Visi
Menjadi pilihan utama bagi masyarakat Indonesia untuk mendapatkan berita dan informasi seni, sastra, dan budaya Indonesia secara digital.

Misi
MENYATUKAN informasi karya dan kegiatan dari para pelaku seni, sastra, dan budaya untuk dapat diakses secara digital dengan mudah, Baca Selengkapnya...

Dia.Lo.Gue Tampilkan Karya-Karya Litografi Jaman Kolonial Mengenai Nusantara Melalui Pameran Book, Paper & Discovery

Dia.Lo.Gue Tampilkan Karya-Karya Litografi Jaman Kolonial Mengenai Nusantara Melalui Pameran Book, Paper & Discovery

Dia.Lo.Gue Artspace menyelenggarakan Pameran litografi bertajuk Book, Paper & Discovery. Pameran ini menyajikan buku-buku dan karya-karya litografi berusia ratusan tahun berasal dari periode tahun 1570– 1903. Buku–buku dan karya litografi ini dikumpulkan oleh Hermawan Tanzil, pemilik Dia.Lo.Gue Artspace dari berbagai sumber.

Ada 40 buku dan 107 karya litografi yang dipamerkan. Kesemuanya merupakan hasil dari sebuah penelitian, perjalanan, ekspedisi maupun berbagai penemuan. Buku dan gambar dari periode di masa kolonial ini membuktikan kalau negara kita sangat menarik bagi para peneliti baik dari segi ilmu pengetahuan akibat keragaman hayatinya melimpah dan juga dari segi budaya dan sosialnya. Dalam catatan buku Lexicon Indonesian Artist bahwa dalam periode 1600–1950 ada 3000 seniman dari luar Indonesia yang datang ke Nusantara dan membuat karya.

Salah satu yang menarik adalah karya litografi berjudul Riviere de Bezouki ( Sungai Besuki, Sitobondo, Jawa Timur) yang diambil dari buku Voyage Autour du Monde 1835. Buku ini berisi catatan perjalanan kapal layar La Favourite, sebuah misi politik dari pemerintah Perancis untuk mengikis pengaruh Inggris di Asia Tenggara, yang menghasilkan karya-karya litografi yang indah.

Selain itu ada juga buku The History of Java Karya Sir Thomas Stamford Raffles yang terobsesi dengan Pulau Jawa, kemudian melakukan ekspedisi berkeliling di Pulau Jawa dan mencatat keanekaragaman geografi dan budaya. Buku ini menghasilkan gambar-gambar yang indah mengenai kehidupan di Pulau Jawa pada masa itu. Dan sampai hari ini masih menjadi buruan para kolektor buku.

Buku terkenal lainnya yang menghasilkan banyak karya litografi adalah buku The Malay Archipelago (1869) yang ditulis oleh Alfred Russel Wallace yang melakukan ekspedisi selama 8 tahun di berbagai kepulauan di Nusantara dan menghasilkan berbagai catatan tentang flora fauna.

Satu lagi buku terkenal mengenai alam Indonesia khususnya tentang vulkanologi, The Landscape of Java’s Album yang berisikan berbagai gambar litografi mengenai gunung-gunung berapi di sepanjang Pulau Jawa baik itu berupa peta maupun lukisan bentang alam pegunungan karya Junghun, seorang naturalist yan berasal dari Jerman.

Hilmar Farid, Dirjen Kebudayaan Kemendikbud Ristek, menyatakan dalam sambutannya pada pembukaan pameran, 27 Juli 2023 lalu, bahwa banyaknya karya buku mengenai Nusantara dari ribuan peneliti dan penjelajah yang datang pada masa kolonial mempunyai alasan yang sama. “Mereka takjub dengan kekayanan alam dan budaya kita yang beraneka ragam. Sehingga menjadikan Nusantara tempat untuk mereka belajar. Untuk itu marilah kita merapatkan barisan kembali untuk mencintai Nusantara kita dengan alam dan budaya yang melimpah di dalamnya,“ ujarnya.

Hermawan Tanzil menjelaskan bahwa karya litografi memerlukan proses yang panjang. “Gambar dari buku- buku bisa menjadi karya seni. Mereproduksi sebuah gambar itu memerlukan teknik khusus, proses yang panjang dan complicated, contohnya buku The Malay Archipelago, Alfred Russel Wallace setelah melakukan perjalanan keliling Nusantara selama 8 tahun, masih memerlukan waktu 7 tahun lagi untuk menghasilkan sebuah buku. Karya-karya litografi ini memperlihatkan bahwa seni, khususnya grafis, tidak hanya untuk segi estetika saja tetapi juga menjadi penting sebagai pembelajaran kita tentang banyak hal, dari alam dan budaya, bahkan sosial dan politik melalui karya-karya yang dihasilkan,“ tutup Herwaman.

Pameran Book, Paper & Discovery berlangsung dari 27 Juli-3 September 2023, dibuka untuk umum di Dia.lo.gue Artspace, Kemang Selatan, Jakarta.

Sumber Foto: Ferry Irawan

Tinggalkan Balasan

Your email address will not be published.