Tahukah Kamu Judul Lukisan Ini?
Antara Fakta, Riset dan Imajinasi
Pada tahun 1973, Gubernur DKI, Ali Sadikin, meminta S. Sudjojono untuk membuat sebuah lukisan tentang penyerangan Sultan Agung ke Batavia sebagai bagian dari peresmian Museum Sejarah Jakarta, Museum Fatahillah, pada 1974.
Sebagai seorang pelukis Sudjojono selalu melakukan riset dan pedalaman karakter. Untuk karyanya yang satu ini sang maestro melakukan riset di Indonesia dan Belanda. Ia ingin lukisan tersebut bukan hanya menjadi lukisan besar, tapi juga bisa dipertanggungjawabkan dari sisi sejarah dan pengetahuan. Sudjojono melakukan riset mendalam dari sudut sejarah dan budaya saat itu. Ia bahkan pergi ke Belanda untuk memastikan seperti apa bentuk seragam prajurit Belanda juga raut muka J.P. Coen. Ia menghabiskan waktunya selama 1 tahun untuk menyelesaikan mahakarya ini.
Sudjojono kerap membuat sketsa. Jumlah sketsa yang dihasilkan selama pembuatan lukisan ini adalah yang terbanyak selama perjalanan hidupnya. Ia membuat ratusan sketsa, potongan demi potongan adegan. Sketsa-sketsa tersebut dibuat berdasarkan persepsi pribadi terhadap sejarah yang Sudjojono dengar dan baca dengan mempersepsi sejarah Sultan Agung dan Belanda sedikit demi sedikit. Tahun lalu beberapa puluh dari sketsa-sketsa tersebut dipamerkan di sebuah museum pribadi di Solo secara virtual.
Lukisan dengan judul Pertempuran Antara Sultan Agung dan J.P. Coen ini terdiri dari 3 panel. Panel pertama menggambarkan proses raja ketiga Kerajaan Mataram, Sultan Agung Hanyokrokusumo, dengan busana kebesarannya, motif parang, sedang memimpin upacara Seban atau pertemuan kerja yang dihadiri oleh anggota keluarga kerajaan dan pejabat pemerintahan untuk mempersiapkan strategi penyerangan.
Panel ketiga menggambarkan Bupati Tegal, Raden Ronggo dan Gubernur Jenderal Belanda, Jan Pieterszoon Coen yang sedang berbincang di Pelabuhan Sunda Kelapa. Menurut berbagai tulisan, konon Raden Ronggo diutus oleh Sultan Agung sebagai mata-mata yang menyamar sebagai saudagar rempah. Ia ditugaskan untuk mencari kelemahan Belanda dalam rangka penyerangan pasukan Mataram. Juga menurut tulisan yang ada, lewat lukisan ini, sang maestro yang juga disebut sebagai Bapak Seni Rupa Modern, menuangkan pemikirannya bahwa Barat dan Timur harus sederajat. Terlihat dari posisi gambar J.P. Coen yang setara dengan Sultan Agung.
Lukisan Pertempuran Antara Sultan Agung dan J.P. Coen sudah dipajang selama 47 tahun di Museum Sejarah Jakarta, Museum Fatahillah. Sangat disayangkan karya ini belum juga ditetapkan sebagai cagar budaya. Mahakarya ini tidak hanya besar dalam ukuran, 3 x 10 meter, tetapi juga merupakan bagian dari perjalanan sejarah yang luar biasa. Sebuah karya besar yang berdasarkan fakta, riset dan imajinasi sang pelukis. Semoga dalam waktu dekat ia ditetapkan sebagai cagar budaya demi melestarikan sejarah Indonesia.
Sumber Foto: WordPress.com