Visi
Menjadi pilihan utama bagi masyarakat Indonesia untuk mendapatkan berita dan informasi seni, sastra, dan budaya Indonesia secara digital.

Misi
MENYATUKAN informasi karya dan kegiatan dari para pelaku seni, sastra, dan budaya untuk dapat diakses secara digital dengan mudah, Baca Selengkapnya...

Pramoedya Ananta Toer Paska 1965: Tahun-Tahun di dalam Penjara

Pramoedya Ananta Toer Paska 1965: Tahun-Tahun di dalam Penjara

Pramoedya Ananta Toer, Pulau 1969/Dokumentasi PDS H.B. Jassin

Sejak 1958, kegiatan Pram semakin padat. Hingga tahun 1965, ia bekerja sebagai anggota panitia yang menangani program Asia African Writers Conference. Lalu sepanjang tahun 1960 hingga 1965, ia menjadi anggota Komite Pusat untuk Indonesia dalam lembaga World Peace Organization. Pada saat yang hampir bersamaan (1961 – 1964) Pramoedya menjadi redaktur rubrik Lentera, lampiran kebudayaan harian Bintang Timur

Selama periode itu, Pram berkesempatan memberikan kuliah sejarah dan sastra modern di Fakultas Sastra, Universitas Res Publika; kuliah sejarah bahasa Indonesia di Akademi Wartawan Dr. Abdul Rivai. Ia juga tercatat sebagai salah seorang pendiri Akademi Sastra Multatuli.

Tetapi sejak 13 Oktober 1965, sebelas hari setelah gagalnya pemberontakan G-30-S, semua kegiatan Pram terhenti. Ia dituduh terlibat dalam kegiatan-kegiatan Lekra yang dianggap sebagai badan yang disusupi komunis.

Tanpa proses pengadilan, Pram ditahan di Rumah Tahanan Militer Tangerang sampai bulan Juli 1969. Kemudian dipindahkan ke penjara Karang Tengah, Nusakambangan. Pada 16 Agustus 1969, Pram bersama tahanan politik lainnya dikirim ke Instalasi Rehabilitasi Pulau Buru. Tiba di Namlen, kota kabupaten Pulau Buru pada 10 September 1969 bersama 850 orang tahanan politik G-30-S golongan B.

Lahirnya Tetralogi Buru

Pramoedya Ananta Toer Tahun 1978, foto Hamid Muhammad/Dokumentasi PDS H.B. Jassin

Di Pulau Buru, Pramoedya tidak diizinkan menulis. Tetapi setelah Jenderal Soemitro datang berkunjung pada tahun 1973, Pram diizinkan menulis. Dan ia tak bisa dibendung lagi.

Dari tempat ini lahir tetralogi: Bumi Manusia, Anak Semua Bangsa, Jejak Langkah dan Rumah KacaArok Dedes, Mata Pusaran, Arus Balik, sebuah naskah drama Mangir, dan nonfiksi Nyanyian Tunggal Seorang Bisu.

Pramoedya dipindah dari Pulau Buru pada tanggal 12 November 1979, kemudian –setelah melewati penjara Magelang, Semarang, dan Salemba– dibebaskan pada tanggal 21 Desember 1979. Meskipun begitu, Pramoedya tetap dikenakan peraturan wajib lapor dan tidak mempunyai hak memilih dan dilipih dalam pemilihan umum.

Selamat datang Papaku Tercinta/Dokumentasi PDS H.B. Jassin

Novel Bumi Manusia yang terbit pada 17Agustus 1980 dan Anak Semua Bangsa pada bulan Desember di tahun yang sama, mendapat sambutan baik dari masyarakat. Namun, dalam  waktu singkat (mulai 29 Mei 1981), novel-novel tersebut dilarang beredar di seluruh Indonesia, dengan alasan mengandung ajaran terlarang, yaitu “pertentangan kelas”.

Pada tahun 1985, Jejak Langkah dan Sang Pemula juga diterbitkan, dan dalam waktu kurang dari setahun (1 Mei 1986) nasib yang sama seperti dua novel terdahulu.

Selanjutnya pada tahun  diterbitkan juga Gadis Pantai dan Rumah Kaca (1987) disusul  Hikayat Siti Mariah  (April 1988). Tanggal 8 Juni 1988, Rumah Kaca dilarang beredar, diikuti Gadis Pantai dan Hikayat Siti Mariah. (3 Agustus 1988)

Ditahan lajunya di negeri sendiri, tetralogi Bumi Manusia menemukan jalan di negeri orang. Tahun 1982 penerbit Penguin Books, Australia menerjemahkan dan menerbitkan keempat buku itu. (Sumber: Pramoedya Menggugat: Melacak Jejak Indonesia, Koh Young Hun)

Tinggalkan Balasan

Your email address will not be published.