Visi
Menjadi pilihan utama bagi masyarakat Indonesia untuk mendapatkan berita dan informasi seni, sastra, dan budaya Indonesia secara digital.

Misi
MENYATUKAN informasi karya dan kegiatan dari para pelaku seni, sastra, dan budaya untuk dapat diakses secara digital dengan mudah, Baca Selengkapnya...

Sahabat Saya Cordiaz

Sahabat Saya Cordiaz

Cerita pendek karya Asrul Sani, Sahabat Saya Cordiaz, merupakan salah satu cerpen dari sebuah buku berjudul Dari Suatu Masa, Dari Suatu Tempat yang diterbitkan Pustaka Jaya pada 1972, sebuah buku kumpulan cerita pendek Asrul Sani yang pertama.

Cerpen dalam kumpulan itu umumnya ditulis sang penulis pada 1950-an. Orang banyak lebih mengenal Asrul Sani (1926-2004) sebagai esais dan sineas. Lewat Djam Malam, Naga Bonar, dan Kejarlah Daku Kau Kutangkap adalah di antara film pemenang penghargaan yang skenarionya ditulis oleh Asrul.

Sebagai sastrawan Asrul Sani termasuk dalam kelompok Sastrawan Angkatan ’45. Ia dikenal sebagai seorang pelopor Angkatan ’45. Kariernya sebagai sastrawan semakin menanjak ketika bersama Chairil Anwar dan Rivai Apin menerbitkan buku kumpulan puisi yang berjudul Tiga Menguak Takdir. Kumpulan puisi itu sangat banyak mendapat tanggapan, terutama judulnya yang mendatangkan beberapa tafsir. Setelah itu mereka bertiga juga menggebrak dunia sastra dengan memproklamirkan Surat Kepercayaan Gelanggang sebagai manifestasi sikap budaya mereka.

Sahabat Saya Cordiaz adalah sebuah cerita persahabatan antara seorang pemuda proletar dengan Cordiaz. Ia menceritakan tentang C. Darla yang mengalami krisis identitas sehingga menggunakan nama Cordiaz yang selalu gelisah dalam mencari jati dirinya dan ternyata tidak didapatinya dalam masyarakat.

Cerita ini bermula dari kedatangan seorang pemuda yang bernama Cordiaz ke sebuah rumah kost dengan membawa koper bertuliskan C. Darla. Ia tidak mengatakan asal usulnya, tetapi bahasa Indonesianya berlogat Singapura bercampur bahasa Inggris sedikit-sedikit. Demikian logat bicaranya, “British nebi yang lendid di Singapura”. Ia banyak cerita tentang pengalamannya yang ia dapat di Singapura. Tentang bajingan-bajingan ‘geng’, tentang kaum komunis dan sebagainya. Sejak saat itu mereka bersahabat. Satu saat Cordiaz menyusun buku-bukunya di kamar kost barunya ia kemudian memberikan sang pemuda buku Antlantic Charter yang membuat si pemuda semakin kagum. Tetapi di kemudian hari Cordiaz mengatakan bahwa buku roman yang terbaik menurutnya ialah buku Elang Emas karya Jusuf Sou’yb. Maka hilanglah kekaguman sang pemuda. Sungguh pun demikian mereka tetap bersahabat. Bahkan sangat akrab.

Cordiaz bercerita bahwa bahwa ia mempunyai darah Spanyol, tetapi telah lama tinggal di Indonesia. Sebelum datang ke Jakarta, ia bermukim di Singapura. Kedatangannya ke Jakarta membawa kisah sedih. Ia harus meninggalkan kekasihnya seorang gadis Filipina di Singapura. Ia tidak pernah berbicara tentang pekerjaannya. Tapi ia berangkat setiap hari pukul 9 dari rumah dan pukul 1 ia telah ada pula. Tampaknya pekerjaannya sangat banyak sehingga setiap sore ia meminjam mesin ketik sang sahabat, lalu mengetik terus-menerus. Sesudah itu lalu dibakarnya segala kertas yang sudah diketiknya tadi. Lalu ia bersungut-sungut.

Cordiaz sering bercerita tentang seorang perempuan bernama Arni. Katanya Arni bekas kekasihnya, dan sekarang gadis itu sudah kurus kering karena ditinggal olehnya. “Tidak ada orang yang dapat menggantikan saya,” kata Cordiaz. “Ayahnya mesti datang kepada saya, minta ampun baru saya datang kesana. Ia mesti mendapat ajaran,” katanya lagi. Suatu hari Cordiaz mengatakan bahwa ia ingin mencari dukun, ia lalu pergi ke tempat dukun tersebut. Sore harinya Cordiaz mengirimkan surat dan bungkusan kepada Arni, surat dan bungkusan itu tapi kembali malam itu juga, setelah mengirim itu runtuh segala pasak-pasak tubuhnya. Keesokan harinya tidak ditemukan lagi koper milik Cordiaz. Sebuah surat di atas meja ditemukan yang berisikan “saya tidak tahan lagi di sini, rumah ini terlalu ribut untuk saya”.

Tapi Riwayat Cordiaz tidak selesai di situ. Terdengar berita bahwa Cordiaz telah menikah dengan seorang janda beranak lima. Sang sahabat pun mendatangi rumah Cordiaz yang baru, mereka banyak berbicara tentang berbagai hal. Istrinya yang peramah memperlihatkan surat nikah mereka kepadanya. Di situ tertulis Chaidir Darla. Jadi huruf C itu bukan Cordiaz. Namanya memang Chaidir, karena sang istri memanggilnya, “dir, dir!”. Terungkap sudah bahwa Cordiaz bukan orang Spanyol atau Filipina.

Tak lama setelah pertemuan mereka, Cordiaz mengirim surat kepada sahabatnya berisikan “tolong saya, saya tidak tahan tinggal di sini”. Sang sahabat yang penuh pengertian itu sangat memaklumi. Pikirnya tentu ia tak akan tahan kalau hatinya keras untuk jadi orang Spanyol atau orang Filipina, sedangkan orang menganggap dia orang Indonesia. Pemuda sahabat kemudian membalas suratnya dengan mengirimkan 50 rupiah untuk ongkos menjadi orang Spanyol. Tapi sayang uang 50 rupiah itu diterima oleh sang istri dan ia menggunakannya untuk membeli kebaya baru. Pada akhirnya, C. Darla ternyata belum juga berhasil menjadi orang spanyol…

Related Posts

Tinggalkan Balasan

Your email address will not be published.