PERJALANAN PANJANG DI DUNIA SENI JALANAN
Seniman seni jalanan ini mulai berkarya di jalan sejak tahun 2000-an. Karya-karyanya sering bertemakan isu sosial. Karyanya diidentifikasi bergaya retro futurism deco realism. Inspirasi dan pengaruh karyanya banyak datang dari komik, animasi, game console, street artists, arsitektur, fashion musik bahkan makanan. Age Airlangga atau yang dikenal dengan nama alias Tutu, adalah perupa seni jalanan yang sudah melanglang buana di tanah air hingga mancanegara.
K: Bisa ceritakan latar belakang Anda?
T: Saya lahir di Jakarta, dan lulus S1 dari Desain Komunikasi Visual di ITB Bandung. Sebelum akhirnya memutuskan menjadi seniman, profesi saya dimulai dari animator, illustrator , editor dan pernah menjadi Music Director. Pada dasarnya profesi saya adalah hal yang saya sukai, dan kebanyakan terkait dengan visual. Tumbuh besar di keluarga yang mayoritas cowok dan diajarkan berpikir secara ilmiah dan teknis oleh ayah saya yang teknik sipil, maka proses berpikir yang ilmiah juga menjadi bagian dari diri saya hingga ke proses berkarya.
K: Sejak kapan Anda tahu akan menjadi seniman, kenapa ingin menjadi seniman? Kenapa Anda memilih memulai karier sebagai street artist?
T: Sebenarnya saat saya memulai berkarya di Street Art di awal 2000-an, saya tidak terpikir akan menjadi seorang seniman, dan saat memulai dari Street Art karena ingin berkomunikasi dengan publik. Pada waktu awal berkarya di jalan, saya membuat stensil berukuran kecil, dan respon publik saat itu ada yang bingung, cuek, sampai kesal, karena tidak mengerti.
Seiring waktu proses pemikiran dalam berkarya, bentuk karya yang saya tampilkan di jalan berkembang, dari karakter monster tupai, bentuk huruf tulisan nama saya yang abstrak, hingga akhirnya sekarang objek makhluk hidup dan figur manusia yang abstrak. Ternyata tingkat apresiasinya berbeda. Ada yang kagum, makin sedikit yang kesal, malah banyak yang menonton serta bertanya tentang prosesnya.
Tapi karya di jalan banyak yang tidak berumur lama. Ada yang besoknya ternyata dirubuhkan / disegel, ada yang langsung dioret – oret atau dihapus pihak lain, dan lain sebagainya, life cycle karya saya di jalan semakin lama semakin pendek.
Akhirnya saya berpikir bagaimana karya saya bisa lebih dinikmati dalam waktu yang lebih lama oleh beragam audiens, baik secara narasi dan visualnya. Saya mencoba mengimplementasikannya di banyak medium seperti kanvas, panel kayu dan lainnya, mulai memasuki ruang pamer, hingga akhirnya solo exhibition di 2015.
Pada proses pembuatan karya di medium berbeda tersebut, saya banyak berproses tentang bagaimana bernarasi, dan ternyata panggilan untuk menyampaikan pesan lewat karya tersebut yang membuat saya mulai terpikir menjadi seniman. Dapat dikatakan bahwa saya mulai berproses memutuskan menjadi seniman di sekitar 2015 – 2016.
K: Siapa atau apa yang paling mempengaruhi karya Anda secara artistic: Apa ciri khas karya Anda?
T: Saya tidak pernah membatasi diri dengan menyukai atau mempelajari hanya satu bidang, jadi bisa dikatakan banyak pihak mempengaruhi & menginspirasi. Inspirasi dan pengaruh saya datang dari komik, animasi, game console, street artist, arsitektur, fashion, music bahkan makanan. Beberapa street artists yang mempengaruhi saya: Augustine Kofie , Felipe Pantone, Aryz, dan masih banyak lagi. Pengaruh juga datang dari bidang lainnya seperti dari dunia komik terdapat Moebius, Herge. Contohnya : Dari cerita bergambar Tintin saya bisa belajar tentang cerita, penokohan, plot, twist yang akhirnya mempengaruhi karya saya secara visual dalam membuat flow.
Ciri khas karya saya dapat dilihat dari bentuk yang cenderung geometris, banyak warna, potongan dan penyatuan bidang serta teknik bayangan. Beberapa ciri khas ini dapat ditemui juga pada karya saya di jalan. Namun timbul ada kecendrungan baru, (ini tanpa saya sadari, saya diinfokan oleh kurator saya), bahwa di beberapa karya saya terakhir terdapat visual garis tipis ataupun tebal yang pada saat dicocokan dengan cerita karya tersebut seperti tirai atau tali yang mengajak audiens untuk menyibak atau membuat simpul. Saya rasa, seiring proses bisa jadi ciri khas juga mengalami perkembangan sesuai proses berkarya saya.
K: Karya Anda diidentifikasi bergaya retro futurism deco realism, bisa jelaskan?
T: Retro Futurism karena banyak hal atau isu yang terkait dengan apa yang mempengaruhi saya sejak kecil (yang sudah lalu) dan saya tuangkan lewat karya dengan pengandaian apabila hal tersebut di masa saat ini atau masa depan dengan ‘feel’ retro yang masih ada. Tapi bukan berarti serta merta saya letakan visual game console tahun 80-an di dalam karya saya.
Deco Realism, karena karya saya banyak mengandung unsur geometris yang saya terapkan pada objek visual karya yang dapat kita temukan sehari – hari serta menjadi bagian dari bidang pada wajah, pakaian, tubuh hingga akhirnya audiens tetap dapat melihat wujud aslinya.
K: Seni jalanan sering dipandang sebelah mata, menurut Anda kenapa, apa tantangan dalam berkarya sebagai seniman dengan latar belakang street art?
Saya rasa tantangan terbesarnya adalah saat berproses tentang narasi pesan yang ingin disampaikan dan bagaimana memvisualisasikannya sesuai style saya. Tantangan itu saya proses dan terus berproses sejak 2015 hingga kini.
T: Street art memang kadang dipandang sebelah mata oleh sebagian orang, hal ini mungkin dikarenakan semua pihak (dari anak–anak sampai orang dewasa) dapat menulis nama, lambang atau karakternya di semua bidang seluruh penjuru kota, tentunya hal ini berkaitan juga dengan pemahaman publik mengenai street art serta perkembangan visual dari para pelaku street art itu sendiri. Tidak luput juga sosialisasi terkait street art yang memang perlu untuk diceritakan dengan berpartner bersama banyak pihak.
Sosialisasi sebenarnya dapat disampaikan juga melalui para seniman yang berlatar belakang seni jalanan, melalui perkembangan karya, medium, teknik, narasi serta bertemu bermacam audiens dengan format yang berbeda, sehingga memungkinkan terjadinya komunikasi serta interaksi.
Dari pengalaman saya pribadi (yang menjadi jawaban nomor 2), ternyata tingkat apresiasi publik berhubungan juga dengan karya yang dituangkan di tembok. Jika ternyata sesuatu yang bukan tampaknya asal–asalan, dianggap dapat memperindah atau bermakna positif bagi lingkungan, mereka tidak sungkan mendukung, menjaga, melindungi. Hal ini tentunya terkait visual karya individu pelakunya. Saya alami sendiri pada saat berkarya di jalan, baik di Jakarta, luar kota, bahkan di luar negeri.
Sebagai contoh salah satu karya saya di Jakarta (di Senopati 22), mural yang berukuran besar serta berposisi tinggi tersebut dibuat sejak 2018, dan hingga kini (2022) masih dipertahankan oleh sang pemilik tempat.
Contoh lain lagi , karya mural saya yang ada di Wong Cuk Hang, Hong Kong. Saat itu saya diundang menjadi street artist pertama dari Indonesia untuk mengikuti festival Street Art International HKWalls 2017, tembok pada acara festival ini adalah tembok dengan seijin warga setempat serta pemerintah. Biasanya karya mural akan diberikan ijin tetap berada disitu hingga festival berikutnya (atau sesuai kesepakatan), namun saat festival berikutnya tiba, warga setempat tidak mengijinkan untuk dihapus , dan masih tetap ada hingga 2019.
K: Tahun 2021 Anda pernah bekerjasama dengan Adidas, bisa certakan :
T: Sebuah projek kerjasama yang seru. Adidas mengkontak terkait dengan concept store mereka yang baru di salah satu mall besar di Jakarta Selatan, dimana projeknya adalah membuat sebuah karya yang diiimplementasikan menjadi sebuah karpet serta neon box (ternyata program kerjasama bersama seniman untuk membuat karpet ini tidak hanya di Indonesia). Setelah terpilih, dan mendapat informasi mengenai format, ukuran, material maka proses berkarya pun dimulai. Setelah akhirnya sepakat terkait key visualnya, maka Adidas memproduksi produk tersebut. Hingga saat ini 2 produk dari karya saya itu masih ada di concept store tersebut. Seru bagaimana prosesnya bahwa seni juga bisa menjadi sebuah bagian ruang dengan audiens yang berbeda.
K: Apa rencana ke depan?
T: Rencana terdekat, saya akan solo exhibition di 2023, mengadakan beberapa proyek kesenian, dan mengembangkan karya dimana terdapat juga elemen teknologi dan science, semuanya untuk menceritakan banyak pesan yang ingin saya sampaikan.
K: Apakah Anda senang membaca, jika ya, buku apa yang sedang Anda baca sekarang ini?
T: Saat ini saya sedang suka membaca jurnal terkait dengan riset solo exhibition saya, namun sejak dulu saya suka buku seperti behind the scene sebuah film animasi, buku bergenre art book, dan juga majalah yang membahas musik, seni rupa, desain, komputer hingga komik.
Foto: Dok. Tutu
