itu yang saya pegang,” lanjut Aris.
Menurut Aris, Asrul Sani adalah seorang budayawan yang memilih film sebagai channel utamanya.
“Beliau pernah mengatakan, film adalah perpanjangan puisi. Salah satu film Asrul Sani yang dibuat berdasarkan puisi adalah Bulan di Atas Kuburan,” demikian sebut Salman Aristo.
Film Bulan di Atas Kuburan (1973) merupakan film yang disutradarai Asrul Sani yang diangkat dari puisi Malam Lebaran karya Sitor Situmorang.