Naufal Abshar, Ingin Disejajarkan Dengan Karya-Karya Internasional yang Legendaris
Dalam ajang Art Jakarta Garden 2024 lalu, sebuah instalasi dari salah satu sponsor berdiri tegak dalam bentuk kepala seekor keledai. Booth sponsor tersebut terbungkus oleh 9.000 buah botol kaleng cat pilox dengan tulisan Gold is King di dindingnya dengan botol bekas kaca yang membentuk huruf-hurufnya.
Karya seni Instalasi ini adalah karya dari Naufal Abshar, seniman muda asal Bandung lulusan LASALLE College of Arts yang tengah naik daun, sejak memenangkan penghargaan atas karya desain sampul album musik Kunto Aji pada tahun 2019.
Ditemui beberapa waktu lalu di Jakarta, seniman kelahiran 1993 ini berbicara dengan Kultural Indonesia mengenai kehidupannya sebagai pelaku seni rupa.
K: Bagaimana peran keluarga terutama orang tua memberikan dukungan dalam perjalan karir Anda?
NA: Keluarga punya peran penting dalam karir saya, sangat suportif, dulu waktu kecil pernah ikut lomba gambar tapi hanya juara harapan, lalu Ibu membuatkan copy dummy piala, agar saya tetap bersemangat. Dari situlah, tetap ikutan beberapa lomba walaupun tidak menang, gambar-gambar hasil lomba dikumpulkan dan dijadikan taplak meja makan. Orang tua saya membuat saya terus produktif walaupun belum tahu bakal jadi seniman.
K: Bagaimana akhirnya menetapkan diri menjadi seniman?
NA: Awalnya saat kuliah masih berfikir seniman hanya untuk hoby, bingung antara, menjadi desain grafis atau menjadi seniman professional. Waktu main ke museum, saya melihat sebuah karya lukisan yang walaupun gambarnya sederhana namun bisa dipajang di museum tersebut. Ditambah lagi waktu kuliah di Singapura 2014 bekerja part-time di galeri, melayani orang-orang yang membeli lukisan. Dari situ saya melihat dunia seni itu luas. Dari situ lah saya bertekad menjadi seniman.
K: Bisa sebutkan seniman dalam dan luar negeri yang menjadi panutan atau role model?
NA: Dari dalam negeri saya mengagumi karya–karya dari Mas Eko Nugroho, Sunaryo, Heri Dono dan Nyoman Masriadi, saya kagum akan karakter dan gagasan dari karya-karya mereka. Dari luar negeri saya penggemar karya Pablo Picaso, Francis Bacon, Jeff Koons, dan Demien Hisrt.
K: Apakah ada hoby lain selain berkesenian?
NA: Saya suka main games kalau lagi suntuk di studio. Selain itu saya juga suka camping. Hal itu bisa saya lakukan kapan saja, kalau lagi mumet bisa langsung pergi kemana saja untuk cari suasana outdoors.
K: Apakah Anda juga suka membaca buku, apa buku favorit Anda?
NA: Ya saya suka membaca buku, kadang saya membaca buku yang berat kadang juga buku yang cerita ringan namun puitis. Saya suka buku-buku dari George Orwell dan Paulo Coelho. Buku favorit saya adalah The Alchemist dan Warior of the Lights.
K: Jika dikategorikan dalam sebuah aliran, masuk aliran apakah karya-karya Anda?
NA: Saya tidak memasukan karya-karya dalam spesifikasi tertentu, mungkin sekarang masuk dalam contemporary art, yang saya lakukan hanya mengalir saja dalam berkarya.
K: Bagaimana dan apa saja tahapannya dalam membuat karya?
NA: Dalam berkarya tergantung banyak hal. Ada beberapa karya cepat, hanya 4 hari, ada karya yang prosesnya hingga setahun. Dari awal ide, banyak inspirasi dari situasi kehidupan sosial yang mengusik saya, lalu saya menjabarkan ide, kemudian melakukan riset di internet.
Kalau ada proyek tertentu, pesanan dari klien, atau karya kolaborasi, tentu ada konsep atau guidelines dari pihak klien. Saya akan mencari referensi.
Kalau untuk karya sendiri tentu saya memiliki kebebasan mutlak. Namun jika ada permintaan dari klien, tentu saya akan merespon idenya dan baru kemudian saya kembangkan.
K: Apa saran Anda untuk anak-anak muda yang ingin berkarir sebagai seniman?
NA: Yang pasti harus berani mulai dulu, punya ide itu bagus, tetapi harus dicurahkan. Selain itu juga harus konsisten, jangan mudah menyerah, dan yang terpenting banyak riset. Jaman sekarang riset bisa dilakukan di mana saja, bisa jalan ke museum atau galeri, bisa juga browsing di internet atau media Sosial.
K: Apakah ada cita -cita atau pencapaian yang sampai saat ini belum bisa dicapai?
NA: Saya ingin one day koleksi karya-karya saya dapat masuk dalam jajaran koleksi museum-museum dunia. Seperti LACMA (Los Angeles County Museum of Art), Leicester Museum & Art Gallery, The Museum of Modern Art, yang disejajarkan dengan karya-karya internasional yang legendaris.
Foto: Ferry Irawan | Kultural Indonesia
Dok. @naufalabshar