Visi
Menjadi pilihan utama bagi masyarakat Indonesia untuk mendapatkan berita dan informasi seni, sastra, dan budaya Indonesia secara digital.

Misi
MENYATUKAN informasi karya dan kegiatan dari para pelaku seni, sastra, dan budaya untuk dapat diakses secara digital dengan mudah, Baca Selengkapnya...

Mengenal Tradisi Makan Bajamba

Mengenal Tradisi Makan Bajamba

Tradisi makan bersama orang Minang sejak abad ke-7

Tradisi Minang merupakan tradisi dari leluhur nenek moyang. Sebagai salah satu suku yang tua, cukup banyak adat dan upacara kebudayaan di Minangkabau yang populer dan masih ada hingga kini, salah satunya adalah tradisi Makan Bajamba.

Makan Bajamba adalah tradisi makan bersama dari satu pinggan besar, duduk bersama makan di satu ruangan. Tujuannya adalah untuk mempererat tali persaudaraan antara sesama manusia dan juga sebagai bukti keakraban suku Minang. Setiap daerah memiliki gaya makan bajamba masing-masing. Yang membedakannya pada umumnya adalah jenis hidangan makanannya. Untuk daerah Bukittinggi yang dipengaruhi oleh adat Kurai Limo Jorong, hidangannya terdiri dari samba nan salapan. Yaitu ada delapan jenis makanan yang wajib dihidangkan, gulai ayam, rendang, asam padeh daging atau yang lebih dikenal dengan gulai anyang, gulai babat atau dikenal sebagai paruik lauak, karupuk tunjuk balado, terung buat digoreng pakai cabe, pergedel dan ikan pang. Deretan makanan tersebut merupakan yang wajib disajikan dalam makan bajamba. Makan Bajamba atau juga disebut makan barapak umumnya diselenggarakan pada hari besar agama Islam, upacara adat, pesta adat dan pertemuan penting lainnya.

Semua ditata rapi menurut aturan tertentu. Tidak boleh ada sambal dari samba nan salapan itu terlupakan. Karena sambal nan salapan itu merupakan sambal adat dan semua harus ada di acara makan bajamba. Satu orang dari pihak tuan rumah biasanya bertugas sebagai janang, orang yang ditunjuk oleh tuan rumah untuk menemani para tamu serta untuk memastikan hidangan yang ada cukup. Setelah makan bajamba, dilanjutkan dengan makan pajamba parabuangan, menu penutup, yang terdiri dari ketan dengan sarikaya, inti (sejenis kue bola yang diisi kelapa di tengahnya), pinyaram, gelamai, wajik, kue dan pisang.

Menurut catatan, tradisi makan bersama ini telah ada sejak abad ke-7 Masehi bersamaan dengan masuknya agama Islam ke Indonesia melalui para pedagang-pedagang Arab. Dan pertama kali dilakukan di daerah Koto Gadang, di Luhak nan tangah yang sekarang ini kita kenal dengan nama kabupaten Agam, Sumatera Barat.

Penyelenggaraan tradisi ini memiliki makna yang dalam dan penuh arti. Kata ‘jamba’ sendiri artinya pinggan. Pinggan ini merupakan anyaman daun dibawa oleh kaum perempuan di atas kepalanya, ditutup tudung saji yang terbuat dari daun enau, di atasnya dilapisi dalamak, atau kain bersulam benang emas.

Acara ini biasanya diikuti oleh puluhan hingga ratusan orang dan diselenggarakan di sebuah ruangan besar bisa berupa aula. Jamba diletakkan di tiap-tiap lingkaran orang yang terdiri dari 5-7 orang. Di atas jamba tersebut tersedia tumpukan piring yang berisikan nasi dan berbagai jenis makanan khas Minangkabau untuk disantap bersama-sama.

Walaupun hanya makan bersama, tradisi Makan Bajamba memiliki tata nilai dan aturan makan yang unik yang wajib diikuti, mulai dari cara makan, cara menghidangkan makanan serta jenis makanan. Misalnya, yang muda harus mendahulukan yang tua untuk mengambil makanan. Dalam makan bajamba ini, kita tidak boleh mengambil makanan dari lingkaran lain, hanya makanan yang ada dihadapan kita yang boleh disantap. Jika makanan tersebut habis, maka acara makan selesai sudah. Saat sudah selesai yang tua-tua didahulukan untuk mencuci tangan dan ini dilakukan secara serentak.

Aturan lain dalam makan bajamba juga tidak boleh mengeluarkan suara, atau yang biasa disebut oleh orang Minang makan mancapak. Suara-suara itu akan mengganggu selera makan yang lainnya. Pada saat makan bajamba tidak ada perbedaan status sosial. Nilai kebersamaannya sangat tinggi, makan bersama semakin mempererat tali silaturahim, ada pula penanaman nilai sopan santun, saling menghargai dan menghormati orang lain. Berbicara dengan orang yang lebih tua tetap ada alur sopan santunnya. Sangat disayangkan kini tidak banyak acara Makan Bajamba ini dilakukan. Dan jika pun ada, tidak lagi menurut tata aturan adat yang berlaku.

Cara menyuap nasinya juga berbeda. Kita hanya boleh mengambil satu suap yang diikuti dengan sedikit lauk pauknya. Nasi kemudian dimasukkan ke mulut dengan cara sedikit dilempar ke dalam mulut dari jarak dekat. Sementara itu tangan kiri diposisikan di bawah tangan kanan untuk menampung nasi yang terjatuh ke bawah. Selain menghindari nasi tercecer, aturan ini juga agar orang lain tidak merasa jijik karena nasi yang terjatuh. Nasi tersebut kemudian harus diambil dengan tangan kanan dan dimasukkan ke dalam mulut. Saat duduk makan punggung tidak boleh membungkuk, harus tegak.

Saat makan bajamba ini cara kita duduk juga berbeda. Kaum laki-laki duduk baselo (bersila) dengan badan yang tegak. Sedangkan kaum perempuan duduk bersimpuh. Aturan lainnya dalam Makan Bajamba adalah semua makanan yang ada pada setiap lingkaran wajib dihabiskan. Tidak ada yang boleh tersisa, walaupun hanya sebutir nasi. Semua harus habis dan bersih dari jamba. Ini juga merupakan cara mereka menghormati orang yang telah memasaknya dan tanda rasa terima kasih.

Benar-benar sebuah tradisi yang sangat unik yang perlu dilestarikan. Sayang sekali jika ia musnah begitu saja.

Sumber Foto: Dok. Atitje St. Aswar

Tinggalkan Balasan

Your email address will not be published.